two

4.3K 86 0
                                    

Aku menatap menara Eiffel yang berada di hadapanku. Benar kata Chanyeol. Dia memesankan kamarku dekat dengan menara Eiffel. Jaraknya mungkin sekitar 1 kilometer. Tapi ini lebih baik daripada aku hanya bisa melihat setengah badan dari menara Eiffel.

Kuarahkan pandanganku ke bawah, melihat para pasangan bergandengan mesra, diantara mereka tak malu bercumbu di keramaian. Aku menghembuskam nafasku. Jika saja Chanyeol memperlakukanku sedikit lebih lembut, aku pasti akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini.

Bermimpi saja terus, Hyuna. Sebelum mimpi itu bayar.

"Nona, ayo masuk. Kau belum diperbolehkan keluar."

Aku menghentakkan kakiku kasar ketika Bibi Song menyuruhku masuk. Walaupun aku kesal, aku tetap menuruti perkataan Bibi Song. Aku tak ingin Bibi mendapat ocehan dari Park sialan itu.

Aku masuk ke dalam lalu merebahkan badanku di kasur super empuk itu. Aku mengerakkan kaki dan tanganku. Tuhan memberiku semuanya, namun mengapa Tuhan tak membiarkan aku menikmati semuanya?

"Bi, kau tahu bagaimana rupa ayah dan ibuku?" tanyaku tiba-tiba sembari mengubah posisiku menjadi duduk.

Bibi Song terlihat sibuk membereskan pakaianku yang lumayan banyak. "Tentu saja. Aku bekerja saat Nona masih kecil."

"Bagaimana mereka?"

"Mereka baik. Tuan bahkan selalu mensupport Tuan muda di dunia industri. Sedangkan Nyonya, dia adalah wanita lembut. Sama sepertimu."

"Benarkah? Lalu darimana Park sialan itu mendapat sifat iblisnya?"

"Nona! Tak baik berbicara seperti itu." Bibi Song membentakku.

"Jelas, Bi. Dia itu brengsek. Apa Chanyeol tidak takut dengan Tuhan? Memperkosa adiknya..."

Aku memberhentikan ocehanku ketika melihat si sialan itu di pintu kamar. Menaruh kedua tangannya di depan dada, bersandar pada dinding. Sial, sejak kapan Chanyeol di sana?

"Mengapa tak kau lanjutkan?"

"Oppa, mianhae"

Aku menundukkan kepalaku. Bibi Song membungkuk hormat pada Chanyeol, lalu meninggalkanku. Padahal Bibi Song belum menyelesaikan tugasnya. Namun Chanyeol menyuruhnya keluar.

Perlahan tapi pasti, Chanyeol berjalan ke arahku. Aku mengutuk diriku yang selalu gemetar setiap berhadapan dengan Park sialan ini.

Chanyeol memegang daguku, membuatku mendongak, menatap bola mata hitamnya. Aku menggigit bibirku, takut. Namun Chanyeol menyentuh bibirku, lalu menggelengkan kepalanya.

"Tak boleh menggigit bibirmu, biar aku yang melakukannya, mengerti?"

Aku menganggukkan kepalaku cepat.

"Buka bajumu," perintah Chanyeol santai. Dia mulai membuka kemeja putihnya. Aku masih diam tak bergeming. "Tak mau? Mau aku yang merobeknya?"

Tidak! Ini baju kesayanganku. Dengan cepat aku menggeleng, lalu membuka kancing demi kancing kemeja flanelku.

Tubuhku dan tubuh Chanyeol sama-sama tak terbalut apapun. Chanyeol mencium bibirku, melumatnya kasar. Ketika aku mulai terbuai dengan permainannya, dia mendorongku kasar. Membuatku terbaring ke tempat tidur.

Chanyeol membenarkan posisiku. Setelah selesai, kurasakan tangannya melebarkan pahaku.

"Lebarkan."

Aku terisak. Demi Tuhan milikku masih kering. Ini pasti akan menyakitkan.

"Tidak mau?"

Plak.

Chanyeol menampar paha dalam sebelah kanan.

"Sakit!" keluhku.

Chanyeol tertawa lalu menampar lagi pahaku yang sebelah kiri. Berlanjut yang kanan, lalu yang kiri. Terus berlanjut hingga kurasa pahaku memerah akibat tamparannya.

"Sakit, Oppa!" Aku terisak.

"Sudah kubilang jangan membantah perintahku. Cepat lebarkan!" bentaknya.

Aku menangis, lalu melebarkan pahaku. Chanyeol sedikit membungkukkan badannya, lalu mencium pundakku. Dalam sekali sentak, Chanyeol memasukkan miliknya ke dalam milikku yang masih kering.

"Akhh..."

Aku mendongakkan kepalaku. Bersamaan dengan teriakanku, Chanyeol menggigit pundakku. Tangannya meremas buah dadaku kasar, seperti ingin menghancurkannya. Siksaan berganda ini membuatku menangis. Sakit sekali.

"Berhenti mengeong, Sweety. Kau yang memulai semuanya."

"Maafkan aku, Oppa."

"Kau tahu peraturannya, Sweety. Satu kali pelanggaran maka tubuhmu yang menanggungnya."

Kurasakan Chanyeol menggerakkan miliknya kasar. Mulutnya tak henti menyesap puncak buah dadaku. Aku mencoba memejamkan mataku, mencari kenikmatan.

Tanganku mencoba meraih rambutnya. Namun sebelum kuberhasil, tangan Chanyeol menahan kedua tanganku di atas kepalaku.

Chanyeol mempercepat gerakannya. Gerakannya menjadi tak beraturan. Terkadang cepat, terkadang lambat. Terkadang dalam, terkadang tak begitu dalam. Sial, seperti yang kubilang sebelumnya. Ini sakit namun nikmat!

Chanyeol menarik rambutku. Aku mengambil kesempatan ini untuk melingkarkan tanganku di lehernya, bergelayut manja layaknya seorang jalang. Ah, aku memang jalang bukan? Ya, jalang milik Park Chanyeol seorang.

Aku mengetatkan pelukanku ketika kurasa puncakku begitu dekat. Aku melingkarkan kedua kakiku memeluk Chanyeol, dan yaaa...

"Ahhhh..."

"Aku belum menyuruhmu keluar sialan!" bersamaan dengan bentakannya, Chanyeol menampar pipiku. Chanyeol menggerakan pinggangnya lebih cepat. Tak lama, benihnya berhasil membasahi rahimku.

Chanyeol menatapku tajam, lalu mengeluarkan miliknya. Dia memakai bajunya, namun aku belum disuruh memakai pakaianku. Aku terisak, badanku terasa sakit. Setelah ini Chanyeol pasti menyiksaku lagi.

For your information, kalian mengetahui sepuluh peraturan Chanyeol sebelumnya. Itu hanyalah peraturan untuk kehidupanku. Berbeda dengan peraturan saat kami bercinta. Salah satu peraturannya adalah aku tak boleh keluar lebih dulu. Dan aku baru saja melanggarnya.

Tuhan, kuatkan aku kali ini.

[...]

diliatin mampus lu(:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

diliatin mampus lu(:

Love Pain - PCY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang