8. Pulang

129 8 0
                                    

"ANAAA!!!"

TAP!

Ari spontan membuka matanya saat merasakan perih memenuhi keningnya.

"Ana?" tanya Ari seolah tak percaya. Apa ini masih mimpi? Ari membatin.

Kirana memutar bola mata. "Iyalah, emang abang kira siapa?" ujar Kirana agak jengkel, pasalnya baru saja dia memasuki rumah sudah disambut oleh teriakan Ari yang entah kenapa tidur di sofa.

"Kamu item. Adek abang mana ada yang item," balas Ari meledek, membuat Kirana kesal kemudian berjalan mendekat pada Dani.

"Abang ... masa aku dibilang item," adunya pada Dani.

Dani mengangkat sebelah alisnya, "Eh, iya, kenapa itaman gini?" Ucapan Dani yang tak berperasaan semakin membuat Kirana cemberut.

"Bang Fiko tuh. Masa lagi panas panasnya kami disuruh baris," ucapnya menyalahkan Fiko yang sedang minum hingga membuat pemuda itu tersedak.

"Yaudah Na, maskeran bareng abang aja yok, masker bengkoang biar terangan," ajak Andri.

Atensi Kirana beralih pada Andri yang baru saja keluar kamar, "Emang abang punya masker?" tanyanya.

"Nggak," balas Andri ringan membuat dirinya mendapatkan sebuah pukulan di pundak.

"Gak usah ngajak kalau ujungnya gak pasti."

"Lah baper," ejek Andri kemudian beranjak menuju dapur sebelum terkena pukulan dahsyat lagi.

Bibir Kirana mengerucut, "Kirana pulang itu disambut, bukannya dijahatin kayak gini. Hayati lelah tahu gak. Tahu gini mending aku gak usah pulang sekalian," rajuk Kirana.

"Uluuluu ... adek item eh manisku ngambek, sini-sini abang peluk," ujar Ari kemudian memeluk erat Kirana, lagi-lagi mimpi tadi membayanginya.

"Jangan tinggalin abang dong," ucap Ari sungguh-sungguh.

"Lepas bang ... aku belum sholat nih, bentar lagi waktunya abis. Aku gak mau mati sebelum sholat," ucap Kirana mencoba melepaskan pelukan Ari, karena teringat ia belum sholat.

Berat hati Ari melepaskan pelukannya, "Dah sana, abang ambilin makan kamu dulu." Ari berlalu sesaat sebelumnya mencium pipi adiknya gemas.

"Abang lo kenapa Na?" tanya Fiko.

Kirana mengangkat bahunya, "Kesambet kali. Udahlah aku sholat dulu, Abang juga, jangan sampai gak sholat." Kemudian ia berlalu menuju kamarnya.

Selesai makan, Kirana memilih untuk bergabung dengan abang-abangnya. Beruntung kuliah besok masuk setelah zuhur.

"Sore waktu kami masak, aku gak sengaja lihat panjul, kalau gak dilarang sama Bang Fiko pasti udah aku bawa pulang." Kirana memulai ceritanya.

"Panjul?" Sebelah alis Ari terangkat.

"Tupai," jawab Fiko, "lagian adik lo aneh, Ri. Masa itu tupai mau dimasukkin ke dalam tas. Kurang ajar banget."

"Yeee ... terus kalo gak dimasukkin kedalam tas si Panjul mau disimpan di mana?" balas Kirana tak mau disalahkan.

"Ada-ada aja sih, Na," sahut Fahri membuat Kirana semakin cemberut.

"Oiya Bang Fik, yang kena kemarin siang siapa?" tanya Kirana di luar pembicaraan sebelumnya.

Lama Fiko tidak menjawab pertanyaan Kirana. Lagian tadi lagi bahas tupai sekarang malah bahas yang lain.

"Ah ... oh anak kelas D kalo gak salah," ucap Fiko setelah mengorek informasi tentang kemarin di otaknya.

"Iih, serem tau bang ... tiba-tiba nangis gitu, aku aja yang sholat waktu itu lebih fokus ke suaranya daripada ayat yang aku baca." Setelah berujar Kirana terkekeh meyadari tindakan bodohnya. Ari yang di sebelahnya ikut terkekeh sambil mengusap puncak kepala Kirana.

"Bang Ari tumben kalem?"

"Hm," gumam Ari kemudian mengangkat bahunya.

"Dia galau Na, lo tinggal pergi. Malahan dia lebih milih tidur di kamar lo," beber Andri.

Kirana tersenyum jahil, "Aiih ... abang kesambet apa coba. Biasanya 'kan gak gini. Tapi makin sayang dehhh." Kirana memeluk Ari dari samping.

"Mau dong Na dipeluk," seru Adi dan juga Andri di seberang Kirana.

Kirana tertawa sambil menggeleng membuat Adi memasang wajah cemberutnya.

16 September 2020

Heiyooo, aku balik lagi hehe

Mau kasih tau, kalo cerita ini bakalan di-up rutin setiap Rabu dan Kamis

Jaan ampe ketinggalan yaaak :)

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang