29. TERLALU MENDADAK

660 45 25
                                    

[Sudah di revisi]

Destira memasuki pekarangan rumahnya dengan langkah gontai, hari ini hari yang cukup membuat energinya terkuras. Dimana dia dihukum suruh membersihkan taman belakang sekolah yang luasnya minta ampun, karena tidak mengumpulkan PR Matematika.

Membuang napasnya berkali-kali berharap rasa lelah itu hilang. Dia membuka pintu rumahnya, dahinya mengernyit ketika kedua orangtuanya dan kedua kakaknya berkumpul di ruang keluarga, sangat serius. Bahkan mereka tidak tahu jika Destira sudah masuk ke dalam rumah.

Apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan sampai-sampai Destira tak terlihat seperti makhluk gaib seperti ini.

“Assalamualaikum.” Karena sudah bosan tidak di anggap keberadaannya, Destira pun mengucapkan salam.

Keempat orang itu menoleh, reaksi mereka berbeda-beda. Ada yang tersenyum, menatap Destira dengan sendu, ada juga yang wajahnya berubah menjadi pias ketika melihat Destira.

“Waalaikumsalam.”

Destira duduk disebelah Tari dengan sopan. “Lagi pada ngomongin apa sih? Serius banget,” ujarnya sambil terkekeh.

“Anak kecil gak boleh tahu.” Destira mendelik kesal ke arah Hasby yang sedang cekikikan di kursi hadapanya itu.

“Udah mau kelas 11 SMK mah bukan bocil lagi Bang, tapi proses menjadi dewasa!” elak Destira kesal.

“Sedewasa apapun kamu, tetap adik kecil di mata Abang.” Jawaban Hasby membuat semuanya tersenyum.

Disini, semuanya menyayangi Destira. Tidak ada yang tidak menyayangi cewek itu.

“Kamu ganti baju dulu ya, terus makan. Baru kesini lagi,” suruh Gita, Ibunda Destira.

“Sokey Ibu.”

***

Perasaan Devano kian campur aduk. Marah, takut, dan juga kesal bersatu.

Marah dengan orang yang berani-beraninya mengedarkan berita tunangannya, takut jika dikeluarkan dari sekolah, dan kesal, namun belum bisa melakukan apapun selain mengikuti alurnya.

Devano duduk hadapan Bapak Kepala Sekolah dengan wajah datar, disampingnya ada Lala yang sedang menunduk takut.

Setelah bel berbunyi tadi, Devano dengan Lala di panggil untuk menemui Kepala Sekolah SMK Neptunus. Untuk meluruskan segala kekacauan yang terjadi disekolah.

Sebenarnya baik Lala maupun Devano sama-sama malas, malas karena pasti akan di interogasi.

“Devan, Lala,” paggil Pak Barudin selaku Kepala sekolah itu membuat keduanya menoleh. “Apa benar berita yang sedang beredar itu?” tanyanya melanjutkan.

Hening.

Keduanya tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Pak Barudin barusan.

“Kalian tidak punya mulut?” tanya Pak Barudin sedikit sinis.

“Punya Pak,” jawab keduanya.

“Lalu mengapa tak menjawab pertanyaan dari saya?”

Diam lagi, keduanya sama-sama membisu.

“Keterdiaman kalian membuat feeling saya semakin kuat jika hal itu memang terjadi.”

Devano menghela napas pelan lalu menoleh ke arah Bapak Kepala sekolah.
“Iya Pak, berita itu memang benar,” jawab Devano pada akhirnya.

“Apa kalian sudah––”

“Tidak Pak, kami tidak melakukan apapun. Dan Lala masih segel,” ujar Devano memotong ucapan Kepala sekolah itu ketika dia melihat waut wajah Pak Barudin seperti menyelidiki sesuatu.

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang