5. HUKUMAN

645 82 7
                                    

[Sudah di revisi]

Destira berdiri di depan gerbang yang menjulang tinggi di hadapannya dengan wajah penuh dengan keringat, jantungnya berpacu dengan sangat cepat seakan mau loncat dari tempatnya, napasnya tersengal–sengal.

Terlambat adalah hal yang paling di hindari olehnya, hal yang paling menakutkan menurutnya. Jika di bandingkan dengan kehadiran seorang Preman, Destira jauh lebih takut dengan terlambat. Dan sekarang, Destira malah melakukannya.

Ya Allah, tolong Baim.

"Ekhem!" Suara deheman yang lumayan keras itu membuat Destira menoleh. Dia terkejut saat tahu yang berdehem tadi adalah Devano.

"Telat?" tanya Devano.

Destira mengangguk kaku. "Iya, lo juga?"

"Liatnya?" Destira mengusap tengkuknya yang tak gatal. Bodoh, ngapain juga gue nanya kaya gitu.

"Mau masuk gak?" tawar Devano.

"Emang bisa?" Devano mengangguk. "Bisa."

"Gimana caranya? Gerbang aja udah di kunci."

"Ikut gue." Devano menarik lengan Destira.

"Eh, mau kemana?" tanya Destira bingung.

"Masuk lah."

"Nanti ketahuan!"

Devano berbalik berdecak kesal. "Lo mau masuk kan?" Destira mengangguk. "Yaudah gak usah banyak tanya!" ujar Devano.

Destira diam, dia hanya mengekori Devano dari belakang.

Sampai lah mereka di tembok pembatas sekolah yang menjulang tinggi itu.
"Ayo naik!" Devano berjongkok di depannya. "Hah? Naik apa?" Destira mengerjapkan matanya bingung.

"Naik odong-odong." Destira semakin di buat bingung. "Naik odong-odong?"

"Astaga! Ayo lo naik ke punggung gue!" Devano menarik tangan Destira gregetan.

"Enggak! Lo kan krempeng mana kuat angkat gue!" tolak Destira.

"Lo juga krempeng!" ujar Devano tak terima dengan ucapan Destira.

Devano menghela napas pelan, menetralkan deru napasnya. "Kalo lo gak mau, berarti diem aja di sini sampe bel pulang! Gue mau masuk!" Devano bersiap untuk memanjat tembok tapi Destira menahannya.

"Apa lagi?!" ujar Devano kesal. Masalahnya Destira sangat bertele-tele dan membuang waktunya.

"Hm.. Gue ma–u masuk ke dalam," ujar Destira takut.

"Yaudah ayo naik ke punggung gue!" Destira segera naik ke punggung tegap Devano. Untung hari ini bukan hari senin, jadi Destira menggunakan baju yang bawahannya celana panjang. PDH biru, lengkap dengan pangkat garis 1 di sebelah kanan dan kiri bahunya menandakan bahwa Destira masih kelas 10.

"Astagfirullah!" Destira terlonjak kaget saat menengok ke bawah. Dia celingak celinguk mencari bantuan.

"Woi!" Devano berteriak dari bawah. Ternyata cowok itu sudah turun dengan selamat. Destira memikirkan dirinya saat ini, bagaimana kalo dia terpeleset terus jatuh ke tanah? Pasti sangat sakit.

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang