Song to Listen : Lintasan Waktu by Danilla
"dunia yang jahat, merebut senyum anak tak tahu apa apa"
Namanya Genta Bagaskara Lazuardi, lahir di Ibu Kota pada bulan ke empat tanggal dua puluh tiga. Anak dengan beribu sanjungan, dari mulai paras tampannya, cerdasnya dan baik tutur katanya. Yang kalau hanya dilihat dari satu sisi, sudah pasti jadi anak anak kebanggan keluarganya. Bahkan, tak sedikit anak anak tetangga di sekitar rumahnya yang mengeluh karena ibunya membandingkannya dengan Genta.
Namun, yang terlihat di luar, tidak selamanya selaras dengan apa yang sebenarnya terjadi. Seperti Genta yang terlihat memiliki kehidupan yang sempurna, dari mulai dirinya hingga keluarganya, semuanya sempurna. Lagi, semua itu hanya apa yang terlihat, yang ada di dalamnya, tidak seperti itu.
Hidup yang terlihat impian bagi semua orang seperti berada di tangan Genta itu nyatanya hanya semu. Yang difikir Genta akan dapat limpahan kasih sayang karena kesempurnaannya itu hanya ilusi belaka. Nyatanya, lebih sering pukul dibanding peluk yang ia dapat. Nyatanya, lebih banyak acuh yang diterimanya. Ternyata, Genta pun sama, mengidamkan hidup yang katanya impian itu.
Sederhana, pinta Genta kecil setiap selesai sembahyangnya benar benar sederhana. Genta kecil hanya meminta Papa untuk berhenti memukulnya. Genta kecil hanya meminta Mama tersenyum padanya seperti mama tersenyum pada Luna. Genta kecil hanya ingin mencoba kue kue di meja tanpa harus dimarahi setelahnya karena ternyata kue kue itu diperuntukkan untuk adiknya.
Genta pernah marah pada Tuhan karena tidak kunjung mendengar do'anya. Pukulan pukulan dan sikap dingin itu masih ia terima setelah bertahun tahun ia meminta. Genta bahkan berkali kali berfikir untuk menyerah pada hidupnya, namun Tuhan maha tahu, hari ini dikabulkan pinta pinta yang selalu Genta panjatkan.
Tidur di rangkulan Mama yang sama sekali tak pernah Genta pinta pun ia rasakan hari ini. Pantas saja banyak sajak diluar sana bilang kalau peluk ibu adalah candu. Benar, bukan hanya bualan semata, hangat rasanya, lebih nyaman dari tempat mana pun di dunia.
"Genta enggak tidur?" tanya Mama.
"enggak, Genta senang banget sampai enggak bisa tidur," kata Genta.
"ada yang mau Genta lakuin?" tanya Mama.
Genta kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju rak buku yang jadi tempat berjejer buku buku karya Airin dengan rapi. Ia mengambil beberapa buku itu kemudian menyerahkannya pada Airin.
"Genta selalu nunggu nama Genta ada di ucapan terima kasih disini," kata Genta, "karena enggak ada, Mama tanda tangan ya?"
Airin tertawa pelan kemudian membuka lembar tempat ucapan terimakasihnya di cetak. Ada ada saja pinta Genta ini, walaupun Airin nampaknya senang ketika tahu Genta selalu membeli karya karyanya dengan uang milik Genta sendiri.
Genta memang mandiri, sejak dulu ia selalu bisa melakukan apapun sendirian. Entah karena terpaksa dewasa karena keadaan atau memang pemikirannya yang luar biasa, Genta selalu bisa mengandalkan dirinya sendiri. Kecuali dalam urusan bersandar pada hidup, Genta akui ia memang butuh sandaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Ilusi
Fanfiction[Completed] Dia punya banyak mimpi yang ingin diwujudkan sebelum waktunya habis, aku adalah puncak mimpinya yang paling tinggi.