41. Pengungkapan

968 124 1
                                    

Lisa menggigit bibir bawah, lalu menghela napas berat. Gadis itu berjalan perlahan, mendekati seorang pemuda yang duduk di bangku taman, menatap tanah yang ia pijak.

Pandangannya kosong. Dari raut wajahnya pun, Lisa tahu pemuda itu tengah frustasi.

Pemuda yang tadinya merunduk kini menolehkan kepala cepat, mendapati sosok Lisa tengah berjalan ke arahnya, yang kemudian mendudukkan dirinya ke samping pemuda itu.

"Kabar Ayah gimana?" tanya Lisa memulai percakapan.

Jungkook tersenyum masam, "Nggak parah, kok. Banyak lecet, besok udah boleh pulang."

Lisa menanggapinya dengan senyum lega. Kemudian tangan gadis itu terulur, memberikan kresek bening yang berisi makanan dibungkus yang baru saja gadis itu beli pada kekasihnya.

"Kok beliin aku?" tanya Jungkook heran, pasalnya pemuda itu tak menyuruh membelikan makanan.

Lisa tersenyum tipis, "Pengen aja," sahut gadis itu, kemudian Jungkook menerimanya dengan senyuman di bibir pemuda itu dan mengucapkan terima kasih.

Suasana hening sejenak. Tubuh keduanya mereka senderkan pada punggung kursi, menerawang langit sore yang cerah saat ini.

Jungkook menipiskan bibir, berdeham canggung. "Maaf ya ...."

Lisa mengerenyit, lalu menoleh. "Kenapa?"

"Nunggu cerita, 'kan?" terka Jungkook menatap manik legam gadis di sebelahnya.

Lisa tertawa kecil, lalu gadis itu tersenyum tipis. "Aku juga ngerti situasi," kata gadis itu tenang, walau merasakan perasaan berkecamuk di hatinya. Gadis berponi itu terpaksa berdusta.

Perasaan Jungkook setelah mendengar jawaban Lisa kini sedikit meringan. Yang kemudian kedua netra pemuda itu kembali menghadap depan, menatap jauh wilayah taman rumah sakit yang asri walau fokusnya bukan pada taman tersebut.

"Ayah nuntut aku serba bisa, istilahnya perfeksionis," kata Jungkook mulai bercerita. "Bodohnya, aku iya iya aja."

Lisa mengatupkan bibir rapat, mendengarkan dengan saksama. Gadis itu menatap kedua manik Jungkook yang tak menatapnya, melihat adanya kesedihan disana.

"Aku stress, mendem semuanya, berusaha kuat, tapi nyatanya aku berkali-kali mikir cara buat bunuh diri."

Lisa tersentak, mengerjap cepat. Ia menatap kaget pemuda itu yang baru saja melontarkan kalimat horor dengan nada enteng. Okelah, itu 'kan dulu, tapi 'kan ....

"Dan rasanya, musik mellow itu buat aku sedikit ... tenang?" Jungkook terkekeh kecil setelahnya, "sejak SMP itu, aku bisa gitar. Karena itu satu satunya pelampiasan."

Lisa mengerenyit, agak tidak paham. Ia ingin bertanya, namun urung. Lalu gadis poni itu menarik diri, memilih mendengarkan.

"Taeyong, yang emang suka hal musik, sejak itu kita deket. Dan Dara yang dulunya buntut Taeyong terus, kita juga jadi deket. Yah, sejak itu mereka tau apa yang kurasain."

Jungkook terdiam sejenak, lalu menolehkan kepalanya ke arah kekasihnya yang sejak tadi diam mendengarkan. Kemudian pemuda itu mengulas senyum tulusnya, berharap Lisa akan mengerti dan tetap mempercayainya.

Lisa kini mengerjap-ngerjap, bingung menyahut. Yang kemudian, sebuah pertanyaan melintas di benaknya.

Lisa menipiskan bibir sesaat, lalu mendesis kecil. "Aku udah boleh nanya?" tanyanya polos.

Jungkook tertawa kecil memandangi itu, kemudian mengangguk singkat.

"Pas kalian debat di kota sebelah itu, aku sempet dengerin debat kalian," Jungkook mengerenyit, menghadapkan tubuh sepenuhnya pada gadis itu. Lisa merapatkan bibirnya sejenak, "apa yang berubah dari kamu sejak Dara dateng?"

***

To Be Continued

©-chocelnate
Yogyakarta, 29 Mei 2020

LO(S)ER | lisa, jungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang