28. Diantara Komunikasi

1.3K 149 9
                                    

"Jeon Jungkook." Panggilan itu membuat Jungkook melirik, mengangkat alis diam-diam tertegun.

"Aku support kamu selama itu adalah pilihan terbaik menurutmu," kata Lisa penuh arti, membuat Jungkook tanpa sadar meneguk ludah menahan gugup.

Jungkook mengubah posisi duduk, pemuda itu menegakkan tubuh. Lagi-lagi mengalihkan pandangan. Tangannya terkepal di bawah meja, tenggorokannya kering tiba-tiba, deru napasnya kian bertalu secara cepat.

Lisa menggigit bibir bawah, meneguk ludah. Sorotnya berubah lebih meyakinkan, menatap Jungkook tepat.

"Aku mungkin nggak bisa nyelesaiin apa yang terjadi sama kamu, Kook." Gadis itu menyendukan kelopak matanya, lalu mengalihkan wajah menyembunyikan rona merah yang tiba-tiba menyeruak di pipinya.

"Tapi aku punya pundak kalau kamu butuh istirahat."

Hening diantara keduanya.

Dari Lisa yang sibuk berpura-pura merapikan rambutnya belagak tenang, sampai Jungkook yang menatap Lisa dengan mata melebar, tanpa sadar matanya berbinar menatap gadis cantik itu lekat.

Lisa berdeham, berusaha mengusai diri. Gadis itu meraih botolnya, dan meneguknya menghilangkan gugup. Gadis berponi itu melirik saat mendengar Jungkook tertawa kecil. Kini Jungkook menopang dagunya di atas meja, lalu menatap Lisa dengan tatapan berbinar.

Duh, siapapun tolongin ini Lisa ambyar ke sekian kali.

Lisa berdecak, menaruh kembali botolnya, lalu memberanikan diri membalas tatapan Jungkook dengan tatapan mendelik. "Apasih malah ketawa pengen nangis aja aku," racau gadis itu menyebikkan bibirnya.

Jungkook meredakan tawanya, lalu menegakkan posisi duduknya, mencari posisi ternyaman. "Lisa," panggil Jungkook yang hanya dibalas dehaman oleh Lisa.

"Jurang terdekat dimana, Lis? Aku mau terjun sekarang."

"..."

Jungkook mengangkat alis, menatap Lisa yang terperangah dengan bibir terbuka kecil. Lagi-lagi terkekeh pelan. "Nggak elah bercanda," kata Jungkook yang sebenarnya sudah takut dengan reaksi Lisa barusan.

Lisa mendengkus, merotasikan bola matanya. "Bercandamu tuh nyeremin, Kookie."

Jungkook mengangkat alis, makin hanyut menikmati obrolan mereka. "Segitu nggak maunya aku mati."

Lisa mendelik mendengarnya, walau dalam hati sebenarnya meng-iyakan. "Ck, aku nggak mau repot nanti banyak yang nyerbu buat di wawancarain," elak Lisa mengibaskan rambutnya.

Jungkook tak menyahut, pemuda itu diam di tempat. Lagi-lagi menopang dagunya di atas meja, menatap Lisa lamat-lamat. Membuat Lisa merasa jengah sendiri diperhatikan begini.

"Apa?" sewot gadis itu.

Jungkook tersenyum tipis, "Aku punya satu fakta baru tentang kita," celetuk Jungkook membuat Lisa sebenarnya tertarik untuk tau.

"Sok."

"Diem dulu," kata pemuda itu yang kemudian menarik napas, membuangnya mantap. "Mau tau nggak?"

"Nggak," balas Lisa singkat membuat Jungkook mencibir.

Lisa mendesah berat, menatap Jungkook tepat. "Aku mau ketemu Ayah kamu sekarang."

Jungkook tersentak, garis wajahnya berubah perlahan mendapat permintaan secara tiba-tiba. Pemuda itu mengigit bibir bawah, lalu melengos keras. 'Padahal tadi udah dialihin biar dia lupa.'

Lisa yang menyadari sikap Jungkook yang berubah pun kini menyandarkan punggungnya pada kursi, memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan lebar. Walau pandangannya tertoleh pun, fokusnya masih tertuju pada permasalahan hubungan asmaranya.

"Aku cuma pingin kamu bebas, Kook."

Lisa menipiskan bibir, berdeham pelan. "Nggak usah dipaksa. Cukup utarakan apa yang kamu mau, itu bakal buat orang jauh lebih ngerti."

Lisa melengos keras, lagi-lagi mendesah berat. Ia meneguk ludah, mulai merasa matanya memanas tiba-tiba dengan pikiran yang mulai bernostalgia.

Jungkook terkesiap, namun tak memilih menyahut, sebenarnya membenarkan ucapan Lisa.

Bahkan, Jungkook pun tak mengerti. Sejak kapan pemuda itu diciptakan untuk dituntut memenuhi kesenangan orang lain, walau pada akhirnya itu akan mengorbankan mentalnya sendiri.

Dari dulu, Jungkook seperti dipaksa perfeksionis. Melakukan apapun dengan sempurna, menyajikan keinginan orang lain yang ia kabulkan.

Sampai-sampai, pemuda itu tak sadar jika mentalnya kini telah melelah.

Larut dalam lamunannya, pemuda itu tak menyadari gadis di hadapannya kini sudah berkali-kali mengusap air mata yang mengalir pelan di pipinya, menahan perih yang tiba-tiba muncul di dadanya yang seakan kosong. Ia sesak, segurat rasa yang tak bisa diungkap dengan aksara.

Mungkin, semesta kini tengah tak berpihak pada mereka.

***

To Be Continued

©-chocelnate
Yogyakarta, 14 Mei 2020

LO(S)ER | lisa, jungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang