Chapter : 03

960 229 343
                                    

SATU hal yang manjadi surga dunia bagi para siswa di sekolah adalah jam kosong, dan sekarang itu berlaku di kelas 12 IPA 1.

Suasana gaduh dan riuh menggema di ruangan kelas ada yang sedang bergosip ria, bermain catur, bermain ular tangga, membaca novel, bermain ponsel, menyalin pekerjaan rumah milik teman dan bahkan ada yang tidur beralaskan tikar di sisi belakang kelas.

Keira tetap duduk di bangkunya dengan kedua tangan menopang dagu.

"Tuh cowok bener-bener ngga laku kali ya, sampai temennya berinisiatif bikin ajang pencarian pacar untuk dia," Olin terkekeh mendengar penuturan dari Keira.

"Kalau gue tahu kita semua dikumpulin di Aula cuma untuk pengumuman ngga penting itu, gue kaga bakalan pegi tadi!" sesal Keira.

"Sumpah ngakak njir! Muka ganteng, kantong tebel tapi untuk cari pacar aja kaga bisa, haha!" Olin tertawa lepas.

"Berisik lo pada!" ujar Nadya yang duduk di belakang Olin.

Hal seperti ini sudah biasa bagi orang-orang yang telah mengenal Nadya. Dia tipekal cewek yang tidak suka keributan dan sikapnya yang dingin terkadang membuat semua orang yang tidak bisa memahaminya langsung menjaga jarak dengannya. Tanpa kebanyakan orang tahu, Nadya itu anaknya baik walau terkadang nyebelin kerena kata-kata tajamnya yang menusuk jiwa raga.

Olin menoleh ke arah Nadya yang sedang bergelut dengan novelnya, "Iya sorry Nanad," pinta Olin.

"Diem Olin! Ngga liat apa gue lagi belajar?" perintah Metha yang tengah menyalin tugas dari temannya.

Pandangan Olin beralih pada orang yang duduk di samping Nadya.

"Astagfirullah! Belajar apaan lo ha? Udah ulangan nyontek, kaga pernah belajar, eh tugas nyalin lagi!" tutur Olin.

"Kaya lo kaga pernah aja kampret!" balas Metha dan hanya di balas kekehan oleh Olin.

Itu sudah kebiasaan yang telah melekat pada diri Metha, dan terkadang juga terjadi pada Olin. Tapi berbeda dengan Keira dan Nadya, hal terlarang bagi mereka si bintang-bintang kelas untuk tidak mengerjakan tugas.

"Cepetan nyalinnya! Ntar ke buru Bu Erna masuk nyet." ucap Olin sementara Keira hanya dapat geleng-geleng kepala.

♡♡♡

Gedung SMA Dazzle telah kosong, seluruh siswa telah di pulangkan satu jam yang lalu. Hanya tinggal beberapa siswa yang sedang berlatih basket untuk pertandingan minggu depan, tapi ada satu siswi yang belum pulang. Saat ini ia tengah sibuk menyusuri lorong sekolah yang telah ia lewati hari ini.

Regan yang sedang berlatih basket dengan teman satu timnya tak sengaja menengok gadis itu, Keira.

Keira sejak tadi terus menunduk ke lantai sambil menyusuri lorong sekolah yang sudah sepi tak berorang, matanya sibuk memperhatikan inci demi inci lantai. Gadis itu tengah mencari gantungan kunci kesayangan pemberian dari seseorang tersayang.

Regan memindahkan bola basket yang semula berada pada tangan sebelah kiri, ia mengusap keringat yang menetes melewati hidung, "Itu cewek kan?" ia bertanya pada Louis, teman satu timnya untuk memastikan bahwa penglihatannya tak salah.

Belum sempat Louis menjawab pertanyaan Regan, tiba-tiba saja Justin berkata, "Ya iyalah cewek! Lo kira apaan?" Regan berdecit, memutar bola matanya malas.

"Yakali cewek, kalau kunti gimana?" ujar Louis yang berhasil membuat jiwa Justin bergetar ketakutan. Sosok lelaki bernama Justin Aliano Plantas atau yang biasa di panggil Justin memang terkenal penakut diantara teman Regan yang lainnya. Walaupun begitu, tetap saja banyak para gadis yang terpikat akan pesonanya.

Justin mengikis jarak antara dirinya dan Regan, "Gue takut Ga!" tuturnya dengan mimik wajah yang sangat lucu hingga memancing tawa dari masing-masing temannya.

"Eh bangke, Gaya lo sok cool tapi mental tempe!" ejek Regan terkekeh.

Justin memegang lengan Regan, namun langsung di tepis oleh pemiliknya. "Homo lo!" hardik Regan menjauhkan diri dari Justin.

"Gue takut kampret!" Justin memperdekat jaraknya dengan Louis.

"Bima, Alan lo cek gih!" perintah Louis pada dua orang temannya seraya menepis tangan Justin dari lengan kekarnya.

"Nggak ah, ntar kalau itu beneran kunti gimana? Nggak berani gue," alasan Alan diikuti anggukan oleh Bima.

Regan mendecak sembari menyapu wajahnya kasar, "Yaudah gue cek!" putusnya melantunkan bola oranye yang langsung di tangkap oleh Bima. Kemudian ia berlari ke arah tangga untuk menuju lantai atas dengan tujuan memastikan sosok perempuan yang berada di lorong lantai tiga.

"Eh Ga, jangan ntar tuh kunti naksir lo gimana?" ujar Justin dengan bodohnya langsung mendapat tabokan dari Louis.

Regan ikut berjalan menyusuri lorong, membuntuti Keira dari belakang.

Keira menghentikan langkahnya saat gantungan kunci itu di temukannya. Langsung saja ia meraihnya, "Yeayy! Akhirnya nemu juga!" sorak Keira menyapu pelan gantungan kunci agar butiran pasir yang menempel berjatuhan. "Gara-gara lo ngilang, waktu gue jadi ke buang, kan! Seharusnya lo tuh diem-diem aja ngegantung di tas gua. Ngapain coba pake ngilang? Nggak guna tahu! Masa dianya ngilang lo juga mau ikut-ikutan ngilang sih? Nggak kasihan sama gue apa?" cerocos Keira pada benda yang sudah berada dalam genggaman tangan.

Regan membuang napasnya lega, ternyata seseorang yang di lihatnya bukanlah makhluk halus sosok penunggu sekolah, tetapi gadis gila yang tengah berbicara sendirian.

Saat Keira membalikkan tubuhnya, ia melihat Regan telah berdiri di depannya dengan seragam yang telah lusuh dan dua kancing baju yang terbuka, tapi masih terlihat tampan.

"Elo?!" titah Keira kaget dengan keberadaan Regan yang tiba-tiba saja ada didepannya.

Sejenak, pria itu menatap Keira tajam, lalu berjalan pergi menuju lapangan.

"Eh lo ngapain ngikutin gue hah?" tanya Keira mengejar Regan yang berjalan meninggalkannya.

"Jawab gue dulu!" pinta Keira menahan lengan Regan agar Regan menghentikan jalannya.

Regan hanya diam saat Keira menahan lengannya.

"Lo ngapain ngikutin gue? Oh jangan-jangan lo pengagum rahasia gue ya?" duga Keira.

"Gue harus jawab apaan? Masa gue harus jawab kalau gue ngikutin dia buat mastiin manusia atau bukan?Ah ngaco!" batin Regan.

"Eh jawab, malah bengong lagi!"

To Be Continued..

Really LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang