sixteen

1.9K 98 8
                                    

Aku menatap steak di hadapanku. Chanyeol sudah makan dengan lahap. Namun aku belum menyentuh garpu ataupun pisau untuk memotong steak ini.

"Mengapa tak dimakan? Tak suka?" tanya Chanyeol.

"Biar Bibi suapi," Bibi Song menawarkan dirinya. Benar, bukannya aku tak nafsu ataupun tak suka. Hanya saja tanganku terlalu lemas untuk kugerakkan.

Bibi Song memotong kecil-kecil steak, lalu menyuapiku. Aku mengunyahnya dengan perlahan. Chanyeol tertawa melihatku.

"Mau dimanja ternyata."

Kau saja yang tak peka, brengsek.

Bibi Song ikut tersenyum. Aku lega, setidaknya mood Chanyeol baik setelah menyiksaku.

"Setelah makan, melukislah bersama Bibi Song. Aku akan pergi sebentar. Jangan tidur terlalu malam,"

Aku mengangguk. Lalu kulihat Chanyeol menyudahi makan malamnya. Dia mengambil mantelnya lalu menghampiriku.

Chanyeol mencium dahiku singkat lalu memakai sandalnya. Dia berjalan menjauhiku.

Aku meminum air putih. Lalu kulihat Bibi Song membereskan bekas makanan kami.

"Bi, temani aku tidur. Aku lelah sekali,"

Bibi Song mengangguk lalu memanggil Hara untuk membereskan makan malamku dengan Chanyeol. Bibi Song perlahan membawaku kembali ke kamarku.

Aku berbaring di ranjangku dengan Bibi Song di sampingku. Bibi Song mengelus pelan punggungku.

"Tidurlah, Sayang."

Aku memejamkan mataku dan tertidur.

***

Aku tak tahu sudah berapa lama aku tertidur. Ketika aku membuka mataku, hal yang pertama kali kulihat adalah wajah Chanyeol yang begitu dekat denganku. Aku ingin bangkit namun kepalaku berdenyut hebat. Tenagaku juga seperti terkuras habis. Padahal aku sudah tertidur untuk mengembalikan tenagaku.

Chanyeol membuka matanya. Dia menatapku lekat. Aku hampir memejamkan mataku. Namun kupaksa untuk tetap terbuka.

Chanyeol meletakkan tangannya di dahiku, seakan mengerti bahwa aku sebenarnya merasa badanku tidak enak.

"Badanmu panas sekali,"

Chanyeol bangkit dari ranjangku lalu berteriak memanggil Bibi Song. Kamarku tak dilengkapi bel pemanggil seperti kamar Chanyeol. Itu sebabnya Chanyeol harus keluar kamar untuk memanggil Bibi Song. Aku memejamkan mataku seraya menunggu Chanyeol kembali.

Aku membuka mataku ketika kurasa suatu alat si tempelkan di dahiku. Kulihat Bibi Song sedang memegang alat pengecek suhu tubuh, termometer dahi. Alat itu bisa menunjukkan suhu tubuhku tanpa harus meletakkannya di mulutku. Mudah saja, tempelkan di dahi dan warna lampu akan menyala. Aku melihat warna lampu di alat tersebut berwarna merah terang, yang berarti menunjukkan bahwa aku sedang demam tinggi. 

Aku melihat Bibi Song meletakkan alat tersebut lalu menguras kain basah yang diambil dari sebuah wadah. Kain dingin itu hinggap di dahiku. Bibi Song berada di hadapanku dengan wajah cemasnya. Dia mengelap tubuhku menggunakan kain lain. Kain itu sudah direndam air yang dicampur es batu. Aku sudah sering melihat Bibi Song menggunakannya karena tubuhku sering mengalami demam.

"Bi, apa ada pereda panas yang lebih modern dan lebih cepat?" tanya Chanyeol. Aku memandang Chanyeol yang terlihat sangat khawatir dengan keadaanku.

"Ada, Tuan. Di apotek terdapat plester kompres pereda demam. Namun sekarang semua apotek pasti tutup," balas Bibi Song.

"Aku tak mau tahu, suruh Taeyong atau manager Kim untuk mencari plester pereda demam itu,"

Bibi Song mengangguk lalu beranjak bangun dari ranjangku. Sebelum pergi, aku lebih dulu memegang tangannya.

"Aku tak apa, Oppa. Hanya butuh istirahat. Tidurlah kembali, Bi. Aku akan sembuh esok hari."

"Hyuna,"

"Tidurlah kembali, Oppa." aku menepuk beberapa kali ranjangku. Chanyeol mengangguk lalu Bibi Song menunduk hormat pada Chanyeol. Dia berjalan menjauhi pintu dan menutup pintu kamarku rapat-rapat.

Aku meletakkan kembali kain di meja. Lalu menyuruh Chanyeol untuk tidur kembali.

Chanyeol kembali berbaring di sebelahku. Mengelus surai kecoklatanku, dan menciumi dahiku.

"Oppa, jangan merepotkan orang lagi. Mereka juga butuh istirahat tertutama Bibi Song."

"Aku khawatir padamu, Hyuna."

Aku tersenyum, bahagia karena akhirnya dia mengkhawatirkanku. Kemudian aku memeluk Chanyeol gemas.

"Aku tak apa. Aku baik-baik saja jika berada di sampingmu," ucapku. Chanyeol kembali membalas pelukanku.

"Tidurlah, akan kunyakikan lagu.

"Yeppeune oneuldo eojemankeum
Ani oneureun deo yeppeojyeotne
Ireon mareul hal ttaemada neoneun
Mot deureun cheok neul ttan yaegireul hae..."

Aku memejamkan mataku ketika kudengar Chanyeol mulai menyanyikan lagu kesukaanku. Dream, yang dinyanyikan oleh Baekhyun dan Bae Suzy.

"Eojen neomu joheun kkumeul kkwosseo
Jigeum malhaejugin ganjireowoseo
Malhagi silheo
Geurigo ireon geon malhamyeon an doendae..."

Kudengar Chanyeol juga menyanyikan bagian Bae Suzy. Ya ampun menggemaskan sekali suaranya.

"Dream dasin kkuji mothaneun
Neomu gibun joheun kkum
Naneun niga kkok geureon geo gateunde
Dream jongil areungeorineun
Neomu gibun joheun kkum
Geuge baro neo... Hmm..."

Aku memejamkam mataku, namun hatiku tak berhenti tersenyum.

"Aku adalah pembohong ulung, Hyuna. Aku tak peduli jika semua orang memberitahumu, karena aku akan membuatmu percaya padaku. Hanya padaku,"

Tunggu. Itu liriknya bukan? Namun mengapa Chanyeol tidak menyanyikannya dalam bahasa Inggris seperti di lirik?

Aku memutar ulang ucapanku tentang pembohong ulung. Ya, benar. Aku pernah mengucapkan bahwa aku tak peduli jika Chanyeol ada pembohong ulung.

Bukankah saat itu Chanyeol tertidur? Mengapa dia mendengarku?

"Aku juga mencintaimu, Hyuna."

Kurasa, aku bermimpi. Iya, mimpi indah.

[...]

seneng bgt pdhl kalo bnyk yg komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

seneng bgt pdhl kalo bnyk yg komen. lucu bgt uwuuu... yg ngevote ak doain semua keinginannya terwujud!!!

Love Pain - PCY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang