"Assalamualaikum ... siang wahai penghuni dunia."
Kirana melangkahkan kakinya memasuki rumah lebih dalam menuju dapur, bahkan tasnya masih menggantung di kedua bahunya.
"Capek banget ya?" Fahri mengambil duduk di sebelah Kirana yang sedang berdiri sambil minum.
Dengan masih meneguk airnya, Kirana mengangguk, "Iya, huh. Gak tau akhir-akhir ini jadi sering kecapekan dari biasanya," ujar gadis itu sambil mendudukkan diri di sebelah Fahri.
"Itu apa bang?" tanyanya ketika melihat Fahri yang sibuk membuka kotak stirofoam.
Fahri menggeser kotak itu menuju Kirana, "Seblak, mau?" tawarnya.
Kirana mengangguk, kemudian mengambil sendok.
"Level lima," ucap Fahri yang membuat tangan Kirana yang sedang memegang sesendok seblak mengawang, tidak jadi dimasukkan ke mulut.
Kirana menekuk wajahnya, kemudian menurunkan kembali sendok tanpa menyuapkan seblaknya. "Jahat," ujarnya cemberut, "kenapa level lima, abang kan tau aku gak bisa makan yang sepedas ini." Kirana menelungkupkan wajahnya di meja, kecewa karena gagal mendapat makanan gratis.
Fahri terkekeh pelan, "Pake nasi aja kalau masih mau dan jangan makan kebanyakan." Tanpa berpikir lagi Kirana segera melesat mengambil sepiring kecil nasi.
"Ini," ucapnya sambil menyerahkan piring kecil itu pada Fahri yang kemudian dituangkan ke dalam kotak stirofoam.
"Ingat jangan kebanyakan!" Peringatan Fahri entah didengar oleh gadis itu entah tidak, pasalnya saat ini sudah suapan ketiga yang ia lakukan.
Pada akhirnya, satu porsi itu habis oleh mereka berdua, yang didominasi oleh Kirana. Kirana dan makanan memang susah dipisahkan.
"Bang," panggilnya pada Fahri yang masih diam di tempat sambil mengetik entah apa di ponselnya.
Panggilan itu di balas gumaman oleh Fahri yang sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.
"Tadi aku lewat depan fakultas abang. Terus liat kakak-kakak sama abang-abang gitu rame-rame di dekat pintu masuk. Itu ngapain?"
Fahri meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian mengalihkan semua perhatiannya pada Kirana, "Itu, ada penggalangan data untuk panti asuhan."
Kirana mengangguk paham, terdiam sejenak hingga membuat dahinya berkerut, "Abang ikut?" tanyanya lagi.
Fahri mengangguk, lalu kembali meraih ponselnya yang bergetar, "Kenapa?"
Kirana terdiam lagi, sambil menatap lurus Fahri yang sedang menunduk, "Aku mau ke panti," jawabnya dengan nada meminta. "Tapi gak mau ikut acara yang di fakultas abang itu. Maunya kayak berkunjung sendiri gitu, tanpa bawa-bawa nama instansi kampus. Maunya sebagai Kirana, orang yang punya impian masuk ke sana," sambungnya.
"Maksud kamu apa punya impian masuk ke sana? Kamu mau jadi anak panti?" tanya Fahri dengan wajah serius.
Kirana menggeleng, "Bukan astagfirullah. Aku cuma mau berkunjung, main sama anak-anak di sana. Lagian kalau gitu sama aja dong kalau aku doain ayah ibu meninggal. Nggak lah!" ujar Kirana sedikit meledak dengan ucapan yang seperti tuduhan itu.
Fahri diam.
"Kalau mau, minggu besok aja kita ke sana. Abis abang ikut acara, sekalian minta izin ke pengurusnya, mau gak mereka nerima orang cerewet kayak kamu," ucap Fahri kemudian. Awalnya Kirana sudah tersenyum lebar ketika Fahri mengajaknya namun, senyum itu dengan cepat hilang ketika Fahri mengejeknya, meski ejekan itu tidak salah juga.
"Oke deh. Nanti aku tagih, perginya hari Kamis aja bang. Minggu besok aku gak masuk soalnya."
Fahri mengangguk, "Agak sorean ya. Dari pagi sampai zuhur abang ada kuliah," tawar Fahri yang langsung diangguki Kirana.
"Jangan lupa yaaa!" Setelahnya Kirana meninggalkan Fahri untuk ke kamar, membersihkan diri dan beristirahat sebentar sebelum berperang dengan tugas yang semakin hari semakin menyebalkan, banyak sekali.
18 November 2020
![](https://img.wattpad.com/cover/211046234-288-k584733.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kirana
General Fiction[Selesai] Kisah singkat Kirana yang tinggal bersama sembilan abangnya