NADYA berjalan terburu-buru dengan kedua tangan yang menopang beberapa buku tebal. Raut wajah gadis itu masih sama, dingin tak tersentuh.
Dia selalu menghabiskan hari-harinya dengan tumpukan buku-buku pelajaran. Mungkin bagi kebanyakan siswa belajar itu membosankan tapi bagi Nadya belajar itu menyenangkan. Apalagi jika mata pelajarannya adalah matematika dan fisika, akan sangat mengasyikkan baginya.
Nadya tidak akan pernah suka apabila kehidupannya diganggu dengan obrolan-obrolan yang tidak penting dan tidak bermutu. Ia tidak akan pernah peduli dengan yang namanya cogan, most wanted boy atau sebangsa orang-orang famous lah, karena bagi Nadya hidupnya ya hidupnya.
Sifatnya yang dingin dan ketus apabila berbicara, menyebabkan banyak orang yang ingin berteman dengannya lebih memilih pergi. Bahkan Nadya hanya memiliki tiga orang teman diantaranya Keira, Olin dan Metha, hanya itu. Walaupun begitu, tetap saja Nadya akan selalu menjaga jarak dari mereka.
Gadis yang satu ini tidak akan mau mencampuri urusan orang lain dan tidak akan pernah mau peduli tentang apapun yang mereka lakukan.
"Aduh, ini gimana sih?" ujar Nadya membenarkan posisi buku yang di bawanya agar tidak jatuh. Tanpa melihat ke arah depan tiba-tiba saja kaki Nadya tersandung dan terjatuh bersama buku-bukunya.
Lutut Nadya yang tergores lantai mengeluarkan sedikit cairan berwarna merah. "Awh," ringisnya berusaha menahan perih.
Untung saja jam pelajaran telah dimulai jadi tidak ada orang yang mengetahui, bahwa ia jatuh. Kan tidak lucu jika semua orang jadi menertawakan Nadya hanya karena jatuh.
Sebuah tangan terulur didepan wajah Nadya. Gadis itu mendongak menatap sang pemilik tangan, wajah Nadya berubah menjadi masam dan terkesan tidak suka saat melihat seseorang yang baik hati ingin membantunya berdiri. Nadya berdiri sendiri, mengabaikan uluran tangan itu.
Cowok itu tersenyum tipis, dia tahu bahwa Nadya tidak akan mau ditolong olehnya.
Nadya mengumpulkan buku-bukunya yang telah berserakan di lantai, lagi lagi tangan itu membantunya. "Gue bisa sendiri!" ucap Nadya ketus.
Pandangan cowok itu teralih pada sebuah cairan merah yang terus menetes dari lutut Nadya. Cowok itu membungkuk, menatap luka itu lebih lekat.
Sebuah tangan menarik lengan Nadya. "Ikut gue ke uks!" ujarnya namun Nadya sudah terlebih dahulu menepis tangan itu dari lengannya.
"Ga perlu!" ketusnya.
Cowok itu terdiam sejenak lalu berkata, "Sampai kapan lo mau jauhin gue? Ngga capek?" tanyanya saat Nadya telah membereskan buku-bukunya kembali.
Gadis itu diam tanpa menatap seseorang yang berdiri didepannya dengan beberapa pertanyaan yang diajukan padanya.
"Nad, gue ngerti perasaan lo bahkan sangat-sangat ngerti. Tapi apa lo nggak bisa ngertiin perasaan gue sekali aja?" tanyanya lagi.
"Ngertiin apa lagi sih? Semuanya udah berakhir dan buat apa lo nanya pertanyaan yang udah basi?"
"Bagi lo tapi enggak bagi gue. Semuanya masih butuh banyak tanda tanya, tapi lo malah memberinya dengan tanda titik, seolah-olah semuanya udah berakhir. Terkadang gue berusaha untuk mengerti semuanya walaupun kenyataannya gue sama sekali ga bisa mengerti," ujarnya mulai berjalan pergi melewati Nadya.
"Regan!" cowok itu menghentikan langkahnya. "Hapus semuanya! Hapus semua ingatan lo tentang gue," lanjut Nadya.
"Kenapa gue harus lakuin itu kalau hati gue nggak mau?" jawab Regan.
"Terserah, gue hanya ga mau lo nantinya menyesal karena pernah suka sama orang bodoh kaya gue!"
Alis Regan terangkat sebelah, ia memutar balik jalannya mendekati Nadya kembali. Tangannya meraih lengan Nadya, spontan gadis itu langsung menepisnya.
Regan menghela napas kasar lalu perlahan mulai bertanya, "Bodoh maksud lo?"
Nadya terlihat gugup, otaknya berputar memikirkan apa jawaban yang akan diberikannya? Ia menyesal karena telah mengakui dirinya bodoh pada Regan, Nadya kelepasan.
Andai saja Nadya bisa berkata, 'Bodoh karena gue pernah ngasih sebuah alasan yang sebenarnya bukan menjadi alasan utama gue ninggalin lo, itu hanya sebuah alasan yang gue buat untuk ngehindar dari lo. Gue yang terlalu gengsi untuk mengakui perasaan itu, gue yang lebih mementingkan ego dari pada rasa.'
Ingin bahkan sangat ingin ia katakan, namun rasa gengsi itu seakan masih menggebu-gebu di dadanya, egonya seakan menutup mulutnya dan memilih untuk bungkam.
Posisi mereka saat ini membuat Regan tak bisa melihat raut muka Nadya, namun cowok itu kembali berjalan dan sengaja berdiri tepat di depan Nadya.
Alis Regan terangkat sebelah, menantikan jawaban dari pertanyaannya.
Gadis itu tak berani menatap manik mata Regan, ia hanya menatap lantai yang menampakkan sepatu yang dikenakan Regan. Sepatu itu mengingatkan Nadya pada peristiwa tiga tahun lalu, saat acara ulang tahun Regan dan sepatu itu adalah hadiah darinya. Masa dimana ia saling tertawa bersama, tanpa pernah memikirkan rasa sakit setelah ada kata pisah.
"Jawab gue Nad, kenapa lo bilang kalau gue bakalan nyesel karena pernah suka sama lo?" tanya Regan lagi.
Seorang gadis datang dari arah yang sama dengan Regan, dari arah lapangan.
"Regan!!" panggilnya sedikit berteriak agar Regan mendengarnya. Spontan Regan dan Nadya menatap ke arah yang sama.
Gadis itu adalah Keira, gadis yang beberapa menit lalu baru saja diakui oleh Regan bahwa dia adalah pacar Regan.
Regan mengernyit heran melihat kedatangan Keira. Perasaannya urusan tadi sudah selesai dengan gadis itu, tapi kenapa dia malah nemuin Regan kembali?
"Apa?!" jawab Regan rada-rada ngegas. Ia jengkel saat gadis ini datang, padahal ia sangat ingin mengetahui jawaban dari Nadya.
"Ga usah ngegas segala deh, tuh lo dipanggil Pak Bambang!" ujar Keira rada-rada kesal.
Regan mengernyit, dan malah bertanya pada Keira, "Ngapain?"
"Yang pertama, tugas matematika lo minggu kemaren belum dikumpul segera kumpulkan! Dan yang kedua, gue ga tau karena Pak Bambang nggak ngasih tau dia cuma bilang ada urusan penting sama lo!"
Regan menghembus napas kasar, tiga detik kemudian ia berjalan menuju kelasnya, tanpa sepatah katapun terucap.
"Eh woi! Lo dengerin gue ngomong nggak sih? Main pergi-pergi aja! Pak Bambang nunggu lo di kelas gue 12 IPA 1 jangan lupa!" teriak Keira.
Pandangan gadis itu beralih pada Nadya, yang hanya berdiri kaku memegangi tumpukan buku-buku tebal. Keira bisa menerawangnya, Nadya pasti baru balik dari perpustakaan.
Mereka malah saling tatap-tatapan, namun detik berikutnya barulah Keira melemparkan senyum pada Nadya. Dan seperti biasanya Nadya hanya membalas senyuman itu dengan anggukan.
"Nad, kok kamu masih disini? Ke kelas yuk!" ajak Keira sedikit canggung.
"Hm," jawabnya dengan sebuah deheman lalu berjalan sejajar dengan Keira menuju kelas.
Dalam hati Nadya terus mempertanyakan, apakah Keira mendengar percakapannya dengan Regan? Keira berpikir macam-macam atau tidak ya?
Ingin bertanya, tapi mulutnya seakan berat untuk dibuka.
To Be Continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Really Love
Teen Fiction"Karena ada banyak rasa yang tak perlu untuk di sampaikan."|| -Dari luka yang tak kunjung pulih. #Welcome to Really Love: Ini perihal hati yang berevolusi menjadi sebuah perasaan beku yang sulit terpecahkan. Perihal luka yang perlahan me...