Song to listen : Kamu dan Kenangan by Maudy Ayunda
"Siapapun dan dimana pun kamu, semoga sampai pada bahagiamu ya?"
Sunyi mungkin adalah satu dari sekian kata yang bisa menggambarkan keadaan kamar milik Sore pagi ini. Cahaya matahari sudah mulai masuk dari jendela kamarnya, namun sang pemilik kamar masih setia berdiam di balik selimut tebal nan hangatnya. Rasanya seperti dipeluk, enggan untuk bangkit.
Sudah berkali kali Sore memejamkan mata dan bangun dengan pengharapan bahwa semua yang terjadi adalah mimpi. Namun sayang, semuanya nyata. Kehilangan Rega, adalah hal yang nyata.
Air mata Sore jatuh lagi, entah sudah berapa kali ia menangis sejak pulang dari Yogyakarta dua hari lalu. Gadis itu seakan enggan melanjutkan harinya, hanya berdiam di kamarnya dalam balutan selimut tebal. Mencoba meyakini diri kalau yang kemarin terjadi tidaklah nyata.
Ia tidak mau kehilangan Rega, tidak mau.
Wage pun sudah berkali kali membujuk anaknya untuk bangkit, atau minimal mengisi perutnya. Namun makanan yang ia sediakan di meja belajar anak gadisnya itu, jangankan dimakan, disentuh pun tidak. Sore benar benar membuatnya khawatir.
Wage sepenuhnya mengerti kalau kehilangan bukanlah hal yang sederhana. Dulu, ketika kehilangan istrinya, Wage pun merasa dunianya seakan berhenti. Rasanya seperti setengah nyawanya ikut terbawa bersama Sekar.
Wage masih ingat betul hari itu, Sekar pergi meninggalkannya berdua bersama Sore. Wage dulu bingung, bagaimana ia bisa menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak tercintanya kalau rasanya untuk hidup saja ia enggan.
"Re," panggil Wage dari pintu kamarnya, "makan nak, udah dua hari enggak makan, nanti sakit".
"iya,"
"dari kemarin iya iya aja, tapi enggak dimakan," kata Wage.
"enggak lapar," jawab Sore singkat.
Wage menghela nafas dalam kemudian melangkah menuju sisi ranjang Sore. Ia berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah putrinya. Wage meringis melihat wajah pucat anak itu, sedikit mengingatkannya pada keadaannya setelah ditinggal Sekar dulu.
"sakit ya?" tanya Wage sambil mengusap rambut Sore penuh sayang.
Sore menatap mata Wage, berusaha menjelaskan sakit yang ia rasa. Sungguh rasanya sangat sesak, Sore tidak kuat. Ia mengangguk sebagai jawaban dengan air mata yang kembali jatuh dari matanya.
Wage tersenyum tipis kemudian membawa anaknya ke dalam pelukan. Tentu saja Wage mengerti, putrinya pasti sangat terpukul karena kehilangan orang yang disayang. Sore masihlah anak kecil di mata Wage, dan anak ini harus mengalami pahitnya kehilangan, sungguh kejam dunia.
"ayah," isak Sore.
"anak ayah," kata Wage sambil mengusap punggung anaknya.
Sore tidak menjawab, ia menenggelamkan wajahnya di dada ayahnya dan kembali menangis. Sebenarnya sudah terlalu banyak ia menangis hingga sakit kepala. Akan tetapi Sore tidak bisa menahannya.
"nak, dunia itu fana, termasuk segala sesuatu yang ada di dalamnya," kata Wage, "segala hal yang ada di dunia, bahkan raga dan jiwa kita itu bukan punya kita, jadi pasti suatu saat pemiliknya minta dikembalikan".
"ayah,"
"termasuk Rega, Rega itu hal indah yang dipinjamkan Tuhan buat kamu," kata Wage, "dan sekarang, Tuhan sudah minta Rega kembali Re".
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Ilusi
Fiksi Penggemar[Completed] Dia punya banyak mimpi yang ingin diwujudkan sebelum waktunya habis, aku adalah puncak mimpinya yang paling tinggi.