bab 17

338 25 0
                                    

Argh! Sial.

Kedua laki-laki itu masih setia menunggu gadis yang sedang terbaring lemah diatas brankar. Dengan mata yang masih terpejam dan banyak luka yang sudah ditutupi oleh perban.

"Ini semua gara-gara lo," tuduh Bara.

Arvin menoleh. "Apa-apaan lo. Kenapa jadi gue yang salah?"

Bara melipat tangannya didepan dada sambil menatap tajam kearah Arvin. "Kalau lo gak berantem sama tuh cowok, gak mungkin Gita ada disini. Tuh liat mukanya...udah kayak zombie,"

"Coba lo ada diposisi gue, lo akan melakukan yang sama apa yang gue rasakan saat ini."

"Gue gak akan melakukan hal bodoh sampai menyakiti Athalla. Gak kayak lo yang udah terlanjur bego karena cinta."

Perkataan itu mengandung makna yang mendalam bagi Arvin. Hatinya tersinggung mendengar perkataan Bara tadi. "Maksud lo apa ngomong gitu? Serasa gue banget yang bersalah."

Bara tersenyum getir. Tangannya menunjuk kearah Dinka yang setia menemani Arvin. "Gara-gara cewek ini, lo jadi bodoh. Udah menyia-nyiakan cewek sebaik Athalla." Perlahan Dinka mundur dan keluar dari ruangan tersebut. Arvin menatap tajam kearah Bara. "Lain kali jaga omongan lo. Asal lo tahu, Gita berarti bagi gue. Tapi untuk sekarang Dinka jadi prioritas gue." Arvin membuka kenop pintu menyusul Dinka yang sudah lebih dulu pergi.

Bara masih setia menemani Gita yang belum sadar. Terdengar suara pintu masuk membuat Bara terkesiap berdiri saat melihat kedua orang tuanya Gita.

"Yaampun nak kamu kenapa bisa seperti ini," ucap Elsa yang sudah duduk didekat brankar. Disampingnya ditemani Fahri, selaku suaminya.

"Terima kasih sudah mau membawa Gita kerumah sakit. Anda temannya?"

Bara mengangguk pelan sambil mencium punggung kedua orang tua Gita. "Kenalin nama saya Bara, temannya Athalla."

Dahi Fahri mengerut. Setahu dia yang memanggil sebutan dengan nama athalla itu hanya sebagian orang saja. Apakah dia sudah kembali?

"Tunggu...kamu tadi panggil anak saya siapa?"

"Athalla,Om." Fahri tidak mau bertanya lagi yang lebih jauh. Untuk saat ini, pikirannya sedang terfokus pada putri kesayangannya.

Bara mengambil jaket, kunci motor yang ditaruh diatas meja nakas. "Kalau begitu Bara pulang dulu ya om,tante," pamit Bara.

"Kamu bawa kendaraan?" Bara mengangguk. "Iya om,"

"Terima kasih ya sudah menjaga Gita," ucap Elsa dengan lembut. Bibir Bara melengkung keatas hingga menampilkan senyuman. "Iya tante sama-sama."

***

Sepulang sekolah Bara tidak langsung kesekolah melainkan mampir dulu kerumah sakit untuk menjenguk Gita yang sedang dirawat. Tapi sebelum kerumah sakit, dia beli bubur ayam kesukaan Gita yang berada didekat sekolahnya.

Langkahnya yang begitu besar membuat dirinya cepat sampai. Pintu terbuka hingga menampilkan Gita yang sedang memunggungi Bara. Saat ini pandangannya kearah luar jendela yang sedang menyaksikan senja hingga rambutnya terkena cahaya. "Hei...kenapa diem aja?" Bara mengambil kursi dan duduk disamping brankar Gita.

"Banyak hutang," jawab Gita sekenanya. Bara terkekeh. "Makan yuk,"

Gita menggeleng. "Gak laper."

Bibir Bara mengerucut. Itu artinya bubur yang baru saja ia beli terbuang sia sia. "Beneran lo gak mau?"

Gita menggeleng. Selera makannya menjadi menurun. "Nggak."

"Yah... padahal gue udah niat banget bawain lo bubur." Bara menunduk, Gita yang mendengarnya pun tidak tega, tangannya mengambil alih semangkuk bubur dari tangan Bara. "Yaudah sini gue makan. Kasihan muka lo,"

SAGITA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang