bab 21

349 22 0
                                    

Sudah hampir sebulan Gita disibukkan dengan berbagai tugas sekolah yang memang sedang banyak. Dan hampir sebulan Gita sudah jarang ketemuan dengan Bara, kecuali chatan, itu pun bisa dihitung dengan jari.

"Temenin aku anter buku tulis azzam, yuk?"

Gita berhenti membaca buku pelajaran saat teman sebangkunya meminta tolong. "Sekarang?" Dira mengangguk. "Iya, gimana mau gak?"

"Yaudah deh." Gita memasukkan buku berserta peralatan tulisnya dikolong meja yang sebenarnya memang bukan tempatnya, tapi yang terpenting kolong meja itu aman.

Sesampainya dikelas 12 ipa-3, Gita lebih memilih untuk menunggu diluar ketimbang nunggu didalam. Yang nantinya dirinya menjadi pengganggu alias nyamuk diantara mereka berdua. Dan ia sangat-sangat tidak menyukainya.

Gita duduk didepan kelasnya Arvin, terdapat kursi panjang yang kebetulan kosong. Kakinya dibiarkan mengayun mengikuti alunan musik yang sedang ia dengarkan. Mungkin saking penatnya, ia memilih untuk mendengar lagu, salah satu jalan yang membuat sakit kepalanya menjadi berkurang.

Hidupnya hampa, pandangannya kosong. Begitu perasaan Gita yang saat ini dialami, cuma ia pintar dalam hal menyembunyikan. Mengapa orang-orang yang selalu berada didekatnya tidak selalu berada disampingnya? Mengapa ia selalu sendiri diwaktu yang tidak tepat?

Sebuah tepukan dibahunya membuatnya terkejut. "Ah ganggu aja lo." Cetus Gita.

Arvin duduk disamping Gita. "Jangan melamun. Lagi mikirin apa sih?!"

Gita mematikan lagu dari ponselnya sambil melepas earphone miliknya kemudian kembali memasukan ponselnya kedalam saku seragamnya. "Gak usah sotoy, deh."

"Kamu laper?"

"Siapa yang laper? Emangnya gue nyebut-nyebut nama makanan? HA?!"

"Lah itu tadi nyebut-nyebut nama soto,"

Gita mendengus sebal. "Itu sotoy, bukan soto."

Arvin puas mengerjai Gita sampai terpingkal-pingkal hingga banyak pasang mata yang melirik kearahnya. Tapi Arvin masa bodo dengan orang sekitar. "Stttt....diem ih. Eh lo gak malu apa dilihatin gitu?"

"Bodo amat, kamu polos banget. Dan gampang banget dibohongin."

Gita melirik kearah pintu kelas, ingin memastikan kalau Dira sudah selesai atau belum dengan urusannya. Huft! Kalau begini jadinya mending ngelanjutin baca buku deh.

"Azzam kemana sih?" Pandangannya tidak lepas dari arah pintu kelas.

"Sejak kapan kamu jadi peduli sama azzam?"

Pasti Arvin salah paham. "Jangan salah paham dulu, gue kesini tuh lagi temenin Dira buat balikin bukunya ke azzam. Lah lo sendiri habis dari mana?"

"Biasa habis ketoilet sekalian ngisi perut laper." Gita manggut-manggut.

"Nanti pulang kamu dijemput lagi?" Gita menggeleng. "Nggak, gue minta jemput sama papa."

"Emang temen kamu yang namanya Bara kemana?" Gita mengedikan bahu acuh. "Mana gue tahu, emangnya gue kantongin?"

"Biasanya juga dia yang jemput kamu, iya kan?"

Gita mencubit hidung mancung milik Arvin. "Jangan sembarang ngomong. Dia bukan supir, dia teman gue. Mana gue tahu dia lagi sibuk atau engga."

"Gue gak bermaksud gitu,Ta."

"Lo sendiri ngapain masih disini? Mending sana lo telfon cewek lo aja mumpung lagi jamkos. Kalau perlu lo ikat aja dia biar bisa sama-sama terus." Sebenarnya Gita bicara seperti itu berniat untuk memberikan saran? Atau berniat untuk menyindir dengan cara yang halus?

SAGITA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang