9. SAKIT

804 77 19
                                    

[Sudah di revisi]

Pagi menyambut, Destira masih setia bergelung dengan selimut tebalnya itu. Perutnya terasa di remas-remas, kepalanya pusing, badannya lemas.

Benar kata Tari, penyebab dia memjadi seperti sekarang adalah karena seblak super pedas.

"Masuk!" Destira berucap ketika pintu kamarnya di ketuk.

"Gak sekolah lo Dek?" tanya Tari yang kini sudah lengkap dengan pakaiannya. Tari bersiap-siap untuk kembali ke kostnya. Karena hari ini dia ada kuliah siang.

"Gue sakit kayanya Kak," ujar Destira lirih dari dalam selimut.

Tari menyibakkan selimut tebal yang menyelimuti tubuh Adiknya itu. Lalu dia berdecak. "Bener kan apa yang gue bilang, makanya jangan bandel!"

Destira diam, ini memang salahnya. Telah melanggar ucapan sang Kakak. "Mau ke Dokter?" tanya Tari.

Destira menggeleng. "Lo berangkat aja sana, nanti lo telat masuk," kata Destira.

Tari berdecak. "Masih sempet-sempetnya lo mikirin gue!"

"Bangun. Gue buatin lo sarapan." Tari menarik tangan Destira agar duduk.

Destira duduk dengan badan yang lemas. "Sakit.." Dia berlari ke kamar mandi, karena rasa nyeri di perutnya yang tidak bisa di singkirkan.

Mulas dan sakit menjadi satu.

"Dek!" Tari menggedor-gedor pintu kamar mandi Destira.

"Bentar gue mules banget!" teriak Destira dari dalam kamar mandi.

Tari mengecek jam di pergelangan tangannya dengan risau. "06:45," gumamnya.

Tak lama Destira keluar dari kamar mandi, rambutnya acak-acakan, mukanya pucat, bibirnya pecah-pecah.

"Ayo ke Dokter," ajak Tari sambil menuntun Destira menuju kasur.

Destira menggeleng. "Enggak mau, lo berangkat aja Kak." Destira menyuruh Tari agar berangkat ke kostnya kembali.

Tari tetap menggeleng. "Gue gak bisa ninggalin lo sendirian di rumah," kata Tari.

Destira mengangguk kemudian kembali tiduran di kasurnya.

"Lo gak sekolah?" tanya Tari.

"Jam berapa sekarang Kak?"

"06:50."

"Gue mau sekolah." Destira bangun dari tidurnya. Belum sempat Destira berdiri dia sudah ambruk duluan karena tidak bisa menumpu badannya yang lemas.

"Ck! Gak usah sekolah lah. Percuma lo gak akan kuat!" Tari membantu Destira agar kembali tiduran di posisi yang benar.

Destira mengangguk "Lo bikinin gue surat gih Kak," suruh Destira.

"Yaudah, lo kelas berapa? Gue lupa." Tari mencari alat tulis di atas meja belajar Destira dan mulai membuat surat untuk Destira.

"X-C," ujar Destira pelan.

"Gue anter nih suratnya?" tanya Tari setelah selesai.

"Iya, lo kasih aja ke anak Osis yang jaga di depan gerbang aja." Destira memberitahu.

"Yaudah gue ke sekolah lo dulu ya." Destira mengangguk. "Sekalian aja lo berangkat Kak."

Tari menggeleng. "Gue gak jadi kuliah," ujar Tari.

Destira mengernyit sambil memperhatikan Tari yang sudah siap untuk menghantarkan suratnya ke sekolah Destira.

"Loh, emang kenapa?" tanya Destira.

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang