Suara dan Detakan

772 152 28
                                    

Song to Listen : That Night by Kevin Ruenda

Song to Listen : That Night by Kevin Ruenda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"kayanya saya lagi error"

-Karega

Do'a Rega selepas ibadah maghrib ia tutup dengan mengusapkan kedua telapak tangannya di wajah, setelah itu ia melipat sajadahnya dan menaruhnya dengan rapi. Rega beranjak ke arah cermin yang terpasang di lemari pakaiannya. Tangannya menyambar cardigan biru yang tergantung di gagang pintu lemari dan memakainya, membalut kaus putih polos yang sudah ia kenakan sebelumnya.

Rega kemudian mengambil kacamatanya dan memakainya, mengecek kembali wajahnya sebelum akhirnya mengambil ransel hitam sedangnya. Matanya beralih pada setangkai mawar yang tergeletak di meja belajarnya. Ia mengambilnya, kemudian menaruhnya di kantung kecil di sisi kiri ranselnya.

Setelah dirasa siap, ia berjalan keluar kamarnya dan mendapati ketiga temannya sedang duduk duduk santai di karpet. Ada banyak sekali cemilan disana. Rega pun berjalan ke arah mereka kemudian ikut duduk dan mengambil satu bungkus cemilan.

"weih tamvan begini uy," ejek Erlan sambil mengunyah beng beng.

"ya kali aja ada yang nyangkut atuh auwwww," kata Naren dramatis.

"nanti kabar kabarin kalo dapet," kata Genta sambil tertawa.

Rega hanya menatap ketiga temannya itu dengan tatapan tidak percaya secara bergantian, bahkan Genta pun sepertinya sudah tertular virus jahil Erlan dan Naren. Rega hanya mengangkat bahu kemudian mencomot lagi beberapa camilan. Rega tidak tertarik, atau lebih tepatnya menahan diri dari tertarik atas segala urusan cinta cintaan seperti itu.

"ngaco," kata Rega, "udah ya, saya pamit dulu".

"enya hati hati, kalo bisa balik bawa martabak nya," kata Erlan.

Rega mengangguk kemudian beranjak dari duduknya ke bawah sambil memutar mutar kunci motor di ujung jari telunjuknya. Ia mengambil motor vespa putih tulangnya kemudian menyalakannya dan memecah jalan Bandung sore itu. Mata Rega yang berada di balik kacamatanya disuguhi dengan pemandangan lampu lampu kota yang hangat, membuatnya sedikit rindu pada kampung halamannya.

Di Jogja, malam malam begini identik dengan warna warni lampu jalan, apalagi ada mobil menyala di Alun Alun Jogja. Biasanya malam minggu ia dan ibunya, kadang dengan ayahnya bermain main di alun alun. Walaupun sudah tinggal disana sejak lahir, Rega tidak merasa bosan sama sekali.

Buat Rega, waktu dan momen itu terpenting. Sebisa mungkin kita harus menghargai apapun yang kita lalui, karena kita enggak akan pernah tahu kapan terakhir kali kita bisa melakukannya. Bagi Rega, buat momen yang sekarang terjadi adalah yang terbaik, karena bisa jadi ini adalah yang terakhir.

Tak lama, Rega sampai di sebuah cafe indoor dengan nuansa rustic yang kental. Ia menaruh helmnya kemudian masuk ke cafe tersebut. Ternyata, tempat ini sudah mulai agak ramai. Akhirnya ia memilih tempat duduk di tengah, di sebelah tempatnya ada dua orang perempuan yang sedang mengobrol. Rega tersenyum sekilas kemudian duduk di tempatnya.

Kulminasi IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang