"Turun!"
David menggoyangkan motornya agar aku turun, tapi pandangan di depan ku sungguh tak mengenakkan.
"Gak mau!"
"Kok gak mau sih! Turun, Ale!"
"Gak mau! Bawa gue pulang, Vid!"
"Lo kenapa sih?"
David membuka setengah kaca Helm-nya, lalu menoleh kebelakang. Aku memanyunkan wajah kesal juga takut, aku menggeleng sekuat mungkin.
"Ale, Ayo turun, mereka udah nungguin lo tuh."
"Gak mau, David. Gue mau pulang aja. Lo jebak gue ini namanya."
"Kok jebak, sih? niat gue kan baik."
"Baik apaan!"
Aku tetap tak mau turun dari motor David. Namun terlepas dari itu, di depan sana sudah ada Tantri, Rafa, dan Liam. Mereka bertiga kompak melirik ke arahku yang masih duduk tenang di motor David.
Aku sempat melirik Liam yang memandangiku dengan tenang, berbeda dengan Rafa yang seolah ingin menelanku.
"Le, buruan turun, pegel tau! Gue mau parkirin motor!"
"Yaudah parkirin aja."
"Gimana mau parkirin kalo lo kasih nempel disini."
"David...." Rengekku, "Pulang ayok."
"Ih, gak usah manja gitu ke gue, gue bukan cowok lo."
Aku terdiam, memukul helm yang masih dipakai David. Menyebalkan sekali cowok satu ini.
"Buruan turun gak, kalo gak gue jatohin ni motornya." Ancam David, aku spontan turun dari motor.
Entah kenapa, aku takut menghadapi dua cowok di depan ku ini. Dari mulai parkiran taman, Rafa dan Liam sudah siaga menatapku lama sekali.
"Kok masih disini, sana samperin mereka."
"Gue harus ngomong apa?"
"Ya apa aja kek, kan disana aja Liam nya lo."
"Aih.."
Dari kejauhan tantri memanggilku dan aku menghampiri mereka. Di dudukkan di tengah-tengah Liam dan Rafa betul-betul membuat jantungku dag-dig-dug, seakan loncat dari tempatnya.
Aku menerkam tatapan tajam kearah Tantri dan David namun mereka malah bodo amat."Mau minum apa?" Tanya David satu persatu.
Mereka diam.
"Teh pake es banyak-banyak!" Ujarku menekan,
David mengiyakan dan tak lama kembali sambil membawa 5 Es Teh manis.
Tak ambil pusing, aku meminumnya secepat mungkin.Haus banget, Neng?
Sekiranya disuruh berbicara, aku bingung harus bagaimana. Yang ku tau, Liam juga awalnya menolak untuk datang kesini, apalagi dengan insiden bertengkar dengan Rafa tadi pagi. Bahkan sampai sekarang, mereka hanya diam saja, saling buang muka.
"Gak mau lama-lama, gue cuma mau nanya ke lo berdua, sebenarnya kalian ada hubungan apa?" Tanya David membuka topik utama.
Tanpa melirik Liam aku menggeleng, "Gak ada!"
"Jujur, Ale!"
"Emang gak ada!"
David beralih menatap Liam, "Ada hubungan apa, Lim?"
Liam acuh, "Lo denger sendiri dia ngomong apa."
"Aih.. Kenapa ribet banget sih." Omel David, menggaruk tengkuknya.
Sebenarnya aku udah pengen jawab di depan Liam kalau aku suka sama Liam, tapi Liam nya acuh banget hari ini.
"Lo suka kan Le sama Liam?" Tanya Rafa, menatapku sangat lama,
Tak ada jawaban, aku menunduk. Ku lihat Liam juga tak memberi respon apa-apa. Dia masih santai seolah menunggu semua penjelasanku.
"Ada hubungan apa sih, Le, Liam?! Kalian itu saling suka apa gimana? Kenapa diem aja sih? Kalo saling suka kan tinggal ngomong, setelah itu jadian, selesai kan?" Getir Tantri yang dari tadi gemes melihat tingkah kami.
"Gue gak tau, tan. Masih Abu-abu." Ucap Liam pelan.
"Maksud lo?!"
"Gue sama Ale cuma temenan."
"Gak usah bohong lagi, Lim. Semuanya juga udah pada tau."
"Beneran kami cuma temen."
"Itu-itu aja alasan lo dari dulu."
"Sumpah beneran."
"Udah kelihatan banget kali, mau bohong apalagi?"
"Ya allah beneran Tantri, cuma temen."
"Ngaku aja kenapa sih, Lim!"
Aku menyimak satu persatu ucapan Liam. Kenapa dari tadi Liam tetap keukeuh menyebutkan kata 'Teman' berulang kali bahkan sampai Tantri mendesaknya.
Wajahku bingung, Liam tetap menyakini mereka kalau kami hanya teman bahkan sampai menyebut kata 'Allah.'
Ini bukan perkara main-main, Liam.
Maksud ucapan mu barusan apa?"Ngaku Liam!"
"Ya allah Tantri, udah ah capek ngomongnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
Short StoryPercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.