Malam ini ada kegiatan SOSIAL di asrama, usai kelas malam, aku dan kedua Roomate ku pergi ke Aula bawah, duduk mendengar arahan disana.
Aku sempat mengumpati dalam hati karena entah kenapa selorong asrama menbenci kami, mungkin karena kami tidak senang berpura-pura, tidak senang bergaul dengan memandang sosialita, dan bahkan kami tidak bisa berpura-pura untuk baik dengan orang yang tak pantas di baiki.
Ah, alhasil, fitnah dan ucapan kasar terlontar dari kakak asrama, semua karena aduan mereka.
Aduh sayang, hobi banget jatuhkan orang lain untuk terlihat lebih tinggi.
"Mereka bertiga aja kedepan, mereka ngga pernah mau berbaur soalnya." Ucap kakak senior menunjuk kami bertiga.
Aku terdiam sambil lihat-lihatan, kedua temanku mendadak kesal.
"Tapi kami kan gak buat salah, lucu deh."
"Kalo kakak maunya kalian yang maju, kenapa emangnya."
"Tapi kan gak adil kalo kami dapat hukuman cuma karena gak mau bergaul."
"Makanya itu kalian maju kedepan, biar di ajarin gimana caranya bergaul."
"Gak adil banget!" Kesal temanku, menarik tanganku lalu kami berdiri di depan.
Seharusnya malam ini jadi malam yang baik, tapi gak seharusnya kakak senior memperlakuan kami tidak adil begini hanya karena tak mau bergaul dengan kamar yang lain.
"Sombong banget sih kalian."
"Kalian pikir kalian gak butuh temen disini?"
"Sok iya ah, tiap kali diajak ngumpul per lorong gak pernah mau,"
"Gak friendly banget, keliatan angkuh banget deh."
"Kalo ketemu mana pernah mau nyapa, berasa orang penting kali ah."
Malam ini aku cuma punya teliga selebar GOA untuk nerima semua cacian mereka, dan itu semua gak membuatku ingin berteman, malah ingin menjauh sejau-jauhnya.
"Urusan lo pada apa sih?!" Potong Vee, teman ku yang sedari kesal bukan main.
"Jaga bahasamu, Vee!"
"Kalo gue gak pernah seneng bergaul sama lo pada kenapa emangnya? Lo berasa rugi? Ngga kan? Gue juga enggak!"
"Veee! Ngga boleh gunakan bahasa luar. Harus sopan!"
"Kak," Vee mendekati kak Caca, aku dan temanku diam terbata, "Kak, urusan saya bergaul atau gak sama mereka, itu murni kemauan saya dan kemauan kami bertiga, kalo rasanya gak cocok berteman apa perlu dipaksa? Ha? Kami juga gak rugi kalo gak berteman sama cewek-cewek hobi ghibah kayak mereka. Mereka itu sebenarnya pengen banget berteman dengan kami, makanya mereka sebisa mungkin buat kami jatuh, gitu kan?" Vee terkekeh, "Dan buat lo pada, gak usah ribet ngurusin orang lain, lo pikir lo itu disenangi sama semua orang, lo pikir lo itu uda perfect banget harus di temani, ha? Lalap tau gak? Murahan banget keliatan nya."
"Gak sopan banget kamu ngomong kayak gitu, hargai senior yang lain!"
Vee terkekeh sinis, "Saya akan hargai orang kalo orang bisa hargai saya, dan orang-orang labil kayak mereka gak pantas di hargai."
Aku dan temanku melongo tak percaya, Vee memang terkenal lebih garang dari kami berdua, dan malah ia tak segan akan bertingkah lebih kasar dari orang yang mengkasarinya.
Aku ingin mencengah Vee tapi gak mungkin, aku kenal betul sifatnya.
"Dan buat lo semua yang ngaku teman-teman gue, harusnya kalian tau, makin dewasa, makin harus tau mana teman yang pantas dijadikan teman, mana yang pantas di hargai, lebih dari itu gue bodo amat. Dan lo semua jangan pernah ngusik kami bertiga kali, kalo gak mau ku samperin satu-satu terus gue tarik rambut kalian, paham?!!"
Vee melototkan matanya, wajahnya merah lalu menarik aku dan temanku keluar dari aula. Kakak senior pun tak banyak bicara, mereka takut pada Vee. Sepertinya.
Aku tersenyum pas sampai dikamar, Vee mondar mandir lantaran kesal,
"Berani banget lo ngomong kayak gitu di depan kakak-kakak senior."
Aku melempar bantal kecil kearah Vee. Vee mendekatiku, "Sumpah ya, Le. Cewek-cewek kayak gitu perlu dikasarin, lagian ogah banget kan temenan sama mereka."
"Iya sih, udah kenyang banget di fitnah."
"Nah kan, gila ngga sih!" Ujar Vee duduk di meja belajar, "Btw, kapan kita minggat, lo uda gak betah kan disini?"
"Banget malah!"
"Udah ngabarin orangtua? Minta pindah gitu."
"Belum, Vee, masih abu-abu."
"Yah.. Lo harus ngomong sama orangtua lo, kita harus pindah."
Aku menghela nafas berat lalu meraih hape, ku lihat Notifikasi dari Liam lalu ku buka. Ternyata, Liam sudah mengirim pesan dari satu jam yang lalu.
-Ale, besok pulang kampus lo temuin gue di parkiran ya, cepat tapi jangan lama-lama, gue mau langsung ke terminal soalnya.-
Aku tersenyum,
-Iya, Liam. Emangnya ada apa?-
Belum ada balasan, aku memilih mengobrol sama Vee, sampai dia berdiri,
"Le, gue ke kamar mandi dulu."
"Okey."
Baru saja aku golek di kasur, tiba-tiba Liam membalas chat ku, buru-buru aku melihatnya.
-Penting pokoknya, gue gak bisa ngomong dikelas, pokoknya pas pulang lo harus temuin gue di parkiran biasa.-
-Iya Liam, pasti gue temuin.-
Iyalah, pasti harus ditemuin, apalagi besok terakhir ketemu Liam setelah Libur nanti. Ah, besok lusa gak ada Liam dong dikelas. Aaaaa.. Sepi banget ya allah .
"ALEE... GUE JATUH DIKAMAR MANDI.."
"Astaga, Veeana!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
Short StoryPercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.