34

2.6K 189 7
                                    

Udara semakin dingin, sepertinya sebentar lagi salju akan turun di Tokyo. Zora dan Tina sudah memakai baju tebal yang hangat dan memasang penghangat ruangan di rumah mereka masing-masing.

Sudah lima hari semenjak pengumuman pesantren aktif dan mereka masih di rumah.

Mereka tidak bisa melakukan apa-apa, karena sesuai janji jika mereka kalah mereka harus menyerah untuk kembali ke indonesia.

Tapi pagi itu, keajaiban terjadi.

Ayah Zora dan juga ayah nya Tina memanggil mereka untuk berbicara di ruang keluarga rumah Zora.

Ayah Tina menyuruh kedua nya untuk duduk menghadap mereka. Dan di hadapan mereka, tepat di atas meja terdapat dua buah tiket pesawat ke indonesia.

Apa ini artinya mereka di beri izin untuk ke indonesia?

"Silahkan duduk," perintah ayah Zora.

Kedua gadis, yang sudah seperti saudara kembar itu tidak menghiraukan apa-apa lagi mata mereka terfokus pada tiket yang ada di hadapan mereka.

"Apa ini ayah?" Tanya Zora dengan wajah yang sedikit merona.

Tina yang biasa nya memasang wajah kantuk dan tidak peduli, ikut memperlihat kan perasaan senang dan penasaran nya.

Kedua nya menunggu jawaban.

"Kalian sudah lulus tahap uji keteguhan hati, sikap ksatria sejati yang menerima keputusan dan berjuang mati-matian,"

Ayah Tina terdiam sejenak mengamati ekspresi kedua gadis remaja itu.

"Jadi kami memutuskan untuk mempercayai kalian dan memperbolehkan kalian untuk kembali ke pondok Nabawiyah, kami merasa yakin kalian bisa menghadapi masalah dengan tekad dan keteguhan hati yang kalian miliki sekarang," jelas ayah Tina melanjutkan.

Zora dan Tina tidak dapat menahan senyuman dan rona binar wajah mereka.

"Ini tiket untuk pagi ini, kalian bisa berkemas sekarang, kami akan mengantar kalian menuju bandara,"

Akhirnya. Kedua gadis itu meloncat gembira saling berpelukan.

"Terimakasih ayah! Terimakasih paman!"

"Lagi pula, kami tidak tahan melihat wajah murung kalian sepanjang hari," tambah ayah Zora lalu berbalik meninggalkan ruangan, diikuti oleh ayah Tina yang terkekeh melihat ketulusan hati saudara kembarnya dalam merawat anak-anak.

Walau dengan wajah serius itu.

_________________________________

Fahri hampir selesai menjemur pakaian nya walau langit sedikit mendung dia tetap menjemur baju-baju itu, bahkan pada saat Zaki memilih menumpuk cucian nya di dalam ember hingga nanti dia yakin hujan tidak akan turun.

Sementara Ilham,

Laki-laki dengan tubuh lebih berotot dari pada teman-teman nya itu tiba-tiba berlari sambil berteriak memanggil Fahri yang masih sibuk menghitung baju nya yang baru saja di jemur.

Zaki hanya menggeleng pelan, kali ini apa yang membuat Ilham cengeng itu berlarian seperti di kejar anjing galak.

"Fahri! Zaki! Penting dengarin ane!!"

Fahri akhirnya menoleh dengan malas, padahal dia masih ingin menghitung baju yang di jemur nya.

Zaki ikut mendekat.

"Maa dza?" Tanya kedua nya hampir berbarengan.

"Tadi ane liat Haikal! Di Puskestren! Bareng ustadz Syufyan dan ustadz yang lain, baju dia berdarah-darah! Ngeri ane liat nya," sahut Ilham menggebu-gebu.

Ghost in PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang