Trinity
"Baru juga tidur uda dibangunin lagi!" Gumam Tantri menguap selebar Goa.
Aku mengangguk memegang kupingku karena sakit mendengar suara TOAK yang luar biasa kerasnya.
Setelah diizinkan tidur jam 2 pagi, tidak seharusnya dibangunkan jam 4 pagi. Mau dikemanakan mata kantuk ini?
"Gue ke kamar mandi dulu." Ujar Tantri pergi.
Seusai itu, sekira jam 7 pagi, aku dan Tantri langsung mengikuti senam di lapangan. Disusul Vonya yang berjalan sendiri, dan Juga Liam yang kemudian menghampiri Vonya.
Tak lama Vonya berdiri disebelah Liam, ketika disuruh merentangkan tangan. Toh secara langsung tangan mereka bersentuhan, bahkan mereka saling menggenggam.
Sial!
Aku yang berdiri paling depan sangat sebal, ingin pindah berdiri disebelah Liam tapi malah keduluan.
Dari jauh David yang melihatku terkekeh lalu memberi isyarat--Calm Down.
Ah, gak mempan, Vid.
Vonya sempat mendapat giliran ke depan mimpin Senam, giliran disuruh ajak teman yang menemani, Cewek itu malah ngajak Liam, terus Liam mau. Jadilah aku di depan mereka cuma diam kayak orang goblok.
Mereka hepi banget, Gumamku
"Udah, ah capek gue!" Ujarku menurunkan tangan dan jalan berdiri kebelakang.
Selama senam berlangsung aku terus memandangi Liam, dan Liam seperti memberi jarak, menyuruh biasa-biasa saja.
Sebenarnya, aku dan Vonya bukan teman dekat, hanya teman biasa banget. Dan sebenernya aku males berteman sama Vonya selama di Cimahi.
Ya gini deh, siapa juga yang mau berteman dengan cewek yang merebut cowok yang kita suka, siapa juga yang mau pura-pura baik di depan cewek yang merebut kebahagian kita.
Kalau kalian jadi aku, tentu aja gak mau kan?
Sama! Aku juga gak mau! Tapi ini perintah Liam, dan bodohnya aku menuruti gitu aja.
"Janganlah Le Vonya di tinggal sendiri, dia kan juga temen kita. Kawani dia, ajak dia ngobrol, lo kan tau sendiri si Vonya gak bisa berbaur sama orang lain. Kawani dia ya!"
Aku mengangguk iya saat itu, sementara Vonya malah kayak gak anggap aku ada, dia sibuk sendiri sama hapenya dan selalu menanyai Liam di depanku.
"Gue mau ke Mushalla dulu, lo mau ikut gak?
Vonya tampak memikir lalu mengangguk.
Jalan dari lapangan ke Mushalla, itu agak jauh bahkan becek luar biasa, mungkin karena hujan semalam.
Aku dan Vonya berdiri di depan becek dan tanah licin karena gak bisa melewati itu. Tapi tiba-tiba saja, aku melihat Liam dan David menghampiri kami,
"Mau bareng?" Tanya Liam.
Aku mengangguk,
"Yaudah, ayo."
Liam berjalan di depan, tapi tiba-tiba saja Vonya berteriak;
"LIAM... AKU GAK BISA JALAN, INI BECEK BANGET, GELI TAU, KAKI KU KOTOR!!!"
Spontan aku dan David saling pandang. Sama-sama menampakkan wajah heran dan mual. Kalau Vonya bilang tidak bisa lewat karena becek, Hey .... Apa kabar denganku? Aku juga tidak bisa kali.
Ku lihat saat itu juga Liam membantu Vonya dan memapahnya agar bisa lewat becek itu, dan Vonya sempat menoleh ke arahku lalu tersenyum picik.
Aku menatapnya jengkel, pemandangan di depan ku bikin naik darah.
"Ayo, Le. Bareng sama gue." Gandeng David.
[][][]
Aku kesal karena masih teringat Kejadian itu, dan belum bisa memaafkan dua orang itu.
Maafkan aku terlalu membenci.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
Kısa HikayePercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.