Three

3K 125 13
                                    

Aurel menggeliatkan tubuhnya saat merasakan ada tangan kekar yang melingkari pinggang rampingnya. Aurel merasa terusik dengan kehadiran orang yang tiba-tiba memeluknya dan menyembunyikan kepalanya di caruk leher Aurel. Aurel kemudian membalikkan badannya dan membuka matanya secara perlahan. Hampir saja ia akan berteriak jika orang itu tidak langsung membekap mulutnya.

"Sssttt...ini aku. Ariel"bisik cowok itu.

Aurel menghela nafasnya lega ketika tahu bahwa orang itu ternyata adalah Ariel.

"Mau ngapain? Udah gini aja,enak. Pelukan"bisik Ariel. Semakin mengeratkan pelukannya terhadap Aurel.

Aurel mendengus. Sekuat tenaga ia menyingkirkan tangan Ariel dari pinggangnya. Setelah berhasil,cewek itu pun duduk bersila di atas ranjang.

"Apaan sih! Aku ini masih marah sama kamu!"ketus Aurel menyedekapkan tangannya didepan dada.

Ariel menghela nafas berat. Ia pun akhirnya memutuskan untuk duduk bersila dan berhadap-hadapan dengan Aurel.

"Masih marah ya,"Ariel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Iya lah. Gara-gara kamu tangan aku merah,nih!"dengan kesal Aurel memperlihatkan tangan kanannya yang tampak memerah bekas cengkeraman kuat dari Ariel siang tadi.

"Maaf"

"Maaf doang? Cih,gak sebanding dengan rasa sakit aku"ucap Aurel tersenyum pahit. Jujur ia tak suka jika Ariel sudah bersikap kasar dan semena-mena seperti ini.

"Iya udah sini aku tiupin tangannya"Ariel meraih tangan kanan Aurel. Kemudian ia mulai meniup-niup tangan Aurel yang memerah. Ia juga mengecupi tangan Aurel beberapa kali. Dalam hati ia merutuki kebodohannya yang tidak bisa menahan emosinya. Emosi yang selalu berakhir dengan menyakiti Aurel.

Melihat Aurel yang sudah mulai berkaca-kaca,Ariel menarik Aurel kedalam pelukannya. Ia mengusap punggung Aurel dengan lembut. Membiarkan Aurel akhirnya menangis di dada bidangnya. Sungguh Ariel sangat benci melihat Aurel menangis seperti ini. Hatinya merasakan sakit berkali-kali lipat jika melihat genangan air mata di pipi putih Aurel.

"Jangan nangis,Rel. Aku mohon"ucap Ariel dengan suara lirih.

"Kamu yang selalu buat aku kayak gini!"tangisan Aurel kian menjadi. Jika tengah seperti ini ia selalu berfikir apakah Ariel benar-benar mencintainya? Jika iya,kenapa Ariel selalu menyakitinya fisik maupun batin? Apa teori cinta di mata Ariel memang seperti ini? Cinta yang disalurkan lewat rasa sakit.

"Maaf, sayang. Aku emang gak bisa kontrol emosi aku tadi siang"

"Kamu selalu kayak gitu! Emosi,kamu ngelampiasinnya ke aku!"sentak Aurel.

"Nggak Rel. Nggak gitu"Ariel mengurai pelukannya. Ibu jarinya bergerak untuk menghapus air mata Aurel. Kemudian ia menangkup wajah Aurel yang terasa pas di telapak tangannya.

"Berhenti nangis! Aku gak suka"tegas Ariel.

"Berhenti sakitin aku Riel. Teori cinta itu nggak kayak gini"lirih Aurel mati-matian menahan air matanya agar tidak kembali keluar.

"Dengerin aku baik-baik. Aku nggak akan kayak gitu kalau kamu gak mancing kemarahan aku. Kamu tahu gimana aku. Aku paling gak bisa nahan emosi ku kalau udah ada sangkut-pautnya sama kamu"Ariel menatap iris mata cokelat Aurel yang jernih itu dengan lekat.

"Mancing kemarahan kamu? Emang aku ngelakuin apa?"

"Di kantin tadi"

Mengingat itu semua,Ariel menurunkan tangannya dari wajah Aurel dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jujur ia merasa sakit hati karena kejadian di kantin tadi siang. Ia memang iblis,tapi hatinya tak sekuat itu jika sudah menyangkut tentang orang-orang yang ia sayangi. Apalagi itu Aurel.

My Psychopath BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang