kalau disuruh pilih antara mereka berdua, kalian mau pilih siapa?
Kita semua berpegang pada katanya, membuatnya menjadi satu percaya yang entah ada benarnya atau tidak. Kita semua memegang teguh sesuatu dalam diri kita, yang sebenarnya juga tidak dapat memastikan apa yang akan terjadi di detik selanjutnya. Aku tidak bicara tentang kepercayaan, aku bicara tentang suatu pemahaman.
Seperti aku yang memahami bahwa dasarnya, yang namanya pertemuan itu adalah suatu introduksi untuk menyambut suatu nestapa bernama kehilangan nantinya. Seperti aku, yang dari dulu mengertinya bahwa cinta itu kata semu, tidak ada.
Seperti aku, yang selalu menghindar dari semua itu demi melindungi diriku dari sebuah rasa sakit yang akan datang di kala waktunya nanti, karena buatku, hal itu mustahil untuk dihindari. Menyaksikannya saja membuatku sakit, aku enggan.
Tapi nyatanya aku ini bukan seseorang yang teguh, pemahamanku berantakan ketika melihatmu malam itu. Agak geli, tapi kamu memang terlihat bersinar. Ketika aku terperangkap dalam kelereng obsidian itu, pemahamanku tentang cinta dan jenisnya hancur berkeping keping.
Disertai debaran di dada, malam bandung di warung makan dimsum, diiringi lagu Saudade, aku melihatmu tersenyum. Malam itu untuk pertama kalinya aku bilang kalau
Aku mau kamu
halo! ini biya!
atau nana, atau apapun yang nyaman buat manggil namaku, terserah hehehe
selamat datang di universe Kulminasi Ilusi.
terimakasih sudah datang, dan beri banyak cinta untuk kisah sederhana terlampau biasa yang aku coba kemas supaya enak dibaca.
anyways, selamat membaca!
satu klik pada bintang atau feedback berupa komentar, sangat membantu buat aku untuk berkembang, jadi aku tunggu ya,
terimakasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Ilusi
Fanfiction[Completed] Dia punya banyak mimpi yang ingin diwujudkan sebelum waktunya habis, aku adalah puncak mimpinya yang paling tinggi.