Setengah jam kemudian Kirana keluar dari kamar. Melangkahkan kaki menuju segerombolan pemuda yang kali ini tidak terlalu menatapnya aneh, tapi masih.
Kirana mengambil posisi berdiri menutupi televisi di depan para pemuda yang sebelumnya sedang menonton.
Menghirup napas sejenak kemudian mulai berbicara, "Malam semua ... perkenalkan namaku Kirana Desyifa, biasa dipanggil Ana. Sekarang baru tujuh belas tahun, maba di kampus para abang, jurusan Psikologi. Aku adiknya Bang Ari. Pendatang baru di rumah ini. Sekian ... apa ada yang ingin ditanyakan?" ujar Kirana memperkenalkan dirinya seperti perkenalan di depan kelas.
"Kamu ... mabok?" tanya Ari dengan wajah jijiknya.
Kirana langsung cemberut, "Aku cuma pengen ngenalin diri sebagai anggota baru di sini."
"Ada-ada aja sih. Ini abang kenalin. Ingat ya!" Dengan patuh Kirana menganggukkan kepalanya.
"Ini Dani ...."
"Udah tahu," potong Kirana.
"Dengerin!" ujar Ari sambil melotot.
"Iya iya, lanjut Bang!" ujar Kirana cengengesan.
"Ini Dani, satu jurusan sama Abang, dan juga sekamar. Ini Fahri, jurusan Fisika, kamarnya yang pertama dari pintu masuk, Zaki jurusan Kedokteran sekamar sama Fahri. Ini Adi yang sekamar sama abang jurusan Seni, dan Fiko jurusan Psikologi kamar yang paling terakhir." Ari terdiam sejenak kemudian pura-pura mengusap peluh, seakan mengenalkan orang itu pekerjaan yang amat berat "Hadeh capek juga ngenalin kalian, huh... ada pertanyaan?" keluh Ari kemudian meniru ucapan Kirana tadi.
"Weeei gue njirrr?" teriak seorang cowok yang belum ditunjuk oleh Ari.
"Ah iya, kemana aje lu, Ndro? Na, kenalin dia Andri jurusan Teknik Pertambangan sekamar sama Fahri. Any question?"
"Ada."
"Apa?"
"Jurusan Abang apa? Ana lupa?" tanya Kirana dengan wajah polos minta ditampol.
Ari memutar bola matanya kesal, "Teknik Komputer Jaringan. Kamu ngajak ribut?"
Kirana menggeleng polos, "Nggak lah, orang beneran lupa juga. Oiya kata abang, semua yang di sini ada sembilan orang, dua lagi mana?"
"Mereka,-" Lagi-lagi ucapan Ari terpotong.
"Assalamualaikum," ujar seseorang ah salah, dua orang dari arah pintu.
"Waalaikumussalam, itu mereka," jawab Ari sambil melanjutkan ucapannya tadi.
"Mereka Gio sama Igo. Kembar, satu jurusan, satu kamar."
Kirana cengo melihat dua orang yang baru saja masuk ke rumah, ditambah dua orang itu duduk tepat di hadapannya.
"Gantengnya ...," lirih Kirana tanpa sadar.
Ari menyentil dahi Kirana.
"Zina woii!!" sergah Ari.
Kirana melirik Ari sinis, "Iri ae lu."
"Ah iya, jurusannya apa?" tanya Kirana.
"Matematika."
"Wuah ... itu jurusan impian aku tauuu," heboh Kirana.
"Terus kenapa masuk Psikologi?" tanya salah satu dari mereka, yang Kirana masih belum hapal namanya, entah Fahri, Andri atau Zaki. Beda dengan Adi dan juga Dani yang ia tahu.
"Iseng," jawab Kirana seadanya.
"Hati-hati loh, nanti kamu sengsara," sahut Adi.
Kirana mengangkat bahu acuh, "Udahlah, udah masuk juga. Jadi mau gak mau harus lapang dada, biar lancaaar."
"Btw bang-abang. Kita gak makan nih? Ana udah laperrr," ujar Kirana dengan tangan memegang perutnya dramatis.
"Kamu duluan aja, ambil sendiri jangan manja!" ujar Ari tidak santai.
"Iya iya. Bang Ari lagi PMS ya, sensi amat. Amat aja gak sensi," ucap Kirana setelahnya berjalan menuju dapur.
Setelahnya Kirana melahap makanannya tanpa mengindahkan makhluk yang entah sedang apa di ruang tengah sana.
15 Februari 2020

KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
Художественная проза[Selesai] Kisah singkat Kirana yang tinggal bersama sembilan abangnya