MEREKA terhanyut dalam diam, belum ada yang membuka pembicaraan. Bahkan hanya suara ricuh angin yang mengisi, di tambah dengan suara abang-abang yang berdagang tak jauh dari mereka.
Keira terduduk pada gelondongan kayu yang tergeletak di pinggir danau, sementara Kafka berdiri menatap gelombang permukaan air danau yang tak henti-hentinya menghempas bebatuan.
Keira berdeham enggan membuka pembicaraan. Namun Kafka masih terdiam dalam lamunan.
"Tadi itu siapa?" benar dugaan Keira, Kafka pasti akan menanyakan hal itu.
Keira mendongak menatap Kafka yang ternyata juga menatap manik mata indahnya.
"Namanya Regan, dia teman sekolah. Emangnya kenapa?"
Tunggu, apa salah Keira memperkenalkan Regan sebagai temannya? Tapi benarkan Regan, cowok yang nyebelin itu adalah temannya bukan pacar. Ya meskipun dalam status palsunya Regan adalah pacar pura-pura.
Beberapa kali Kafka tampak mengangguk. "Nggak apa-apa. Gue cuma pengen tahu," alasannya.
Keira berusaha terlihat biasa saja, meskipun di dalam hatinya ia sudah tak sanggup menahan pesona Kafka. Dari dulu masih begitu, tak pernah berubah. Terlihat tampan dan apa adanya.
Gadis itu ikut memandangi danau, namun dari balik uraian rambutnya terukir senyum. Kenapa harus begini? Di tinggalkan tanpa mengucapkan kata pamit, seharusnya Keira menaruh amarah pada Kafka. Tapi ia tidak bisa seperti itu. Ia tak bisa bersikap egois terhadap perasaannya sendiri. Ia juga ingin marah dan membenci Kafka tapi hatinya berkehendak lain, hatinya tak ingin berkhianat.
"Lo marah sama gue Kei?" tanya Kafka menghampiri Keira lalu ikut duduk di samping Keira.
Ya Tuhan, kenapa jantung Keira semakin berdetak kencang ingin melompat keluar? Bahkan ia merasa ada banyak kupu-kupu yang sudah berterbangan liar dalam perutnya.
Keira menggeleng beberapa kali. "Sama sekali nggak pernah," jawab Keira lalu menatap balik manik mata Kafka.
Kafka mengukir senyuman dan saat itu pula desiran aneh menjalar di sekujur tubuhnya. Spontan ia ikut tersenyum. Apakah segitu besarnya pesona Kafka? Sehingga mampu membuat Keira ikut tersenyum saat ia tersenyum. Sesederhana itu kah cinta?
"Gue tahu lo kecewa, seharusnya lo bilang aja nggak perlu di tutupi Kei," Kafka membelai lembut rambut Keira.
"Awalnya gue kecewa kak, tapi semakin ke sini rasa kecewa itu udah hilang," jawab Keira jujur.
Gadis itu tidak bohong, awalnya ia memang sempat kecewa tapi karena pertemuan ini rasa kecewa itu perlahan hilang tak membekas. Mungkin itu semua karena rasa cinta Keira yang teramat besar terhadap Kafka sehingga mampu menutupi semua luka yang telah tergores di hatinya.
"Maaf karena udah ninggalin lo tanpa kepastian. Mungkin, maaf aja nggak berguna di bandingkan dengan luka yang ada di hati lo—" ucapan Kafka di potong oleh Keira.
"Gue udah maafin lo kok kak, udah nggak usah merasa bersalah gitu. Gue tahu lo nggak mungkin ninggalin gue kalau nggak ada urusan penting kan. Lagi pula hidup itu nggak selalu tentang pacar, masih ada yang lebih penting dalam hidup ini, nggak semuanya apa-apa harus pacar yang menjadi peran utama."
Ini yang dia suka dari Keira, selalu bijak dalam masalah apapun. Tidak pernah mengeluh dan protes meskipun hatinya terluka. Dia selalu cerdas dalam berpikir, tidak kekanak-kanakkan.
"Gue kagum sama lo. Selalu mengukir senyum di balik luka. Padahal tanpa lo kasih tahu gue juga tahu kalau lo itu terluka," Keira tersenyum kecil.
Kafka menyatukan jemarinya dengan Keira. "Maaf karena gue udah tega ninggalin lo tanpa kasih kabar apapun selama kepergian gue," ujar Kafka mencoba mulai menjelaskan perlahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Really Love
Teen Fiction"Karena ada banyak rasa yang tak perlu untuk di sampaikan."|| -Dari luka yang tak kunjung pulih. #Welcome to Really Love: Ini perihal hati yang berevolusi menjadi sebuah perasaan beku yang sulit terpecahkan. Perihal luka yang perlahan me...