Pukul sepuluh siang, Kirana baru bangun. Dengan badan yang masih sedikit lesu ia melangkah keluar kamar.
"Pagi abang-abang," sapanya seperti biasa, namun tidak sesemangat biasanya.
"Udah sehat, An?" tanya Fahri.
"Alhamdullilah Bang, makanan masih ada gak?"
"Ada tuh di dapur. Tinggal makan."
"Ana kebelakang ya bang," Fahri mengacungkan jempolnya.
Selagi ia menyuap nasinya, sebuah tangan mengusap puncak kepalanya.
"Udah sehat?"
"Udah."
"Jangan sakit lagi ya. Abang khawatir."
Kirana mengangguk, "Maaf bang, Ana gak nyangka bakalan demam kayak semalam."
"Hm. Abang ngampus dulu ya. Kamu istirahat aja. Kalo masalah tugas bisa kamu titip sama Fiko." Kirana mengangguk sambil masih mengunyah makanannya, kemudian Ari mengecup puncak kepalanya, lalu meninggalkan Kirana yang masih sibuk dengan sarapannya.
"Na, masih idup?" ucap Andri yang baru saja datang masih dengan memanggul tas kuliahnya.
"Baru idup bang," balas Kirana sekenanya.
"Rugi lo Na, gak liat si Ari yang tadi malam kayak cacingan."
"He?" Kirana memiringkan kepalanya ke kanan kemudian menatap Andri dengan sebelah alis naik ke atas, "Maksud? Emang Bang Ari sejak kapan cacingan?" lanjutnya.
"Ck. Bukan cacingan itu tapi malam tadi abang lo itu khawatir banget sama lo."
"Masa'?"
"Waktu lo masuk kamar abis minum malem dia malah mondar mandir gak jelas di depan kamar lo. Mana pas gue tanya gue disambit lagi. Sakit njirr."
"Bodo." Andri melotot, kurang ajar, udah bicara panjang lebar balasannya empat huruf doang.
"Na masih mau idup?"
"Hm?" lagi-lagi Kirana mengangkat sebelah alisnya.
Andri berjalan menuju tempat di mana alat-alat dapur disimpan, kemudian mengeluarkan sebuah pisau yang cukup besar.
"Mati lo kali ini Na," ujar Andri sambil mengacungkan pisaunya.
Kirana segera berdiri dan berlari ke depan mencari perlindungan.
"BANG!!! HELP AKOHH. AKOH MAU DIBUNUH!!! AAA!!!" teriak Kirana heboh kemudian meloncat menuju sofa, segera berlindung pada seseorang yang entah siapa.
"Sini lo Na, adek kurang ajar lo ya. Apa sih yang diajarain Ari ke elo?!" murka Andri sambil berjalan mendekati Kirana.
"Go lepasin bandit kecil itu. Gue mau ngasih dia pelajaran," titah Andri pada Igo yang dijadikan tameng.
"Jangan Bang. Masa tega. Aku baru sembuh loh," rajuk Kirana pada Igo.
Dengan kebaikan hatinya, Igo lebih membela Kirana, dan segera memeluk tubuh gadis itu.
"Elah. Go jangan giniin gue dong." Kali ini giliran Andri yang merajuk dengan wajah yang sengaja dibuat semenyedihkan mungkin.
"Jijik lu Ndri. Sono lo. Kasian adek gue baru sembuh," usir Igo membuat Kirana tertawa senang.
"BWEEEK!!!" Kirana menjulurkan lidahnya kepada Andri bermaksud mengejek pemuda itu.
Andri kemudian mendekat, membuat tawa gadis itu lenyap seketika.
"Udah sembuh ternyata," ujar Andri sambil mengusap kepala Kirana gemas.
"Jadi abang boongin aku. Tega ya bang. Aku tuh gak bisa diginiin. Huhuhu," ujar Kirana pura-pura menangis.
"Na, lo bener minta dimatiin ya!!!"
23 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
General Fiction[Selesai] Kisah singkat Kirana yang tinggal bersama sembilan abangnya