Song to Listen : Denial by Young Kaiju
"keluarga itu, rumah"
-SoreSelimut tebal yang nyaman dan hujan rintik kecil diluar membuat Sore makin ingin berlama-lama tinggal di kasurnya. Kemarin, ia sempat begadang untuk mengerjakan tugas kuliahnya dan hampir bermalam di kampus. Akan tetapi ayahnya tiba tiba datang untuk menjemputnya dan jadilah ia berselimut tebal diatas ranjang kesayangannya.
"Teh Re, sombong ayeuna mah," (Teh Re, sombong sekarang)
Sore hanya bisa pasrah ketika tubuh yang mungkin dua kali lipat menimpa tubuhnya. Dari wangi buah melon yang menyapa hidungnya, Sore sudah tahu siapa oknum yang tiba tiba menindih dan memluknya tiba tiba itu. Siapa lagi kalau bukan si manja bertubuh besar, Sadan.
Dia Jainendra Sadan Adhi, anak terakhir dari Adhi bersaudara, adik kandung dari Narendra Lingga Adhi. Si manusia tujuh belas tahun dengan tubuh bongsor, namun kelakuan serupa hello kitty terutama jika sudah berhadapan dengan Sore. Manusia yang garang kalau di sekolah, tapi sukanya merengek minta ditemani ke kamar mandi di malam hari atau merajuk ketika ingin membeli makanan kebangsaan Adhi bersaudara ditambah Sore, martabak.
"apasih Dan ah ganggu aja, ngantuk," kata Sore sambil menyingkirkan tubuh Sadan yang menimpanya.
"tuh kan sombong, Adan sakit hati ah Teteh meni begitu," kata Sadan sambil memeluk Sore lebih erat lagi.
"Dan ya gusti, eungap," rengek Sore. (Dan ya gusti, sesak)
"nah kan, jeung si Adan ai sama Aa gimana," (nah kan sama si Ada, kalau sama Aa gimana)
Sore hanya bisa berpasrah ketika si sulung Adhi memasuki kamarnya dan ikut ikutan Sadan untuk mengerubunginya. Niat hati ingin tidur di pagi yang dingin ini malah gagal karena kedatangan si sulung dan si bungsu keluarga Adhi. Sore tahu, si tengah tidak akan datang karena Naren mungkin lebih memilih untuk tinggal bersama tiga bujang penghuni kos pak Kardi.
Mungkin karena satu darah, kelakuan sulung dan bungsu Adhi terlampau mirip. Seperti bagaimana Gasendra Jefri Adhi yang merupakan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan yang terlihat garang dan menawan di mata adik tingkat, teman seangakatan dan bahkan kakak tingkat itu malah bersikap manis dan sok imut di depan Sore. Mahasiswa tingkat tiga jurusan Teknik Lingkungan itu bahkan bersikap lebih protektif dibandingkan Naren. Konon katanya, sikapnya yang seperti itu karena Jefri yang menginginkan adik perempuan, malah mendapat dua adik laki laki, minim akhlak pula.
"Re, kamu deket sama anak sipil ya? Nu judes kitu beungeutna," tanya Jefri. (Re, kamu deket sama anak sipil ya, yang jutek gitu mukanya)
Sore membuka matanya kemudian terduduk, menatapi dua Adhi bersaudara itu bergantian, "siapa? Genta?" tanya Sore.
"iya kali, Aa liat ya waktu kamu dibonceng malem malem sama dia," kata Jefri setengah merajuk.
Sore memutar memorinya ke hari Rabu dua minggu yang lalu, memang ia pulang ke tempat kost diantar Genta karena kebetulan ada tanding badminton persahabatan antara jurusannya dengan jurusan Genta. Hari itu Genta maju menjadi pemain sedangkan Sore yang harus pasrah berjaga karena titah kakak tingkatnya untuk menyiapkan konsumsi. Beruntung waktu itu Genta mau mengantarnya ke tempat kost, juga sedikit menyimpang ke warung nasi goreng karena perut mereka berdua sama sama berteriak minta diisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulminasi Ilusi
Fanfiction[Completed] Dia punya banyak mimpi yang ingin diwujudkan sebelum waktunya habis, aku adalah puncak mimpinya yang paling tinggi.