Kalau kalian tau, Liam itu adalah cowok yang paling benci jalan-jalan. Kalau jadwal kuliah udah selesai, Liam bakal buru-buru pulang.
Gak tau habis pulang kuliah dia kemana, pokoknya buru-buru pulang aja.
Aku sempat bertanya tapi alasannya selalu sama,"Bosen di kampus, kumpulan lo beda sama kumpulan gue, kalo lo kan sering nongkrong bareng anak pinter, nah gue ngapain coba disana?"
Membosankan tapi alasan itu yang selalu buatnya lolos dari banyaknya pertanyaan ku.
Dan hari ini, aku memaksa Liam untuk ikut kumpul bersama David, Rafa dan yang lainnya. Awalnya Liam menolak, tapi ku ancam tak mau membantunya mengerjakan tugas.
Dan Akhirnya, Liam menuruti.
Yess!!
David mengejek Liam berkata kenapa Cowok itu tumben ingin kumpul bersama, dan lagi-lagi wajah Liam tak enak karena sebenarnya ia memang tak suka disini.
"Mau pesan apa, Liam?" Tawarku,
"Gak haus gue."
Aku dapat membaca gelagat Liam kalau dia memang tak suka berada ditempat ramai seperti ini, yang kulihat ia hanya diam saja dari tadi.
Berulangkali aku mendapat pesan dari Liam,
"Gue pulang aja ya. Gue sakit perut."
Alasan itu dapat ku kenali, karena ia sama sekali tak memegangi perutnya, ia malah keliatan santai saja.
"Demi apapun gue pengen kentut, Ale. Gak enak banget disini."
Aku tertawa, lagi-lagi aku tau itu alasan. Sumpah, aku bisa membaca raut wajah Liam.
Liam diam-diam mengabariku karena tak ada yang tau kalau kami sering komunikasi. Ia juga tak mengajak ku ngobrol karena semua tau jika aku dan Liam tidak sering bicara.
Kita diam-diam aja ya, Le. Jangan sampai orang lain tau.
Aku berjanji untuk itu.
Minum yang aku pesan kan untuk Liam datang, aku pun berjalan mendekati Liam, duduk di sebelahnya.
"Pinjem hapemu, Liam." Pintaku,
Tak memberi Liam malah menepis tanganku, Aku terkejut.
"Pinjem hapemu, Liam. Bentar doang."
Sumpah aku tidak ingat janjiku saat itu, Liam berulangkali menepis tanganku dan berkata ; "Apaan sih, siapa lo datang-datang minjem hape gue."
Liam sengaja berkata seperti itu karena ia tak ingin kedekatan kami diketahui orang lain, bahkan teman kelasnya.
David melirik ku aneh,
Kalian tau betapa malunya aku saat menyadari tingkahku, aku melirik sekilas ke arah Liam, cowok itu menatapku penuh isyarat.
Jaga rahasia Ale, jangan maluin diri lo sendiri.
"Itu si Rafa udah datang, ayok." David berdiri, membayar minumannya dan menghampiri kereta Rafa.
Liam hanya diam saja, memiringkan badannya melirik sepeda motor Rafa, "Gilee! Anak tajir lo Raf?"
Rafa terkekeh malu, sementara yang lainnya mulai mengeluarkan kereta masing-masing.
Aku mendekati Liam, duduk di sebelahnya, aku berbisik.
"Liam, gue pergi dulu ya."
Tak langsung menjawab Liam malah melihatku heran, "Mau kemana?"
"Pergi nonton sama mereka."
Liam melihat kearah David dan Rafa, lalu meletakkan cangkir minumnya.
"Jadi lo nyuruh gue kesini cuma untuk nungguin lo pergi?"
Aku terbata-bata dibuatnya, bingung menjawab apa. Sebenarnya sih iya, kan Liam tak suka jalan-jalan. Biar Liam gak buru-buru pulang, makanya aku menyuruhnya ikut ngumpul.
"Liam mau ikut?" Tawarku,
Liam menggigit pipet sedotan, lalu mengangguk.
"Yaudah kalo gitu gue duluan ya."
"Lo pergi sama siapa?"
"Rafa,"
Wajah Liam berubah kerut, seperti tak suka atau bagaimana, Liam melirik Rafa.
"Lo sama gue aja."
Aku tersenyum mendengar itu, hatiku seperti loncat-loncat kegirangan. Tapi semua itu bisa aja gagal karena aku udah duluan janji sama Rafa.
"Gue udah janji sama Rafa."
Liam mendegus, "Yaudah sana dulu samperin Rafa, tolak ajakan dia."
Seenaknya Liam berkata tanpa beban, aku mendadak ragu,
"Takut buat Rafa marah."
"Lebih takut mana buat gue kecewa?"
Sumpah aku terdiam saat itu juga, tak tau lagi menjawab apa. Sedangkan Rafa mulai memanggilku dari tadi,
"Ale ayok, apalagi."
Aku hendak menoleh kearah Rafa tapi ditahan oleh tangan Liam. "Dia pergi sama gue. Lo duluan aja."
Rafa terdiam dibuat Liam, cowok itu masih diatas keretanya, melihatku lama. Aku jadi tak enak pada Rafa, juga lebih memilih pergi bareng Liam tentunya.
"Maaf Ya, Raf. Gue bareng Liam aja, ada urusan juga sama dia."
Rafa sepertinya kecewa, ia hanya mengangguk lalu melajukan motornya tanpa menjawab apa-apa.
Aku menoleh melihat Liam, "Jadi gak enak sama Rafa."
Liam mengaduk sisa minumnya, "Alibi dia doang itu, maunya pengen deket lo."
"Iya, uda jelasin juga kok ke Rafa kalo kita ada urusan."
"Urusan apa?" Sindir Liam, "Urusan biar bisa deket sama gue?"
Eh!
Sepertinya habis ini aku harus lebih banyak butuh oksigen, karena berada di dekat Liam bikin jantungku mau copot.
"Ayok pergi," Liam menggenggam tanganku.
🐢🐢🐢
«««LIAM»»»
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
ContoPercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.