07. Goyah

2.4K 245 1
                                    

Lisa membuka pintu kedai tersebut, menyebabkan aroma kopi menyeruak merilekskan beban pikiran gadis cantik itu. Nuansa tradisional itu memberi kesan baik untuk Lisa.

Alunan musik yang terdengar slow itu bisa membuat Lisa makin merileks. Dengan pelayan yang ramah juga tempat duduk dari kayu bisa menambah kesan aesthetic pada kedai itu.

Untuk pandangan pertama, Lisa menyukai kedai ini.

"Kak Irene bisa ya buat gue langsung suka sama kedai ini," celetuk Lisa yang mendapat respon kekehan kecil dari kakak kelas di sebelahnya.

"Dari luarnya aja terkesan jelek, taunya dalamnya bagus gini. Coba aja kalau luarnya di renovasi, pasti laris terus. Apalagi harganya sesuai dengan harga pelajar," sahut Irene menjelaskan. Lisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Mereka berdua duduk di salah satu bangku berhadapan, memesan secangkir kopi hangat.

"Kenapa lo?" tanya Irene langsung pada intinya.

Kakak kelas hits itu memang agak terkenal galak dan langsung nyeplos, tapi bagi Lisa yang mengenal Irene dan dekat dengan Irene dari masa SMP, Irene itu mengesankan. Untung saja Suho, pacarnya, bisa betah dengan Irene.

"Kak, lo kenal Kak Hanbin?" tanya Lisa membuat Irene terdiam sesaat, mencoba mengingat.

Irene mengerjap, "Lah temen sekelas gue tuh. Kenapa dah? Nyepik lo?"

Lisa menegakkan tubuhnya, "Nyepik sih enggak," kata Lisa merendahkan intonasi.

Lisa merapatkan bibir sesaat, "Kak Hanbin tuh cuman nanya-nanyain Jisoo."

Irene mengerenyit heran, menunggu Lisa melanjutkan kalimatnya.

"Gue ... pakai kesempatan itu. Gue bilang ke Jungkook kalau Kak Hanbin mau ngajak ketemuan, tapi Jungkook nge-iyain aja. Kayak, nggak ada cemburu-cemburunya, dih," gerutu Lisa mengingat percakapan dengan Jungkook tadi.

Irene terkekeh pelan. "Oh maksud lo, lo pengen buat dia cemburu, gitu? Menurut gue sih mustahil."

Lisa mendongak. "Maksud Kak Irene?"

"Gue cuman dari pengalaman aja sih. Dari yang gue lihat, cowok model Jungkook tuh susah buat ngungkapin perasaan sebenernya," jelas Irene membuat gadis berponi itu mengerjap pelan.

Lisa menopang dagunya, mengingat-ngingat momen saat Jungkook benar-benar kaku untuk meminta Lisa menjadi pacarnya. Namun seiring berjalannya waktu, Lisa jadi bisa sering mendengar jokes recehnya Jungkook.

Pelayan kedai tersebut mendatangi meja Lisa dan Irene, memberikan pesanan mereka, dan berlalu pergi meninggalkan keduanya. Lisa hanya memandang kopinya, sedangkan Irene langsung mengaduk acak dan menyeruputnya pelan.

"Harusnya lo juga ngerti sebelum mulai hubungan. Paham kalo Jungkook tu orangnya gimana, jadi sekarang lo nggak sampai goyah gini lah," tegur Irene setelah menyeruput minumannya.

Lisa melengos, menyadari hubungannya yang berjalan baru seminggu ini. "Gue pura-pura marah sama dia tadi. Ya wajar gue pengen dia ngerasa cemburu," ucap Lisa membela dirinya.

"Nggak gini caranya, Lisa," elak Irene tak sependapat, "Jungkook tuh emang mental cemen, tapi yang gue yakini, dia setia. Percaya sama gue.

"Terserah lo mau anggep gue kakel sok tau, tapi gue itu belajar dari pengalaman," kata Irene memulai ceritanya, "Suho, dia sama aja kayak Jungkook. Diem, nggak peka, tapi seenggaknya dia setia. Bedanya, pacar lo nempelnya buku, pacar gua mah kamera."

Lisa membuka mulutnya pelan, sepersekian detik berikutnya merapatkannya lagi. Sengaja tak meloloskan perkataannya, lebih memilih mendengarkan penjelasan dari kakak kelasnya.

"Lagian ya, Lisa," Irene menegakkan posisi duduknya, "habis Jungkook cemburu, lo dapet apa? Hidayah? Halah."

Lisa mendelikkan matanya pada kakak kelasnya itu yang tengah tertawa melihat respon Lisa. Gadis berponi itu mendesah pelan, hubungannya makin rumit. Ia menopangkan dagunya diatas silangan lengannya, terlelap dalam lamunannya.

Irene melirik arloji di tangannya. "Eh gue duluan ya duh maaf dah Lis. Gue lupa ada ekskul modelling."

Usai berpamitan, Irene beranjak lalu berlari kecil menuju kasir, membayar pesanannya dan melangkah cepat keluar dari kedai, meninggalkan Lisa sendirian yang menatap kepergian Irene dengan sendu.

Lisa menghela berat, mengarahkan kepalanya ke arah jendela, menatap samar pemandangan disana, walau fokusnya sudah entah berada dimana.

Lisa benar-benar merasa bersalah kini. Rindunya menyeruak, gadis itu makin meyakini cintanya yang dalam pada pemuda pendiam yang bersahabat dengan buku.

Lisa tersentak saat merasa pipinya tersentuh. Ia kemudian menoleh, dan mendongak. Mendapati salah satu pemuda kesayangannya, yang berdiri tegak memandang Lisa dalam.

Seringainya perlahan terukir, matanya seketika mengerling. Desiran darah Lisa amat cepat kini, menyadari betapa banyaknya pengorbanan pemuda ini.

"Maaf, cantik."

***

To Be Continued

©-chocelnate
Yogyakarta, 27 Januari 2020

LO(S)ER | lisa, jungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang