thirteen

2.1K 77 2
                                    

Aku menunduk, tanganku saling menggenggam takut. Chanyeol menatapku. Tatapannya mengintimidasiku. Aku tahu aku salah. Dan aku sudah siap menerima semuanya.

"Kau tahu, bukan?"

Aku mengangguk, "setiap satu kesalahan, tubuhku jadi penebus kesalahanku."

"Tapi kenapa kau terus melanggarnya?!" tanya Chanyeol halus. "Kenapa Hyuna?" Chanyeol menarik daguku, memaksaku menatap wajahnya.

"Tak mau menjawab?"

"Aku muak!" bentakku. "Aku muak dengan peraturan Oppa!!"

Chanyeol menatapku serius, "muak? Muak bagaimana?"

Setetes air mata jatuh dari mataku, turun melewati pipiku. Setetes lagi dari mata sebelahku. Terus mengalir deras.

"AKU TANYA MUAK BAGAIMANA HYUNA?" bentak Chanyeol.

"Sulit, Oppa. Semuanya sulit kuterima. Aku hilang ingatan, aku bahkan tak mengingat siapa diriku. Kau menyiksaku dengan peraturan bodohmu. Kau menyiksa tubuhku dan menorehkan banyak luka di hatiku." ucapku lirih. Air mata turun deras dari mataku.

"Kau bosan denganku, Hyuna?"

"Aku tak bosan denganmu, Oppa. Aku bosan dengan peraturan bodohmu. Kumohon berhenti menyiksaku, Oppa. Apa Oppa tidak melihat aku begitu bahagia dengan eman-temanmu? Aku ingin memiliki teman, Oppa. Layaknya seseorang wanita normal yang berusia dua puluh tahun. Aku ingin menikmati semuanya, Oppa. Tapi Oppa tak sedikitpun membiarku mengenal dunia."

Puas. Itulah yang kurasakan. Aku mengeluarkan semua yang ada di hatiku. Aku tak peduli lagi hukuman apa yang akan Chanyeol berikan.

"Kau mau pergi dariku, Hyuna?" tanya Chanyeol.

Aku menggeleng, "tidak, Oppa."

"Kalau kau sudah tak mau kuurus lagi yasudah pergi saja. Pergi dengan salah satu temanku. Sana!" Chanyeol menarik lenganku, memaksaku berdiri, lalu menyeretku.

Melihat aku yang menangis dan Chanyeol yang menarikku kasar, membuat semua orang rumah menatap kami sejenak. Namun ketika Chanyeol menuruni tangga dengan marah, semua asisten dan bawahan Chanyeol menunduk takut, terkecuali Bibi Song yang ikut menangis melihatku.

"Ampun, Oppa. Jangan usir aku."

Demi Tuhan, di luar hujan deras. Dan aku hanya memakai baju tidur tipis.

"Kau selalu mencoba untuk kabur. Sekarang, larilah. Lari sejauh mungkin. Namun saat aku menemukanmu, habislah kau!"

Aku menggeleng cepat namun Chanyeol mendorongku keluar rumah. Lalu mengunci pintu dari dalam. Hawa dingin langsung menusuk tulangku.

"Oppa, buka. Dingin, hiks... Eomma, Appa..." aku menangis. Dingin sekali, Tuhan.

"Oppa, Bibi Song bukakan pintunya kumohon, dingin sekali." aku menggedor-gedor pintu rumah.

"Oppa, mianhae," aku memeluk diriku sendiri, mencoba mencari kehangatan. Namun aku tak menemukan sedikit kehangatan.

Aku bersandar pada dinding. Menangis seraya memeluk diriku sendiri. Hingga rasanya aku lelah untuk menangis dan memilih untuk tertidur.

Aku terbangun ketika mendengar seseorang membuka pintu. Aku tak tahu berapa jam aku tertidur, yang pasti sekarang masih malam. Sepertinya aku tertidur tidak lama.

"Nona,"

Bibi Song memelukku. Menyalurkan rasa hangat di tubuhku. Aku menggigil kedinginan.

"Bawa masuk, hangatkan dia. Kutunggu di kamar tiga puluh menit lagi," titah Chanyeol bagaikan titah raja. Bibi Song dan dua asisten rumah tangga lainnya membantuku berdiri dan membawaku ke kamar. Jalanku tertatih, badanku masih menggigil.

Love Pain - PCY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang