special part (3)

272 22 5
                                    

Saat dimalam hari, ketika ia mau tidur. Wanita itu membuka kamar anaknya untuk melakukan aktivitas seperti biasa yaitu mencium keningnya dan membetulkan selimut yang selalu tersingkap oleh anaknya. Saat wanita itu mendekat, alangkah terkejutnya ia saat menyentuh kening Athalia yang terasa panas. Anak itu sempat mengigau dengan menyebut-nyebut nama Gita, dengan terburu-buru ia menuju ruang kerja sang suami yang letaknya tidak terlalu jauh.

Pintu terbuka menampilkan istrinya dengan wajah pias. "Mas... athalia, mas..." nafas Gita tersengal-sengal. Jantungnya bekerja lebih cepat. Bayang-bayang anaknya yang sedang merintih membuatnya terus ketakutan.

Arvin bangkit dari posisi duduknya lalu menghampiri istrinya yang sedang khawatir. "Athalia kenapa?!"

"Badannya panas banget, cepat mas panggilkan dokter. Aku gak mau waktu kecil Athalia terulang kembali." Ketakutannya kembali terlihat. Bayang-bayang anaknya yang sedang tertawa bahagia terlintas sejenak.

Setelah menelefon Dokter untuk mengecek keadaan Athalia, Gita tetap terjaga diatas kasur dengan mencium punggung tangan anaknya. "Anak bunda pasti kuat, athalia sendiri yang bilang kalau kamu anak bunda yang paling kuat." Ucap Gita yang sedang menyemangati anaknya. Padahal dalam hati ia ketar-ketir menunggu kedatangan Dokter yang belum datang juga.

Sama halnya dengan Arvin yang mengkhawatirkan kondisi anaknya. Tapi kalau ia memperlihatkan raut panik juga bisa membuat istrinya ketakutan. "Bagaimana keadaannya, Dok?"

"Anak bapak terlalu kecapean sehingga bisa mengakibatkan demam yang begitu tinggi, untungnya bapak cepat bertindak. Tidak perlu khawatir dalam beberapa hari anak Bapak dan Ibu akan segera sembuh. Untuk itu saya akan menuliskan resep obat yang akan bapak tebus diapotek." Dokter itu memberikan resep kearah Arvin. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak, Bu." Arvin mengantarkan Dokter sampai pintu depan, lalu ia berbalik lagi menuju kamar sang anak.

Arvin berusaha menenangkan istrinya. Ia tahu, betapa pedulinya terhadap kondisi sang anak. Tapi Arvin juga tidak tega melihat kekhawatiran sang istri. "Athalia akan segera sembuh, percayalah. Dia anak yang kuat sama seperti bundanya. Jangan nangis, hatiku ikut terluka melihatmu seperti ini."

"Maafin aku mas yang gak becus jadi seorang ibu. Aku gak bisa menjaga anakku sendiri, aku bodoh, aku gagal--," Arvin membekap mulut sang istri dengan telapak tangannya. "Sttttt.... ada yang salah dari ucapanmu. Kamu udah berusaha jadi ibu yang terbaik, mungkin kondisi anak kita yang sedang lemah makanya dia jatuh sakit. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri, oke?"

***

Tiga hari begitu cepat berlalu. Kondisi Athalia juga sudah mulai membaik. Walaupun badannya masih terasa lemas dan juga wajahnya masih terlihat pucat. Sedari tadi ibunya masih membujuk Athalia untuk makan buburnya, tapi bocah itu masih menutup rapat mulutnya. "Makan dong sayang... nanti kalau kamu sudah sembuh kita bisa pergi jalan-jalan."

"Aku mau makan buah aja ya, bunda?" Pinta Athalia. Sejak ia jatuh sakit, kedua orang tuanya terus membujuk anaknya agar mau makan. Dengan berat hati Gita mengambil buah yang ada dimeja nakas.

Buah mangga yang sudah ia kupas dan dipotong-potong beberapa bagian didalam mangkuk kecil. "Bunda suapin, ya?" Athalia mengangguk.

Sembari menyuapi Athalia. Tangan Gita terulur untuk menyentuh pucak kepala sang anak. "Cepat sembuh ya, sayang."

Pintu kamar terbuka, menampilkan Arvin yang sehabis pulang kerja. "Ayah," sambut Athalia dengan wajah ceria.

Anak itu merentangkan tangannya agar ayahnya dapat memeluknya. Hal yang membuat anaknya bahagia saat dipeluk. Tubuhnya begitu mungil seperti tidak ada beban yang ia rasa. Melihat wajahnya yang senang membuat rasa lelah seharian bekerja hilang seketika.

SAGITA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang