Chapter : 14

531 147 174
                                    

SUNYI seakan lenyap dari kamar gadis bernama Keira, kini kamarnya sangat berisik dengan teriakan-teriakan Metha yang histeris. Keira hanya bisa geleng-geleng kepala melihat reaksi temannya yang begitu lebay.

Tapi tunggu dulu, siapa coba yang tidak heboh ketika tahu bahwa Keira di cium oleh Regan dan bahkan cowok itu membawa Keira bertemu dengan mamanya memperkenalkan Keira sebagai pacar. Respon yang ditunjukkan oleh mama Regan sangat antusias, bahkan Keira malah dicap sebagai cewek pertama yang bisa meluluhkan hati anaknya. Huh, memangnya ada apa sih dengan Regan? Selalu saja dibanggakan kalau pintar sih tak apa, ini? Pintar berantem sih iya.

"KEIRA SUMPAH NIH YA, BERIBU-RIBU PERSEN GUE IRI BANGET SAMA LO!!!"

"Ish, lebay banget sih lo Met!" Olin kesal melihat Metha yang terus-terusan berteriak-teriak di dekat kupingnya.

"Biarin! Oh iya Kei, secara nggak langsung nih ya lo udah dapet lampu ijo tuh dari mamanya my lovely Regan!" ujar Metha beralih duduk mendekati Keira.

Keira menautkan alisnya tak mengerti maksud dari ucapan Metha.

"Lampu ijo? Memangnya rambu-rambu lalu lintas pake lampu ijo sgala!" ujar Keira dengan polosnya.

"Iiih bukan itu Keira, lo tuh gimana sih cantik-cantik oon,"

"Ya terus?" tanya Keira pada Metha.

"Maksud gue itu, karena respon yang ditunjukin sama mamanya Regan baik, berarti lo udah dapet restu dari mamanya Regan," Metha menjelaskan sementara Keira hanya mengangguk paham mendengar penjelasan Metha.

"Hmm, tapi Kei kalau si Regan itu ga serius sama lo terus kenapa dia pake acara nyium lo sgala? Ga mungkin dong dia nyium lo karena ngga sengaja?" Olin mencoba berpikir lebih dalam.

"Iya juga sih, atau jangan-jangan Regan itu beneran suka sama Keira? Alasan dia ngejadiin lo pacar pura-puranya cuma buat pdkt sama lo," ujar Metha yang ikut penasaran.

"Iih kalian tuh mikir apaan sih, males deh gue. Lagian nih ya, gue pacaran sama Regan itu cuma untuk acara pesta dansa itu ngga lebih," Keira berusaha menepis pikiran aneh teman-temannya.

"Haduhh Keira, dia emang bilang gitu ke elo, tapi dalam hati dan pikirannya tu ada maksud tertentu. Bisa aja yang dibilangin Metha itu bener kan, dia ngejadiin lo pacar pura-pura dengan tujuan ingin pdkt sama lo. Biasalah cowok, kalau udah suka sama cewek modusnya selangit agar pdktnya sukses!" ujar Olin.

"Tapi ya Lin, setahu gue Regan tuh ngga gitu kok," bela Metha.

"Metha dari mana lo tahu coba kalau si Regan ga kaya gitu ha? Disini gue makhlumi kalau lo itu fansnya Regan, tapi dimana-mana yang namanya cowok diawal pendekatan itu emang kaya gitu. Berbagai macam cara dia lakuin biar bisa deket terus jadian deh, tapi ujung-ujungnya juga ninggalin kalo ngga putus. Heh, dia yang memulai dia yang mengakhiri," ujar Olin geleng-geleng kepala.

"Lin," ujar Keira menatap Olin seakan memberi isyarat.

"Sorry!" ujar Olin mengerti dengan tatapan memohon yang ditunjukkannya. Mata itu seakan berkata bahwa luka lama tak mau diungkit kembali.

"Ga mungkin Regan suka sama gue, banyak kok cewek lain diluar sana yang lebih dari gue, terus kenapa dia suka sama gue? Kan ga mungkin banget!" kata Keira.

"Nggak ada yang ngga mungkin di dunia ini Kei!" ujar Metha semangat.

"Yaudahlah, gue ngga mau bahas itu lagi," pinta Keira pada kedua temannya.

Pintu kamar terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya telah berdiri menatap tiga orang yang sedang berada dikamar anaknya.

"Ayah pulang," ujar wanita paruh baya yang bernama Nia sambil tersenyum manis menatap anak kesayangannya.

"Mama serius?" tanya Keira menempatkan rasa bahagianya dengan senyuman semringah.

Nia hanya mengangguk dengan senyuman yang tak memudar.

Keira berlari menuruni tangga untuk menuju lantai dasar. "Ayah!!" teriak Keira saat melihat pria paruh baya yang tengah duduk santai pada sofa di ruang keluarga.

Pria paruh baya yang bernama Gibran itu sontak menoleh ke arah Keira lalu ia berdiri sambil tersenyum menatap putri kesayangannya. Keira berlari memeluk Gibran dengan erat, menunjukkan rasa kangennya.

Ayah Keira adalah seorang tentara, dia bertugas diluar kota hal itulah yang membuat Gibran hanya dapat pulang ke rumah dua kali sebulan untuk menengok istri dan putri kecilnya yang sekarang telah tumbuh menjadi gadis remaja.

"Gimana keadaan kamu?" Gibran mengelus puncak kepala Keira dengan penuh kasih sayang.

"Baik kok, ayah sendiri gimana?" tanya Keira masih senantiasa memeluk Gibran.

"Seperti yang kamu lihat ayah sehat," ujar Gibran mengecup puncak kepala Keira.

"Ayah Keira kangen!! Kenapa lama banget sih pulangnya?" rengek Keira seperti anak kecil.

To Be Continued..

Really LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang