Esoknya ketika Kirana baru saja keluar dari kelasnya. Di bangku koridor telah duduk Fiko dengan wajah serius sedang menekuni ponselnya.
"Bang," panggilnya ketika tepat berdiri di depan pemuda itu.
Fiko mengangkat wajah, begitu tau siapa yang berada di depannya, ia langsung mengantongi ponsel dan berdiri.
"Nggak ada kelas lagi kan?" tanyanya yang dibalas gelengan oleh Kirana.
Fiko langsung menyeret Kirana menuju parkiran. "Mau kemana bang?" tanya gadis itu begitu ia menaiki motor.
"Bagusnya kemana?" tanya Fiko balik.
"Eh, emang gak langsung pulang?"
"Kalau langsung pulang ngapain nanya."
"Nggak deh, kemana dulu gitu. Aku lagi gak ada tugas untuk besok btw. Jalan kemana gitu atau makan-makan?" racau Kirana yang tidak ditanggapi oleh Fiko.
Tapi tak lama setelahnya, motor yang dikendalikan oleh Fiko berhenti di samping gerobak mie ayam.
"Makan sini dulu, abis itu baru jalan-jalan." Kirana mengangguk patuh, kemudian langsung memesan dua porsi mie ayam.
Satu jam setelahnya mereka kembali mengendarai motor, Fiko berhenti ketika mereka sudah sampai di pasar.
"Kesini mau beli apa bang?"
Fiko mengangkat bahu, "Gak tau juga," ujarnya cengengesan.
"Hm, yaudahlah. Masuk yuk, mana tau ada yang mau dibeli."
"Bang, gimana rasa mie ayam tadi?" tanya Kirana sembari mereka menelusuri pasar.
"Enak," jawab Fiko singkat.
Kirana mengangguk lamat-lamat, "Tapi lebih mending yang di depan kampus," komentarnya.
"Perasaan sama aja deh," balas Fiko.
"Beda tau, kalau di depan kampus itu ayamnya banyak ada cekernya juga, rasanya juga lumayan dari tadi. Tapi masih mending yang tadi sih daripada yang dekat gang rumah kita itu. Kalau di sana rasanya gimana ya, kayak hambar gitu," ucap Kirana menyampaikan pendapatnya.
Fiko hanya bisa geleng-geleng, "Di mana aja sih kamu udah makan mie ayam?" tanyanya iseng namun dianggap serius oleh Kirana.
"Selain tiga itu aku pernah makan di dekat lapangan futsal itu loh, tempat bang Ari pernah main. Yang deket pasar juga pernah sekali sama teman. Terus mana lagi ya, banyak sih bang. Tapi memang ada kurang-kurangnya dikit kalau dibandingin semua."
Fiko terkekeh, "Orang yang hobinya makan gini ya. Tau aja di mana makanan berada." Mendengar itu Kirana sedikit cemberut.
"Manusia butuh makan tau bang. Biar bisa mikir. Mikirin masa depan contohnya," balasnya dengan sedikit lelucon di akhir kalimat.
"Mikirin apa sih?" tanya Fiko penasaran.
Sebelum menjawab Kirana sedikit terkekeh, "Mikirin kapan Lee Min Ho jemput aku gitu. Masa ya bang udah berapa tahun sih, dia gak pernah ngasih kabar aku. Udah mulai jarang nanya 'udah makan atau belum' atau nggak nanya 'lagi apa' gitu."
Wajah penasaran Fiko berubah menjadi datar, "Halu!" balasnya jengkel yang dibalas tawa renyah gadis itu.
"Yee, abang aja kali gak ada yang nanyain. Iri pasti sama aku," godanya sambil menoel-noel lengan Fiko.
Fiko tidak membalas, pemuda itu malah menyeret Kirana ke pedagang kaki lima yang menjual pakaian.
"Mending ini atau ini?" tanyanya sambil memegang dua baju.
Kirana melihat kedua baju tersebut, membandingkan hingga dahinya berkerut, "Gak tau," putusnya kemudian membuat Fiko mendengus.
"Jangan salahin aku dong. Aku kan emang gak jago kalau urusan ini," bela Kirana.
"Iya, kamu mah taunya milih novel-novel dan novel," omel Fiko.
"Lagian abang kayak cewek, beli baju aja minta pendapat temen," ejek Kirana meski tidak bermaksud mengejek Fiko.
"Pulang sendiri sana!" usir Fiko kesal.
Kirana merengek, "Iih, kok ngambek. Aku kan bercanda," ujarnya, "yang hitam aja bang, bagusan itu," tambahnya kemudian ketika Fiko ingin menentukan pilihannya.
Pada akhirnya, baju yang dibeli Fiko tetap yang dipilihkan oleh Kirana, meski hatinya masih jengkel karena dikatakan cewek oleh gadis itu.
"Kemana lagi kita?" tanya Fiko setelah sejam berkeliling pasar.
"Pulang aja lah. Capek, badan aku juga pegel-pegel. Pengen bermesraan sama kasurku sayang~"
"Abang serius tau," ucap Fiko cemberut.
Wajah Kirana menunjukkan ekspresi jijik, "Jijik tau bang. Pantes jomblo."
"Ayok pulang ah, kepala Ana mulai sakit nih," omelnya sambil menarik Fiko menuju parkiran motor.
"Sakit banget Na?" tanya Fiko mulai khawatir.
Kirana mengangguk. "Yaudah, kamu pegangan. Abang ngebut."
Seharusnya mereka pulang dengan sisa tawa bahagia, bukannya rasa khawatir.
5 November 2020
Ada yang suka review (ngebandingin) makanan macam Kirana, nda?

KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
General Fiction[Selesai] Kisah singkat Kirana yang tinggal bersama sembilan abangnya