Si bapak pun memberikan dua mangkuk bubur yang diterima sama mereka berdua. Tak lama kemudian si bapak juga membawakan air mineral botol yang diterima sama Gita.
Arvin memakan buburnya yang komplit. Perlahan ia mengaduk buburnya agar tercampur rata dengan topping yang ada di dalam bubur tersebut. Sedangkan Gita memakan bubur yang tanpa kacang. Ia lebih menyukai bubur yang tidak diaduk. Gak tahu kenapa ia suka saja.
Gita melirik Arvin yang sedang menikmati semangkuk bubur. "Emang enak apa kalau bubur diaduk?"
Arvin mengangguk. "Lebih nikmat aja. Kenapa kamu gak diaduk aja buburnya biar sama kayak aku?"
"Jawabannya sama kayak lo. Gak mau, ini lebih enak kalau gak diaduk buburnya." Arvin membuka botol mineral yang masih di segel. Setelah itu ia meneguknya hingga air itu tinggal setengahnya saja. Ia sempat melirik Gita yang tidak memesan air mineral.
"Kamu gak mesen minum, Ta?" Gita menoleh. "Air mineralnya habis. Air minum lo udah terakhir." Arvin memberikan air mineral itu yang tinggal setengah kearah Gita. "Nih...minum aja."
Gita sempat memperhatikan botol mineralnya tanpa mau mengambilnya. "Gak papa nih?" Arvin mengangguk. "Ya gak papa dong."
Setelah itu Gita meneguk air mineral tersebut hingga habis. "Kamu haus, Ta?" Gita hanya menjawab dengan senyuman aja.
Selesai makan, Arvin yang membayarnya. Padahal kan yang ngajak duluan itu Gita. "Lo kenapa sih nolak mulu kalau setiap gue mau bayarin?" Gerutu Gita.
Arvin memasangkan helm di kepala Gita. "Masa kamu yang bayarin aku? Gak kebalik tuh? Uang kamu disimpan aja, lagi pula kan aku jarang-jarang ajak kamu jalan."
"Ya---tapi kan gue yang ajak lo makan disini," Gita masih berusaha keras agar pendapatnya itu diterima sama Arvin.
"Gak papa, aku lagi baik sama kamu jadinya aku jajanin kamu."
"Oh iya gimana kabarnya Dinka?" Pertanyaan itu berhasil membuat Arvin merasa sesak karena pasokan udara mulai menipis. Lagi-lagi pertanyaan itu terlontar dan ia harus berpikir lagi dengan seribu alasan yang masuk akal.
"Pa-pasti baik dong." Saat Arvin mau menyalakan mesin motornya, tiba-tiba tangan Gita menyentuh lengan Arvin membuatnya menoleh kearah gadis tersebut. "Lo mau anterin gue gak?"
"Mau kemana?"
"Gue mau kerumah Bara. Perasaan gue gak enak, Vin. Kayak ada yang gak beres dibelakang gue." Padahal dalam hati Gita berharap semoga tidak ada kejadian yang membuatnya harus kecewa.
"A-aku gak bisa. Ada acara mendadak sama teman setelah mengantarkan kamu pulang." Arvin berubah menjadi gugup. Ia berusaha menutup kebohongan ini tapi pasti nanti akan terbongkar juga.
"Yaudah kalau lo emang gak bisa, biar gue naik kendaraan yang lain aja. Makasih ya udah traktir gue makan." Gita yang mau pergi langsung dicegah oleh Arvin. "Aku ada disini, mana mungkin aku biarin kamu naik kendaraan lain selain sama aku. Aku yang akan mengantarkan kamu kesana, Ta."
***
Tak lama kemudian mereka berdua sampai didepan rumah Bara. Didepan pagarnya terdapat mobil mewah terparkir rapi. Gita sendiri pun bingung melihat banyak mobil yang terparkir didepan rumah Bara. Apakah ada acara dirumah Bara? Tapi kenapa Bara atau mba anggia tidak memberi tahunya tentang ini semua?
Tangan Gita berubah menjadi dingin. Arvin yang sudah setia berada disamping Gita. Ia tidak bisa membayangkan ketika Gita mengetahui semuanya. Pasti hancur.
"Vin... kok rumah Bara banyak mobil ya? Apa ada acara?" Tanya Gita yang masih didepan pagar.
"Ka-kayaknya sih lagi ada acara keluarga, Ta. Kamu yakin masih mau masuk temuin Bara?" Gita mengangguk walau sebenarnya ia sedikit ragu. Walau sebenarnya hatinya ketar-ketir saat melihat yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGITA (SELESAI)
Teen Fiction(Sequel Aruna #1) "Kamu adalah ilusi yang saya harapkan." mereka pernah menyukai seseorang yang sekarang sudah menjadi milik orang lain. akhirnya, dengan berat hati,mereka berdua mengubur masa lalunya dalam-dalam, melanjutkan kehidupan selanjutnya. ...