bab 30

381 28 0
                                    

Enam tahun sudah berlalu dengan begitu cepat. Kuliah Gita dijakarta sudah ia selesaikan selama empat tahun. Dan inilah sekarang, ia memilih untuk membuka usaha toko kue kecil-kecilan yang bisa membuat dirinya menjadi lebih kretif lagi. Untungnya, dirinya itu mau belajar agar kuenya bisa layak dijual. 

Rambut panjang yang dulu sering menjuntai hingga pinggangnya, kini rambut kesayangannya itu sudah dipotong hingga sebatas bahu. Ia pikir, apa salahnya untuk merubah penampilannya agar terkesan berbeda saja.

Diusia yang sudah cukup matang untuk membina rumah tangga. Sebentar lagi, dirinya akan berulang tahun yang kedua puluh empat tahun. Waktu terasa begitu cepat, hingga ia lupa kalau dirinya sudah waktunya berumah tangga. Membangun istana kecil bersama keluarga tercinta.

Mengenai hubungan dirinya dengan Arvin tentu baik-baik saja. Kadang laki-laki itu sering memberinya kabar tentang pekerjaannya yang membuat dirinya terus tersenyum dan sering juga memberikannya semangat. Enam tahun belakangan ini, ia belum pernah ketemu dengan sahabat kecilnya itu yang membuat hatinya terus bergetar.

Saat Gita sedang duduk santai diruang keluarga, tiba-tiba ponselnya menampilkan notifikasi. Seulas senyum terbit dari wajah Gita, ini yang ia tunggu-tunggu.

Arvin : aku baru aja sampai dijakarta, nanti malam aku mau kerumah. Ada acara gak hari ini?

Dahi Gita mengernyit bingung. Ia sempat berpikir untuk mengingat-ingat dirinya itu punya urusan lain atau tidak dengan seseorang. Kemudian ia menjawab pesan Arvin.

Gita : gak ada. Yaudah aku bilang sama papa dan mama dulu.

Baru saja ia ingin memberitahu kedua orang tuanya, tiba-tiba ia melihat Elsa yang sedang menghampiri dirinya.

"Sayang... ayo kamu siap-siap, nanti ada Arvin yang mau main kesini." Ucap Elsa dengan sangat lembut. "Mama udah tahu?" Elsa mengangguk. "Sudah, dia baru ngabarin kamu, ya?"

Gita mengangguk dengan tatapan polos. "Iya,"

"Yaudah kamu siap-siap ya, mama mau siapin makanan dulu."

***

Gadis itu melangkah kearah kamar yang berada dilantai dua. Ia sempat melihat dirinya sendiri dengan tatapan sendu. Dirinya ini sedang berusaha untuk merawat tubuhnya, dulu ia terlalu cuek tentang penampilan. Tapi satu komitmen yang masih ia pertahankan yaitu menjadi diri sendiri. Karena itu salah satu prinsip yang ia pegang teguh.

Selesai mandi, Gita duduk ditepi ranjang. Lagi-lagi ia teringat dengan pernikahan sahabat kecilnya bersama perempuan lain. Ya, ia jadi teringat dengan Bara dan Dinka yang sudah dikaruniai seorang anak perempuan yang begitu menggemaskan. Ia pikir, pasti anaknya itu sudah besar dan begitu lucu. Ah, rasanya ia ingin menemui anak temannya itu. Tapi keberanian itu masih bersembunyi. Ia masih belum bisa sepenuhnya melupakan kejadian yang menurutnya bagian terburuk yang pernah ia lewati.

Tak lama suara ketukan itu membuyarkan lamunan Gita. Buru-buru ia membuka pintu kamarnya yang ia kunci. Ia menuruni anak tangga dengan perasaan yang sulit ditebak. Lagi-lagi ia merasa kalau ini seperti mimpi yang harus ia jalankan. Tiba diruang tamu, terdapat banyak orang yang membuat Gita terkejut. Ia masih ingat betul pesan yang diberikan oleh Arvin.

Kenapa ada orang tuanya Arvin juga? Dalam hati ia bertanya-tanya. Tapi lagi-lagi ia bisa menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.

Gadis itu sempat tidak mengenali laki-laki yang berada disofa. Ia pikir, ini salah satu keluarga yang Arvin bawa kesini. Perlahan senyumnya terbit menyambut kedatangan kedua orang tua Arvin. Disana juga ada Arvano. Tapi yang Gita heran kemanakah Arvin?

"Coba perhatikan baik-baik, apa kamu masih ingat dengannya?" Ucap Fahri sambil menunjuk kearah laki-laki yang bertubuh jangkung dengan rahang yang begitu kuat hingga menampilkan sosok kedewasaan. Gita sempat menggeleng polos. "Enggak, Pah." Semua orang yang ada disana ikut terkekeh.

SAGITA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang