22. New Beginning

1K 96 6
                                    


•••

°°the biggest change in me is because of you°°


•••

🌺🌺🌺

            Hening

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Hening.

            Satu kata yang dapat menggambarkan keadaan di dalam mobil Jungkook saat ini. Situasi jalanan yang sangat sepi, mungkin karena sudah larut malam, menambah berkali-kali lipat keheningan yang terasa menegangkan itu.

           Sejak Jungkook melajukan mobilnya, Lisa masih menundukkan kepalanya dalam-dalam. Hatinya gundah. Kacau. Bingung. Memikirkan bagaimana ia akan menjelaskan semuanya perihal kejadian tadi pada Jungkook agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Akan tetapi, Lisa juga perlu menggaris bawahi bahwa segamblang-gamblangnya ia menjelaskan, serinci-rincinya dia mengutarakan, tetap saja pada akhirnya, Lisa yakin, Jungkook pasti akan membencinya.

“Mau berapa lama lagi gue nunggu penjelasan dari lo?” Suara Jungkook dengan dingin berhasil memacu jantung Lisa kian cepat.

            Cewek itu perlahan mengangkat kepalanya. Memberanikan diri menatap penuh ke arah Jungkook yang tengah fokus menyetir. “Lo pasti kecewa, ya?” lirih cewek itu.

“Pertanyaan retorik. Perlu gue jawab?” balas Jungkook diiringi tawa hambar.

Lisa kembali menundukkan kepalanya. Tanpa sadar, dia berkali-kali sudah membuang napasnya untuk menetralkan detak jantungnya. “Sorry... G-gue punya alasan tersendiri kenapa gue ngelakuin hal itu.” Lisa berusaha mengungkapkan semuanya. Sekarang, dia tidak mau menutup-nutupi lagi. Toh, Jungkook sudah tahu, lalu apa gunanya dia berbohong lagi?

Jungkook tak menjawab sebagai tanda bahwa ia ingin Lisa segera menyampaikan alasannya.

           “Semenjak Mommy dan Daddy gue meninggal, gue bener-bener kesulitan dalam ekonomi, Kook. Lo pasti tahu gimana rasanya hidup tanpa orang tua dan nggak ada satu pun keluarga di Australia.” Lisa berhenti sebentar untuk meredam rasa sesak di hatinya. “Sampai suatu saat, ada teman gue yang nawarin tentang pekerjaan itu...” Nada suaranya menurun.

“Terus lo terima? Hebat,” sarkas Jungkook. “Pekerjaan nggak berfaedah sama sekali diterima. Nggak ada otak, lo?”

           Sedetik kemudian, setelah mendengar cercaan dan makian yang menyakitkan itu, sebulir air jatuh membasahi dress selututnya. Kata-kata Jungkook sungguh keterlaluan. Dia memberanikan diri untuk mendongak, menatap cowok itu. Bahkan, ketika dia menangis, Jungkook masih setia dengan wajah super dinginnya. Alih-alih bersimpati, sekadar menoleh saja tidak.
Jungkook benar-benar membencinya.

“Gue terpaksa. Lo nggak tahu seberapa susahnya gue cuman buat beli sepotong roti aja. Lo nggak tahu seberapa kerasnya gue udah cari kerja part time ke sana-ke mari, tapi nggak ada yang mau nerima dengan alasan karena gue belum cukup umur. Lo nggak tahu Kook! Hiks... Hiks...” Entah kenapa, emosi Lisa tiba-tiba tersulut. Ia berkata dengan nada yang tinggi. Lisa tak tahu, kenapa dirinya bisa menjadi se-sensitif ini hanya karena mengenang masa lalunya.

Kalau diteliti lagi, mungkin perkataan Jungkook tadi adalah salah satu penyebabnya. Siapa sih, yang nggak marah kalau dikatain nggak ada otak?

              Kali ini, Jungkook melihat Lisa, tapi dari ekor matanya. Namun, tak sampai tiga detik, dia mengalihkan bola matanya lagi. Sudi sekali dia merasa iba kepada cewek yang sudah membodohinya ini!

“Walaupun, lo nangis sampai air mata lo habis, gue nggak akan pernah iba sama lo. Jadi, dari pada sia-sia mending lo berhenti dan pergi.” Jungkook menghentikan mobilnya tepat di tepi jalan raya yang sudah sepi.

Flowers - [Lizkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang