Chapter : 32

339 29 68
                                    

GEMERLAP cahaya penerang berasal dari tirai lampu yang sengaja di pasang melingkari batang pepohonan yang menjulang tinggi. Beberapa lampu gantung berdesain klasik ikut di pasang mengikuti arahan tali yang telah diikat dengan menghubungkan antara pohon ke pohon lainnya. Susunan lilin beraroma mint sahaja dinyalakan mengikuti alur jalan yang membawa pengunjung menuju panggung pesta yang tlah dihias secantik mungkin, beberapa alat musik yang nantinya akan dimainkan oleh seluruh murid yang mengikuti ekstrakurikuler musik juga sudah disiapkan di atas panggung.

Hembusan angin malam menerbangkan helaian dedaunan, ranting-ranting bergoyang mengikuti arah angin, suara bising sorak-sorai rombongan siswa siswi berpacu dengan alunan musik turut hadir menyapa para tamu.

Pesta ulang tahun SMA Dazzle tahun ini sengaja di buat menyatu dengan alam, hal itu tentunya berhasil membuat mulut para gadis bungkam mengeluh kepanasan akibat terlalu ramai pengunjung yang berdesakan bergembira ria seraya menari memperturutkan tempo musik.

Tak banyak murid yang lebih memilih untuk duduk pada kursi kayu yang telah di hias dengan rentetan bunga cantik, serta meja bundar yang dipilih untuk menaruh gelas minuman.

Gaun panjang bergelombang warna biru laut melekat indah di tubuh proporsional gadis yang tengah sibuk berbincang dengan gadis lainnya. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai rapi. Dia memang tipe gadis yang harus tampil sempurna, karena baginya penampilan adalah segalanya.

Ia berjalan menuju tempat dimana seorang gadis yang mengenakan dress simple tanpa ornamen itu berdiri bersama seorang pria tampan berpakaian rapi.

Ia merangkul pundak gadis itu. "Keira dimana? Belum dateng ha?" tanyanya mengangkat kedua alisnya.

"Belum nih, tadi sih katanya mau mampir ke restoran langganan mamanya dulu," jawabnya seraya melirik jam yang tertera di layar ponselnya.

Spontan dahi Metha mengerut. "Ngapain?" tanyanya melipat kedua tangan di depan dada membuat Olin bergidik bahu, tak tahu.

Metha mendesah pelan melihat respon Olin. "Kenapa harus lama banget coba? Padahal gue udah ngebet banget mau foto bareng," keluh Metha manyun.

"Kaya nggak bisa nanti aja," sahut Olin seraya mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

"Ya nggak bisa lah Olin! Kalau tunggu nanti, udah keburu luntur make up gue. Nggak cantik lagi dong," ujar Metha mendengus sebal. "Eh salah ngomong! Maksud gue itu, gue tetep cantik pokoknya!!" lanjutnya kembali, tak lupa menggunakan nada bicara yang tinggi, sangking tingginya bikin sakit telinga karena cemprengnya minta ampun.

Louis yang sedari tadi mendengarkan ocehan cewek bersuara toa, hanya bisa terkekeh geli dengan kedua telapak tangan yang masih disembunyikannya dalam saku celana.

Sementara Olin diam tak peduli, malas meladeni Metha, yang ada berantem lagi jadinya. Baru juga tadi sore baikan.

"Ah, manis banget!" pekik Metha tiba-tiba, berhasil memancing emosi Olin. Siapa juga yang tidak emosi, ketika toa mesjid secara mendadak berteriak di telinga?

Gadis itu memelintir manja rambutnya. "Manisnya ngalahin permen lolipop yang di jual di warungnya Mpok Saodah!" puji Metha saat memergoki Louis yang tengah terkekeh geli lalu perlahan berubah menjadi senyum.

"Sorry, makhlumin aja! Temen gue emang rada-rada gesrek," sahut Olin kemudian tersenyum sekilas.

Belum sempat Louis menyahut, Metha sudah langsung mengambil alih pembicaraan. "Aku nggak ngesrek kok, suer deh," ucapnya cengengesan seraya mengangkat kedua jari telunjuk dan jari tengahnya.

Olin memutar bola matanya malas. Ia harap Keira cepat datang, agar emosinya tak selalu memuncak akibat ulah Metha.

"Apalagi hal yang dilakukannya kali ini, Tuhan?" batin Olin.

Metha bersedekap seraya menjauhkan tubuhnya, kemudian memandang kedua insan yang bila di sandingkan akan terlihat serasi. Gadis itu menyipitkan matanya.

Sekilas Olin melirik cowok yang berdiri tegap di sampingnya. "Lo ngapain?" tanya Olin pada Metha ketika melihat gelagat aneh yang dibuatnya.

Alis tebal Louis terangkat sebelah, sorot matanya mengarah pada Metha. Aneh nih cewek, pikirnya seraya tersenyum kecil.

"Kalian cocok banget sih! Gue restuin deh lo ama Louis, Lin. Cocok banget soalnya! Nge-ship parah nih gue!" ujar Metha semringah sembari menghentak-hentakkan wedges yang ia kenakan pada lantai yang sudah beralaskan karpet merah.

Louis dan Olin saling beradu pandang lama, mimik muka Olin tampak canggung ketika manik mata Louis menatapnya lama. Cekikikan tawa Metha masih terdengar seolah tak mau berhenti membuat Olin merasa terganggu akan hal itu. 

"Nggak ada yang lucu, Metha!" ucap Olin dengan nada bicara penuh penekanan sehingga membuat Louis lebih memilih menyuggingkan senyuman daripada memecah tawa.

Sosok pria berkemeja hitam berjalan penuh bingung seraya celingak-celinguk di antara keramaian. Dengan sebelah tangan yang masih menggenggam erat jas merah maroon ia terus berjalan menyibak keramaian sembari mengalihkan sorot mata ke seluruh penjuru, berharap menemukan seseorang yang ia cari.

Raut wajah gelisah di iringi napas memburu tak membuat sorot mata para gadis beralih darinya. Mereka menatap pria itu penuh kagum, saling berbisik-bisik seraya senyum-senyum menggelikan, beberapa dari mereka bahkan memberanikan diri untuk menyapa meski tak dihiraukan, banyak dari mereka yang terheran-heran ketika melihat mimik wajah serta penampilan pria itu yang sudah tak rapi lagi.

Kelopak mata Louis sedikit menutup, ia menghela napas lega karena orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang jua.

Louis melambaikan tangan seraya bersorak memanggil nama Regan agar pria itu segera menghampirinya.

"Lo kenapa?" tanya Louis ketika Regan telah berdiri di depannya.

Terselip rasa bersalah pada iris matanya, kedua tangannya terkepal kuat  menunjukkan amarah yang terpendam, matanya terpejam lama, ingatannya seolah melayang menghantarkan memori akan kejadian beberapa menit yang lalu. Memikirkan gadis itu membuatnya benar-benar stres, ia membenci hal itu. Ia membenci sebuah kata penolakan yang di ucapkan oleh gadis itu. Dia terlalu egois, menolak penjelasan yang seharusnya didengar lalu diresapi perlahan agar pikiran dan hati mengerti maksud dari perbuatan yang sekilas mata tak berarti.

Olin dan Metha ikut memandang Regan, memperhatikan mimik wajah pria itu. Ingin bertanya tapi tidak enak, karena memang belum terlalu kenal.

"Eh, Regal my friends! My sohib, my bro!" sapa Justin yang baru saja mendekatkan diri menghampiri Regan bersama Melona, sang pujaan hati.

Regan mengalihkan pandangannya menatap kedua insan yang tengah bermesraan di depan mata. Sedangkan Louis hanya bisa menghela napas lega, sekilas melempar senyum ketika ia beradu pandang dengan gadis di sebelahnya.

"Aelah, sok asik lo nyet!" timpal cowok yang berdiri tak jauh dari mereka.

Justin melirik cowok itu sinis seraya mengeratkan rangkulannya pada pinggang ramping Melona. "Cih, sewot amat yang jomblo. Iri bilang babu!" tukas Justin memutar bola matanya malas.

"Anjir! Seenaknya lo bilang babu, dasar monyet nggak tahu diri!" timpal Alan sebal.

"Jadian berkat ngemis cinta aja bangga!" ledek Bima bersuara, berhasil memancing tawa dari sejumlah orang yang mendengar.

Justin hanya bisa mengelus dada sabar.

"Mana gandengan lo?" tanya Justin pada Regan tiba-tiba.

"Pacar yang kemaren mana, sohib?"

Speechless.

To Be Continue..

Silahkan tinggalkan jejak! Btw, thankyou ya buat yang udah sempatin baca:)

Really LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang