25. PELAN-PELAN

624 39 26
                                    

“Betapa bodohnya aku ketika dirimu berbicara bahwa tak mencintaiku namun ku tetap memaksa, dan inilah akibatnya. Rasa sakit itu terlalu terasa. Aku tahu, karena sesuatu yang dipaksakan memang tidak baik untuk dijalankan.”

—Destira Kasavanya

[Sudah di revisi]

***

Dua minggu sudah berlalu, hari ini hari dilaksanakannya ujian akhir semester genap.

Mereka yang kelas sepuluh, serta sebelas, wajib mengikuti ujian itu sementara yang kelas dua belas diliburkan.

Fany dan Destira berada di satu ruangan, yaitu Ruang 2. Duduk dengan kakak kelas, cowok lagi membuat Destira kikuk setengah mati. Fany mah santai-santai saja, wong dia duduk bareng cewek.

“Udah belajar lo?” tanya Fany.

Keduanya sedang duduk di depan kelas sambil memegang buku bersampul coklat.

“Ini lagi. Cuma ngulang sih soalnya semalam udah ngapal,” ujar Destira.

“Sampe dihapalin, gue mah males banget.” Fany terkekeh kecil.

“Yeuh kalo gak dihapalin nanti jawabnya gimana? Kan pake rumus,” kata Destira sambil menoyor kepala temannya itu.

“Liat google aja lah.”

Destira spontan membulatkan matanya. “Otak lo ketinggalan di meja makan atau emang sengaja gak dibawa? Kok bego sih,” ujarnya sadis.

“Astagfirullah temen.” Fany mengelus dadanya sabar.

“Lagian ngadi-ngadi, kita kan gak boleh bawa ponsel. Fisika tuh mikirnya mumet tau, lo jangan santai-santai aja,” ujar Destira.

“Iya iya! Tapi kan gue duduk di belakang lo, bisa nyontek dikit mah.”

“Bisa kalo pengawasnya santuy, lah coba kalo yang galak. Ngelirik aja di gertak.”

“Iya sih, mudah-mudahan pengawasnya santuy biar bisa nyontek,” kata Fany.

“Maunya lo itu mah.”

***

“Alhamdulillah,” ujar Fany sambil menghembuskan nafasnya.

“Lega kan Fan? Gimana menurut lo? Susah, gampang, atau susah banget?” tanya Destira setelah keduanya keluar dari ruangan sehabis ulangan fisika.

“Sumpah ya, soal fisika bikin gue mumet. Susah banget! Apalagi yang tentang gelombang, gak ngerti lagi gue,” curhat Fany sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Makanya belajar, soal fisila tadi gak terlalh susah, lo aja yang kurang belajar.”

Fany memutar bola mata malas. “Ra, IQ gue rendah, nampung rumus sebanyak itu di otak gue gak bakalan muat, yang ada buyar semua nanti,” katanya dengan delikan kesal.

Destira terkekeh. “Lo nya aja kurang usaha, coba sedikit lagi pasti bisa.”

“Udahlah, orang udah selesai juga ulangannya. Gak mau ngantin Ra?” Fany mengalihkan topik.

“Gak mau, mending uangnya di tabung buat beli novel,” kata  Destira. “Lagian gue gak laper, jam 11 juga nanti pulang kan,” lanjutnya.

"Novel terossss,” sindir Fany.

Destira tertawa. “Biarin lah, iri bilang bos!” ujarnya tak mau kalah.

Fany memutar bola mata malas. “Mending beli apa kea gitu Ra yang bisa dimakan atau bisa digunain. Novel apa coba gunanya?”

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang