siang ini, Dari kejauhan aku melihat Liam sedang sibuk membuka tutup laptop, yang ku tahu ia pasti sedang keter mengerjakan KTI (Karya tulis ilmiah) 50 lembar.
Bagi Liam, itu memberatkan. Sangat. Sungguh.
"Gue bawain makanan buat lo, nasi goreng. Nih."
Aku menyodorkan nasi goreng dalam kotak makan berwarna pink. Liam melirik ku dan kotak makan itu berulang kali.
"Ini bukannya kotak makan yang pernah gue kasih ke lo, Le?"
"Iya."
"Kok dibalikin?"
"Enggak dibalikin, gue cuma nyuruh lo makan nasi goreng ini."
Liam tersenyum, lalu menepuk kursi sebelah menyuruhku duduk.
"Gue makan ya."
"Iya."
Ku yakin Liam lapar, pasalnya suapan demi suapan di lahapnya sampai habis, lengkap dengan telur mata sapi. Ludes.
"Oh ya, Lim, semalam gimana ngajarnya?"
Liam tersedak, memukul dadanya, "Em.. Sama kayak biasanya."
"Emang lo ngajar dimana, sih?"
"Dirumah."
"Jadi guru privat gitu?"
"Mungkin."
"Kok mungkin?"
"Ada minum, Le?" Liam mengalihkan, "Sakit banget dada gue,"
Buru-buru aku mengeluarkan sebotol air mineral dan memberinya.
"Makasi."
Tak bertanya lagi, aku memastikan bahwa tugas Liam sudah dikerjakan sepenuhnya. Aku sempat mengecek halaman tulisannya namun baru judul yang tertera disana.
Aku mengernyitkan alis.
"Uda sampe mana tugas lo, Liam?"
"Sampe apaan, baru juga judul." Liam meletakkan botol minum di samping, "Sumpah gue gak ngerti Ale. Dosen kti ini sawan apa gimana sih, ntah apa yang harus gue buat."
Aku terkekeh, "Semangat Liam, lo pasti bisa."
"Emang lo udah siap, Le?"
"Dikit lagi."
"Oh, berarti hampir dong."
"Iya gitu, kenapa?"
Liam diam, lalu menggeleng, "Ngga apa-apa."
Siang hingga sore itu aku menemani Liam di taman belakang kampus, berdua. Aku sempat mengajak Liam untuk mengerjakan tugas sama-sama dengan yang lain, namun Liam menolak, dan lagi-lagi alasannya;
"Kumpulan lo beda sama kumpulan gue, gue gak bisa gabung sama anak-anak cerdas, nanti gue jadi merasa paling goblok diantara kalian."
"Lo udah baikan sama Rafa, kan?" Tanyaku menopang tangan di meja.
"Entah."
"Kok entah?"
"Gue merasa gak ada masalah, jadi gak mau ambil pusing."
"Iya sih, gak usah dipikirin ya, Liam."
Liam tersenyum,
Aku senang bisa mengobrol lama bareng Liam siang ini, walaupun Liam gak se-usil biasanya, tapi Liam terlihat lebih dewasa dan tenang.
Liam ganteng banget.
"Minggu depan udah libur semester kan, Le? Lo ada rencana pulkam?"
Aku mengangguk.
"Balik ke Jawa?"
"Iya." Senyumku, "Lo sendiri gimana?"
"Gue tetap disini lah, emang mau kemana?"
"Gak ada rencana balik ke Solo gitu?"
Liam menggeleng ragu, "Gak tau sih, palingan si Atika yang maksa gue balik ke Solo, katanya pengen liburan, juga mau singgah di rumah almh. Nenek gue."
"Oh, gitu." Anggukku, "pergi aja, mumpung sempat kan."
"Lihat nantilah."
"Okey."
Selepas itu Liam tak lagi mengerjakan tugas, ia sibuk menggaraiku dan kami adu perdebatan disana, dari yang penting sampai membahas semut di lobang tanah.
Tawa liam lepas, menenangkan, tawa yang sempat hilang beberapa hari ini. Liam terlihat hepi,
Satu hal yang ku tau, aku bahagia bisa menjadi alasanmu tertawa.
"Le, lo kocak banget deh, haha."
***
[][][]
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
Historia CortaPercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.