bab 22

361 21 0
                                    

Saat membuka pintu pagar, Gita terlonjak kaget ketika melihat seseorang yang sedang tersenyum. Orang itu yang selama ini Gita nantikan. Kedatangannya selalu ditunggu setiap saat olehnya. Bara, ya dia sudah kembali dihadapan Gita setelah lamanya tidak bertemu.

"Selamat pagi, cantik," sapa Bara.

Gita mengucek matanya untuk memastikan agar tidak salah mengira. "Ini Bara yang gila itu kan?"

Bara terkekeh. "Enak aja lo kalau ngomong, gini-gini juga lo kangen kan sama gue?" Ucapnya dengan pede.

Gita berdecak, "jangan kepedean deh. Gue khawatir karena gue peduli aja, gak lebih."

Perubahan wajah Bara dapat Gita lihat. Apakah ucapannya sudah membuat Bara salah sangka? Atau ia sudah membuatnya sedikit tersinggung dengan ucapannya yang niatnya hanya bercanda saja?

"Ehm... sorry gue gak bermaksud bilang gitu,"

Bara memakaikan helm pada Gita, yang dipakaikan hanya menerimanya saja. "Gak papa, santai aja."

Mereka berdua berangkat bersama. Pagi ini senyum Gita kembali terlihat. Dengan alasan yang sederhana, apalagi kalau bukan kedatangan Bara.

"Lo kangen gak sama gue?" Bara melihat Gita lewat pantulan kaca spion.

"Dibilang kangen sih enggak, cuma gue kesepian aja," Bara terkekeh.

"Emangnya lo kemana aja sih sampai gak ngabarin gue?"

"Cie... lo mulai peduli sama gue," Gita memukul pelan bahu Bara.

"Oh iya waktu itu lo pulang jam berapa dari rumah si Arvin?"

Gita membuka kaca helmnya agar bisa berbicara lebih leluasa dan lebih jelas saja berbicaranya. "Gue pulangnya malem, biasa kan kalau mama udah ketemu sama temannya jadi lupa."

"Arvin gak macem-macem kan sama lo?" Gita menggeleng. "Mana berani dia, yang ada gue bilangin sama papa gue." Diakhir ucapannya mereka berdua tertawa.

Saking menikmati pembicaraan yang topiknya tidak menentu, mereka berdua sudah didepan sekolah Gita. "Makasih buat tumpangannya," seraya mengembalikan helm pada sang pemilik.

"Sama-sama, udah sana masuk nanti telat lagi." Ucap Bara yang sambil menggerak-gerakkan tangannya yang sedang mengusir Gita dari hadapannya sekarang juga. "Ish yaudah sih gak gitu juga kali,"

***

"Kamu jadi jemput aku?" Tanya Dinka yang sedang tergesa-gesa.

Arvin melepaskan earphone miliknya. "Jadi dong. Lagi pula aku lagi gak ada tugas,"

"Nanti kalau Evan lihat kamu disini, gimana?"

Arvin mengedikkan bahu acuh. Untuk saat ini ia tidak peduli tentang Evan. "Ya gak gimana-gimana. Tenang aja sih, aku kan cuma mau pulang bareng sama kamu,"

"Dinka," panggil Arvin yang hanya sekilas menoleh kebelakang. "Hm, iya?"

"Kamu kemana aja selama ini? Gak ada kabar sama sekali,"

"Kamu khawatir ya sama aku?" Goda Dinka.

Arvin cemberut yang bisa dilihat Dinka melalui pantulan kaca spion. "Ya---aku kan cuma mau tahu aja," elak Arvin.

Selama dijalan, mereka berdua hanya saling diam. Yang satu sedang focus mengendarai, dan yang satunya lagi sedang menikmati udara dijalan.

"Makasih ya udah mau nganterin aku," Arvin mengangguk. "Sama-sama, Dinka."

"Kalau gitu aku masuk dulu. Hati-hati dijalan."

"Kamu juga jangan lupa istirahat dan yang paling penting itu kamu harus kabarin aku kalau mau pergi... siapa tahu aku bisa bantu kamu." Dinka mengangguk. "Iya itu pasti, Vin."

SAGITA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang