"Dari mana?"
Kedatangan Ariel di sambut oleh pertanyaan Aurel begitu ia membuka pintu dan berjalan masuk. Ia tak menemukan keberadaan Mely maupun Putra disana. Yang ia lihat hanya Aurel yang tengah menatapnya datar. Ariel mengernyit. Ada apa?
"Aku—"
"Dari mana? Langsung jawab ke intinya. Aku gak mau denger basa-basi"Aurel menyela.
"Aku tadi—"
"Jawab jujur! Aku gak butuh kebohongan"
"Bisa jangan menyela ucapan ku?"Ariel menatap Aurel heran sekaligus kesal. Aurel ingin ia menjawab pertanyaannya dengan jujur, tapi ucapannya selalu di sela. Bagaimana Ariel akan menjawab?
Aurel tak menjawab. Ia menatap Ariel seolah meminta Ariel untuk menjawab pertanyaan awalnya.
"Aku dari rumah—"
"Aku kan minta kamu buat jujur!"kesal Aurel.
"Dan aku juga minta kamu buat gak motong ucapan aku"balas Ariel. "Dengerin dulu makanya aku dari rumah siapa dulu"
"Yaudah dari rumah siapa?!"tanya Aurel ngegas.
"Rumah Luna. Kamu kenapa, sih? Kok jadi sensi gini? Apa lagi mens?"tanya Ariel tanpa gugup sedikit pun saat mengatakan mens. Ia berjalan mendekati Aurel.
"Nggak. Aku udah mens pas awal bulan"
"Terus?"
"Ya kamu pergi gitu aja tadi. Gak ngomong apa-apa dulu. Main ngilang aja. Aku, kan, kesel"celoteh Aurel mengerucutkan bibirnya kesal. Ariel terkekeh. Ia tadi memang salah karena pergi tanpa memberi tahu Aurel terlebih dahulu. Ternyata ini alasan Aurel misuh-misuh tidak jelas—karena ia pergi tanpa izin. Ia sudah menduga-duga hal yang berbau negatif tadi. Sudah berpikir yang tidak-tidak.
Ariel mengusap kepala Aurel dengan lembut. "Tadi buru-buru. Maaf, ya"ucapnya tulus.
"Iya. Terus gimana keadaan di rumah Luna?"
"Udah bisa kamu tebak. Aku ikut sedih lihat keluarga Luna yang keliatan terpukul banget. Apa lagi tadi aku liat adiknya nangis histeris"
"Hem aku jadi kepikiran deh. Kenapa Luna bisa jatuh kesana? Setahuku itu bukan jalan pulang ke rumah Luna"
Ariel mengedikkan bahunya acuh.
"Nggak paham juga. Udah kamu gak usah mikirin yang aneh-aneh. Mending fokus sama kesehatan kamu aja""Aku pengin pulang. Gak mau disini"keluh Aurel.
"Pulang?"
"Iya"
"Nanti kalau udah sembuh"
"Aku udah sembuh kok"sahut Aurel cepat.
"Belum, Rel. Kamu masih harus di rawat"
"Tapi aku gak betah disini"
"Kan ada aku. Aku bakal disini terus nemenin kamu"
"Tetep aja aku pengin pulang. Ayok, dong, Riel, bujuk dokter nya biar aku di suruh pulang"ucap Aurel menarik-narik kaus putih yang Ariel kenakan. Ia memasang pupy eyes nya agar Ariel mau menuruti keinginannya.
Ariel menghela nafas panjang. Ia menatap Aurel dengan satu alis terangkat.
"Kamu pikir aku bakal luluh, hm?"tanya nya.
Aurel mendengus. Ekspresi menggemaskan nya berubah menjadi ekspresi kesal yang kentara.
"Disini nyampe sembuh, ya. Nanti habis itu kita ke Gramedia. Aku beliin novel buat kamu. Kamu bebas pilih novel apa aja yang kamu suka, aku yang traktir. Gimana?"tawar Ariel.
![](https://img.wattpad.com/cover/211712549-288-k665020.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psychopath Boyfriend
Teen Fiction(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA, PEMIRSA!!) Jangan lupa bersedekah dengan cara memberi vote dan komentar di cerita ini:) Ariel Prayudha. Pria tampan dengan semua sikap misteriusnya. Terkadang ia bisa bersikap seperti malaikat yang mampu membuat se...