Chapter : 30

463 44 128
                                    

KAMAR Keira kini telah di penuhi oleh tumpukan buku-buku pelajaran disertai lembaran-lembaran kertas yang telah berserakan hingga ke lantai saking banyaknya. Beberapa bungkus cemilan juga ikut berceceran di lantai. Padahal Keira sudah mengingatkan Olin untuk menyatukan semua bungkus cemilannya ke dalam kantong plastik putih yang tadi di gunakan untuk membawa cemilan, tapi Olin malah membiarkannya berserakan begitu saja dan Keira pun hanya bisa menghela napas pasrah.

Kondisi kamar yang mirip dengan tempat pembuangan sampah tak lagi membuat mereka risih atau malah beradu mulut karena sampah cemilan Olin. Mereka lebih memilih berkutat dengan tumpukan kertas berisi banyak pertanyaan, sesekali saling bertukar jawaban atau apabila bertemu jalan buntu, saling bertukar pikiran adalah solusinya.

Itu jauh lebih baik bagi Olin yang pola belajarnya selama ini terpecah hanya karena satu orang bernama Metha. Cewek itu terlalu berisik untuk di ajak belajar bersama, ujung-ujungnya bukan pelajaran yang akan di bahas tetapi para cogan yang akan menjadi topik pembahasan. Atau tidak ia akan menceritakan berita-berita yang sedang menjadi buah bibir di sekolah maupun di sosial media. Dan siap-siap saja, Keira akan pusing saat Metha dan Olin mulai cekcok. Oleh sebab itu, Keira menyetujui permintaan Olin supaya Metha tidak ikut belajar bersama.

"Coba periksa jawaban lo lagi deh Kei, jawabannya itu A bukan C," pinta Olin untuk memeriksa ulang lembaran kertas yang penuh akan coret-coretan angka.

Bola mata Keira berotasi, memperhatikan langkah demi langkah yang di tulisnya saat mengerjakan soal bernomor tiga puluh dua. Ia menatap intens setiap angka yang tertoreh pada lembaran kertas warna biru lembut. Beberapa kali ia menggelengkan kepala dengan mata perlahan terpejam sesaat.

"Argh pikiran gue kenapa sih?!" ucapnya tiba-tiba lalu memukul kepalanya pelan sebelum akhirnya mengibaskan rambut ke arah samping sambil berdecak sebal.

Olin yang sedang membaca soal berikutnya melemparkan tatapan aneh pada Keira yang tiba-tiba menghardik dirinya sendiri.

"Gue cuma nyuruh lo periksa ulang jawaban lo Kei, nggak macem-macem kok. Kalau lo nggak paham bagian yang itu biar kita bahas bareng aja," kata Olin memperingati.

Keira menatap Olin jengkel. "Bukan itu, gue lagi sebel aja sama pikiran gue, Lin. Lagian kenapa coba gue mikirin dia terus ish!" jelas Keira merehatkan punggungnya pada sandaran kasur.

Olin yang tadinya menelungkup dengan sebuah bantal yang menumpu kedua sikunya di ranjang mengganti posisi menjadi duduk.

Ia menatap Keira intens. "Mikirin dia terus?" Olin menjeda. "Mikirin siapa?" tanyanya dengan alis terangkat sebelah, tatapan menyelidik.

Keira yang mulai gelisah akibat pertanyaan yang di lontarkan Olin pun mengalihkan pembicaraan. "Liat deh bulannya terang banget ya, Lin?" ia menunjuk ke arah jendela semringah, tetapi masih saja di sertai rasa gugup.

Olin mengikuti arah jari telunjuk Keira hingga pandangannya tertuju pada jendela kaca yang menampakkan rembulan malam dikelilingi ribuan bintang. Berselang beberapa detik, Olin kembali menatap manik mata Keira lekat.

Olin pun kembali bertanya, "Lo lagi mikirin siapa sih sebenarnya? Nggak usah main rahasia-rahasiaan segala deh, Kei."

"Gue lagi nggak mikirin siapa-siapa kok! Lagian siapa juga yang mau main rahasia-rahasiaan sama lo," jawab Keira terpaksa berbohong, ia hanya tak mau jika Olin menertawakannya saat nama seseorang yang muncul pada pikirannya disebut.

Olin menghela napas panjang sebelum akhirnya berucap, "Boong banget! Gue kenal lo bukan sehari dua hari Kei, jadi gue pasti taulah lo lagi boong atau enggak. Sekarang, jujur sama gue! Lo kenapa? Terus lo lagi mikirin siapa sampai lo nggak fokus gini?"

Really LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang