Malam harinya, kami di tahan dalam sebuah ruangan perekrutan dimulai dari jam 8 sampai 12 malam. Ocehan para petinggi-petinggi diskusi itu tak sanggup lagi ku dengar, rasanya mataku merengek minta istirahat.
Aku melihat Liam duduk di depanku, kami berhadapan. Sesekali aku sengaja menunjukkan muka lelah dan capek, tapi Liam malah gak respon dan cuma senyum.
Tapi setelah itu, aku sempat melirik ke arah Vonya yang sudah bertumpu dagu di meja, ia melirik Liam dan bilang;
"Capek."
Liam melihat Vonya dan tersenyum, Liam juga bicara tanpa suara, yang katanya--
"Sabar, bentar lagi kok. Kalo ngantuk tidur aja."
Aku yang melihat itu meremas ujung buku, sangat kesal. Seolah-olah dalam waktu singkat, Vonya bisa menarik Liam untuk dekat dengannya.
Liam perhatian sekali sama Vonya dan aku sadar itu. Sumpah.
Fikiranku malam itu terbagi, aku menulis sesuatu dibukuku, yang ku ingat aku menulis---
Cimahi, November'19
23:45 WIBLiam itu Redup, Liam itu legam, Liam itu diam, Liam itu berpindah, Liam adalah sosok cuek yang tak berperasaan. Dan sekarang, Liamku pergi! Tak akan kembali.
Selamat teman. Kau berhasil menarik Liam ku, kau berhasil membuat Liam ku berporos pada sosok lain. Sosok yang ku yakini pelan tapi pasti, kau telah merebut Liam ku.
Dan sekarang, Liam ku benar-benar tak kembali. Ia bukan lagi sebagai tempat pulang, sekarang Liam itu asing.
Itu semua karena ulahmu teman!
Aku tak suka caramu merebut kebahagian ku!
Aku menulisnya lalu mencoretnya, untuk malam itu betul-betul tidak menyenangkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Quiet Love [Completed]
Short StoryPercayalah, ini bukan kemauanku, Liam. ____ Ini bukan cerita, tapi penggalan kisah Ale dan Liam.