"Mau minum?" Ujar Bara.
Gita mengangguk. "Mau,"
"Emangnya lo gak bawa minum kesekolah?" Gita menggeleng sebagai jawabannya. Kemudian tangan Bara mengarah pada Gita memberikan air mineral miliknya.
Bara memperhatikan wajah Gita yang sedang minum air mineral milik Bara.
"Lo masih marah sama gue?" Gita menatap Bara dengan tatapan yang datar. Tanpa ekspresi.
"Come on,gue ngelakuin itu semua buat bikin lo bahagia,Athalla,"
"Tapi gak gitu caranya,Bara. Masih ada hal yang positif untuk dilakukan, tapi tidak dengan cara minum-minum yang seharusnya tidak pernah diminum," ucapan Gita yang tegas membuat Bara yakin kalau Gita berbeda dari yang lain.
Bara menghela nafas sabar. "Iya gue salah. Maaf kalau cara gue yang salah," Bara mengakui kesalahannnya dan meminta maaf pada Gita.
Senyum manisnya langsung terlihat jelas dari wajahnya. "Iya gue maafin,"
"Gue boleh ngajak lo pergi gak?"
Senyum manisnya berganti menjadi dahi yang mengerut. "Mau kemana?"
"Kalau gue kasih tau,nanti gak akan jadi rahasia lagi," Bara menengok kearah Gita. "Gimana mau,gak?"
Gita mengangguk. "Mau,"
***
Mereka berdua sudah sampai dirootof sekolah Bara. Memang Bara yang meminta Gita untuk menemani dirinya untuk latihan basket. Mereka berdua saling sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
"Lo ngapain ngajak gue kesini?"
Bara tersenyum menang. "Gue ngajak lo kesini bukan berarti gak ada maksud kali,"
Dahi Gita mengerut. "Kok gue gak ngerti,ya?" Bara terkekeh. "Disini lo boleh teriak sekencang mungkin,"
"Teriak?ngapain?" Bara mendekat kemudian mendekap tubuh mungil Gita. "Gue gak tahu seberapa berat masalah hidup lo, tapi izinkan gue untuk melepas beban lo secara perlahan," Gita menatap manik mata Bara. Ada rasa terpendam yang Bara punya. Tapi apalah daya,kalau cinta bukan harus tentang kepemilikan.
"Sebegitu pedulinya lo sama gue?" Gita mendongak.
"Gue peduli karena gue sayang sama lo,moment ini yang gue tungu-tunggu. Gue bersyukur banget bisa ketemu lo lagi,"
"Kenapa lo gak pernah cari gue?" Tanya Gita.
"Kalau lo nanya kayak gitu,gue rasa itu pertanyaan yang kurang tepat. Selama ini gue gak pernah berhenti untuk cari kabar tentang lo,"
Gita mengernyit bingung. Apa sebegitu sulitnya untuk mencari berita tentangnya. "Gue gak tahu kalau ternyata lo cari gue selama ini. Maaf," Gita menunduk. Bara memegang dagu Gita,berusaha untuk menguatkan diri agar tidak terlihat lemah. Sekali pun didepan sang pujaan hati.
"Ini semua bukan salah lo. Mungkin udah jalannya begini,nikmati saja. Gue cuma mau mempergunakan waktu dengan baik,"
Bara memeluk Gita dengan erat. "Jangan pernah tinggalin gue ya. Gue belum berhasil buat lo bahagia,"
Seandainya yang berkata seperti itu Arvin. Entah Gita harus senang atau sedih. Mungkin kalau Arvin yang bilang seperti itu adalah sebuah keajaiban yang selama ini Gita tunggu-tunggu. Tapi nyatanya yang berkata seperti itu Bara,bukan Arvin.
Gita duduk dirootof tersebut. Sama halnya dengan Bara yang sudah berada disamping Gita. Kakinya dibiarkan mengayun begitu saja. "Sekarang lo boleh ungkapin rasa kesal lo,"
Bara memperhatikan wajah Gita yang berubah menjadi sedih. Ia sangat memahaminya. "GUE BENCI JARAK," teriakan Bara membuat Gita terkejut. Untuk kali ini Gita percaya sama ucapan Bara,bahwa yang dilakukan saat ini memang benar nyata.
"Gimana?masih gak mau meluapkan rasa kesal lo yang selama ini lo pendam sendiri?"
Gita bungkam.
"GUE GAK MAU KEHILANGAN LO LAGI GITA," nafasnya memburu tapi rasa kekesalannya masih melekat. "GUE SAYANG SAMA LO,GUE MAU BUAT LO BAHAGIA DENGAN CARA GUE SENDIRI,GUE CINTA SAMA LO!"
Deg
Deg
Deg
Gita memastikan kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Tadi Bara bilang apa? Bara cinta sama Gita? Apa ini? Disaat ia mencoba untuk menutup semua ruang dihatinya,tiba-tiba ada seseorang yang berusaha jujur tentang perasaannya?
Maaf kalau nantinya gue yang menyakiti perasaan lo,Bara. Gue sendiri masih gak bisa melupakan Arvin.beserta kenangannya. Batin Gita.
"GUE BENCI SAMA DIRI GUE SENDIRI," kali ini yang berteriak seperti itu Gita,bukan Bara. Dahinya mengerut tanda tidak mengerti dengan teriakan yang baru saja Bara dengar.
"GUE GAK BISA NGELUPAIN LO,ARVIN! GUE GAK BISA KAYAK GINI. KENAPA LO NGELAKUIN INI SEMUA SAMA GUE? APA SEBEGITU PENTINGNYA PEREMPUAN ITU SAMPAI GUE YANG HARUS NGALAH!" diakhir teriakannya Gita menangis. Ia tidak bisa seperti ini terus. Menganggapnya hanya sekedar angin berlalu. Seolah tidak ada masalah yang terus memenuhi beban dipundaknya sendiri.
Gita tidak peduli disaat ia menangis akan ada bahu yang siap ia sandarkan atau tidak. Bahkan untuk menenangkan dirinya agar tidak berlarut larut dalam kesedihan. Ia hanya butuh waktu, karena Arvin adalah alasannya untuk menjadi seperti ini.
Gita ingin menjadi dirinya yang seperti dulu. Yang ceria,yang suka bikin orang senang karena kelakuannya,yang suka bikin Arvin kesal karena suka membuatnya susah. Ah! Lagi-lagi dirinya benar benar tidak bisa lepas dari Arvin,begitu juga dengan hatinya. Walau sesakit apapun,kalau hati memang tidak pernah bisa untuk bohong.
"Elo harus bisa bangkit dari keterpurukan lo sendiri," Gita masih terisak dengan keadaan menunduk. "Gue akan berusaha. Walau sebenarnya susah untuk dijalankan," jawab Gita.
Bara menghapus jejak air mata dipipi Gita. Tangannya begitu telaten untuk mengapus air matanya sampai air mata itu tidak ada lagi dipipinya sekarang. "Athala,gue gak mau lihat lo yang sekarang. Gue mau temen gue yang ceria. Sekarang kasih gue senyuman supaya gue yakin kalau lo bisa bangkit dari keterpurukan lo kali ini," walau sebenarnya sulit,tapi sebisa mungkin Gita memberikan senyum tipis kearah Bara.
Ada banyak permintaan yang Bara inginkan. Tapi Gita lebih penting dibanding permintaan yang lainnya. Bara hanya ingin teman masa kecilnya merasa tidak pernah sendirian lagi. Karena akan ada dirinya yang siap memberikan bahunya untuk bersandar dikala Gita menangis.
"Arvin,lo salah satu laki-laki bodoh yang pernah gue kenal. Kenapa lo tega nyakitin perasaannya athalla? Apa sebegitu pentingnya perempuan lain dibanding pacar lo sendiri? Gue gak habis pikir,gimana bisa athalla suka sama lo? Padahal gue yang punya perasaan lebih sama athalla,tapi kenapa elo yang bisa mendapatkannya dengan begitu mudah. Apa ini cukup adil bagi gue. Batin Bara.
Kalau bisa Bara menangis,maka ia akan lakukan. Tapi sebisa mungkin ia menahannya,ia tidak mau terlihat rapuh dihadapan wanita spesial didalam hidupnya setelah maminya.
Ada banyak harapan yang Gita inginkan. Untuk kali ini, ia merasa lemah karena sudah terlalu banyak memendam dibanding mengungkapkannya secara langsung.
***
Selamat membaca🙂
Jangan lupa vote dan comment❤
Sampai bertemu di Bab selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGITA (SELESAI)
Teen Fiction(Sequel Aruna #1) "Kamu adalah ilusi yang saya harapkan." mereka pernah menyukai seseorang yang sekarang sudah menjadi milik orang lain. akhirnya, dengan berat hati,mereka berdua mengubur masa lalunya dalam-dalam, melanjutkan kehidupan selanjutnya. ...