29. Lan Jalan (3)

39 3 0
                                    

Malam minggu yang harusnya malam paling membahagiakan bagi orang yang memiliki pasangan dan akan semakin membahagiakan dikarenakan malam ini sama sekali tidak turun hujan. Mungkin para jomblo yang berdoa adalah jomblo yang jarang ibadah sehingga doanya tidak dikabulkan oleh Tuhan.

Eh, salah. Mungkin alasan kenapa sekarang tidak hujan karena Tuhan sedang berbaik hati pada pasangan yang sedang dimabuk asmara.

Kirana menggeleng, akibat pikiran konyolnya. Bisa-bisanya ia menebak kenapa hari ini tidak hujan. Memangnya dia siapa? Si penurun hujan?

Abaikan Kirana yang sedikit tidak normal ini. Sekarang Kirana sedang menonton film barat di televisi ditemani Ari dan juga Dani yang duduk mereka mengapit Kirana di tengah. Sepanjang menonton seperti yang sudah-sudah, Kirana akan berceloteh ria yang berakhir adu mulut dengan Ari, namun kali ini ada Dani yang bertindak sebagai penengah ketika Kirana dan Ari sudah tidak bisa kontrol emosi masing-masing.

Yang anehnya, bukan, Kirana memang selalu aneh. Meskipun ia bertengkar masalah film dengan Ari, gadis itu tetap saja menyandarkan kepalanya pada lengan Ari. Dan bahkan Ari pun sama sekali tidak menyingkirkan kepala orang yang selalu mengajak debat dirinya.

"Kiranaa!!!" teriakan Andri membuat Kirana dan kedua abangnya menoleh dari televisi, tapi itu hanya sebentar karena setelahnya mereka bertiga kompak mengalihkan pandangan dari Andri ke arah Televisi.

"Sialan. Kalian ngejekin gue?" marah Andri.

Kirana yang tidak ingin ada drama untuk kesekian kalinya menanggapi Andri, "Kenapa sih bang manggil aku?"

"Kita keluar yuk!" ajaknya dengan senyum yang kembali menghiasi wajahnya.

"Ngapain? Lagian ini kan malam minggu."

"Kenapa kalau sekarang malam minggu?" tanya Andri heran.

"Kan abang jomblo," balas Kirana singkat padat dan tepat.

"Gak inget sendirinya juga jomblo?" balas Andri tak mau kalah.

Kirana hanya melengos.

"Makanya karena sekarang malam minggu. Abang mau ajak kau ke pasar malam," jelas Andri membuat Kirana menegakkan posisi duduknya.

"Serius bang? Gak bohongkan? Oke aku pergi." Kirana histeris sendiri, sudah cukup lama ia tidak pergi ke pasar malam.

Selagi menunggu Kirana bersiap, Andri memilih duduk di sofa yang tadi di tempati oleh gadis itu.

"Ngapain sih lo. Main nyempil aja!" sungut Dani, bukannya beranjak Andri malah semakin menempel pada Dani.

"Ululu ... abang kok gitu ngomongnya ke adek. Sakit ati adek bang." Andri berbicara seolah ia adalah gadis yang tersakiti dan dengan tidak malunya ia malah meletakkan kepalanya di bahu Dani.

Geram, Dani langsung menoyor kepala Andri, yang membuat pemuda itu berpindah darinya menuju Ari.

"Kalian ngapain, kampret!" Ari memilih untuk berpindah duduk, kemudian menatap serius pada Andri.

"Mau kemana lo, sampai harus ngajak Kirana?" tanyanya.

Andri melengos, "Kan tadi gue udah bilang. Pasar malam, Bambang." Sebuah toyoran lagi-lagi mengenai kepalanya.

"Lo ngapain main toyor-toyor kepala gue. Difitrahin ini," ucap Andri mulai kesal.

Dani yang diamuk, sama sekali tidak membalas, ia kembali menatap televisi.

"Jangan kemalaman. Lo kan tau gimana daya tahan tubuh Ana. Dia gak boleh kecapekan." Ari kembali bersuara.

Mendengar itu, Andri menganggukkan kepalanya, ia juga tahu hal itu. Bahkan awalnya ia sempat ragu. Takut kalau nanti Kirana kenapa-napa. Tapi, siapa sangka kalau adiknya itu sangat senang diajak ke pasar malam.

KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang