Terdengar suara tangisan bayi yang menggema diruangan persalinan. Wanita itu sempat melihat anaknya yang baru saja lahir berjenis kelamin laki-laki. Dalam hati ia bersyukur, akhirnya dirinya bisa melahirkan anaknya dengan selamat. Gita melahirkan secara normal, pendapat ini sangat bertentangan dengan keluarganya. Tapi dengan penjelasan Gita, membuat keluarganya mau tidak mau mengikuti keinginannya.
Bayi yang baru lahir itu diberikan kearah ibunya. Gita sempat mencium kening anaknya dengan rasa sayang. Air matanya tidak dapat ia tahan lagi.
"Tolong jaga anak kita, ya. Sayangi dia seperti kamu menyayangi athalia." Pesan itu yang membuat tubuh Arvin mati rasa. Ya, Arvin memang menemani proses persalinan sang istri, suka gak suka Arvin tetap menemaninya.
Ia menggeleng. Arvin menjadi panik setengah mati. Tubuhnya seperti mati rasa yang menjalar disekujur tubuhnya. "Gak! Kamu gak boleh ngomong gitu! Kita akan membesarkan anak kita sama-sama. Kita berdua udah janji akan selalu bersama, kamu gak boleh ingkari janji itu! Kamu akan menemaniku untuk membesarkan anak kita, Gita."
Wanita itu perlahan-lahan menutup matanya. Dokter yang berada didalam ruangan pun langsung bertindak. "Istri bapak mengalami pendarahan yang cukup hebat, sebaiknya bapak tenang dulu, biar saya yang akan menanganinya. Silahkan bapak keluar dulu."
Arvin terpaksa keluar dari ruang persalinan. Dalam hati ia terus merapalkan doa agar istrinya yang sedang berjuang itu dapat diselamatkan.
Disana ada keluarga Arvin dan Gita. Jangan tanya bagaimana keadaan ibunya Gita, Elsa. Ia yang begitu sedih saat melihat perjuangan sang anak yang sedang melahirkan. Walaupun tubuhnya begitu lemah, tapi tetap saja mempertahankan kandungannya.
"Anak kita tidak akan kenapa-napa, dia anak yang kuat." Ucap Fahri, selaku suami Elsa dan papa dari Gita. Ia tahu betul kalau anak perempuannya sangat kuat, jadi ia yakin kalau anaknya bisa melewati masa kritisnya.
Perlahan-lahan Aruna menghampiri Arvin yang sedang duduk dilantai dengan wajah yang disembunyikan dengan bantuan kedua tangannya. Badannya bergetar seperti orang yang sedang nangis tapi ditahan supaya tidak terdengar oleh orang yang diruangan ini. "Kamu harus tabah dalam menjalani semuanya. Gita pasti bisa melewati masa kritisnya. Kamu harus yakin kalau cintamu akan kembali." Ujar Aruna.
Ucapan sang bunda menjadi penyemangat Arvin. Tujuannya hanya tertuju pada Gita, istri tercinta.
"Sebaiknya kamu lihat anakmu dulu diruangan bayi. Kamu juga belum kasih nama untuk cucuku." Perkataan Alvino membuat Arvin merasa tambah bersalah. Arvin kembali mengulangi kesalahannya, ia menjadi pria bajingan dan bodoh. Meski niat ia baik untuk melindungi istrinya, tetap saja jalan yang ia ambil salah dan memang seharusnya tidak pernah ia lakukan.
"Aku mau jagain Gita, Yah. Didalam sana dia sedang berjuang dari mautnya." Elak Arvin. Untuk saat ini, ia tidak mau melihat anaknya yang masih ada diruangan bayi.
Alvino paham betul yang dikatakan anaknya, tapi ia tidak menampik kalau Arvin kurang antusias untuk menyambut kelahiran anak keduanya. Dengan berat hati, ia memberikan izin agar anaknya bisa tenang dulu.
***
Sudah tiga minggu Gita masih belum sadar, laki-laki itu masih setia menemani sang istri yang belum sadar juga. Dari lubuk hati yang paling dalam ia ingin melihat istrinya tersenyum lagi. Dia rindu dengan istrinya yang selalu menyiapkan semua tugasnya sebagai seorang istri. Sehabis sholat magrib, Arvin kembali lagi keruangan Gita. Wanita itu masih enggan untuk membuka matanya.
"Ayah..." panggil Athalia saat melihat Arvin yang baru saja dari mushola. Laki-laki itu langsung menangkap anaknya dalam pelukannya. "Bunda kapan sadarnya, ayah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGITA (SELESAI)
Teen Fiction(Sequel Aruna #1) "Kamu adalah ilusi yang saya harapkan." mereka pernah menyukai seseorang yang sekarang sudah menjadi milik orang lain. akhirnya, dengan berat hati,mereka berdua mengubur masa lalunya dalam-dalam, melanjutkan kehidupan selanjutnya. ...