Song to listen : Garis Terdepan by Fiersa Besari
kalau aku bisa tukar tempat sama dia, aku lakuin, asal kamu senyum lagi
-GentaKeadaan di koridor rumah sakit dini hari ini sunyi, semua orang yang ada disana seperti tenggelam dalam fikirannya masing-masing. Begitu pula dengan Sore yang tidak berhenti menangis sambil bersandar pada bahu Naren. Sungguh ia takut bercampur khawatir, karena sudah lima jam dan Rega belum juga membuka matanya.
"Re, pulang gih, kan ada yang jagain Rega disini kita kita," kata Naren.
Sore tidak menjawab, ia hanya menggeleng pelan kemudian kembali menangis walaupun sebenarnya air matanya sudah mengering. Serangan paniknya juga belum sepenuhnya hilang karena jantungnya masih berpacu dengan cepat. Tangannya bergetar, fikirannya kosong dan kepalanya sedikit sakit.
Sore takut kerumunan, atau lebih tepatnya takut dikerumuni. Dikerumuni seperti itu membuatnya mengingat memori buruknya sepuluh tahun lalu. Ketika dirinya berada di ambang kematian, namun orang orang hanya mengerumuninya tanpa berbuat apa apa. Semenjak itu, setiap ada orang yang mengerumuninya, jantungnya akan berdegup dengan kencang, pengelihatannya memudar dan dadanya sesak.
Melihat keadaan Sore, Genta juga jadi ikut khawatir rasanya. Gadis itu terus terusan menangis, Genta juga bertaruh kalau Sore belum memakan apapun dari kemarin. Genta membuka ponselnya, masih dengan layar kunci yang sama, untuk melihat jam. Ternyata waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
Dengan sedikit nyali yang ia punya, ia melangkah ke arah Sore kemudian berjongkok di hadapannya. Pemuda itu menggenggam kedua tangan Sore yang masih bergetar. Dari wajah gadis itu, Genta bisa melihat rasa sedih dan takut yang mendalam, Genta tidak tega.
"Re, enggak apa apa deh enggak pulang, tapi makan dulu ya?" ajak Genta.
Sore menggeleng, "enggak mau, kalau Rega bangun terus aku enggak ada gimana?" katanya sambil terisak.
Genta menghela nafasnya, "sebentar aja, kan ada Naren, Laiv, Rai sama Erlan, kamu makan dulu sama aku ya?" katanya, "please? Kalau Rega bangun terus tahu kamu belom makan, nanti dia marah lho ya? makan ya?"
"bener, sok jangan heuras gini Re, makan dulu sama Genta, nanti kalau Rega bangun terus lihat kamu acak acakan gini dia sedih juga," kata Naren. (heuras = keras jadi maksudnya jangan keras kepala gitu)
Ajaib, gadis itu luluh. Sore mengangguk pelan kemudian bangkit dari duduknya. Melihat wajah Sore yang sembab, Genta meringis. Matanya bengkak dan wajahnya memerah. Genta tersenyum tipis, kemudian menghapus jejak air mata gadis itu yang masih jelas di tercetak pipinya.
"anak baik, ayo,"
Sore tidak berkata apa apa ketika Genta menggenggam tangannya sambil melangkah di koridor rumah sakit yang sepi. Begitu pula Genta, ia tidak berbicara apa apa, hanya fokus pada jalan di depannya. Seolah, baik Genta maupun Sore, keduanya terlarut dalam fikirannya masing masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Ilusi
Fanfiction[Completed] Dia punya banyak mimpi yang ingin diwujudkan sebelum waktunya habis, aku adalah puncak mimpinya yang paling tinggi.