14. INGKAR

564 62 25
                                    

[Sudah di revisi]

Ting!

Dengan cepat, Destira membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan di pagi hari buta seperti ini.

DevanoArselio
Jangan lupa

Astaga, mengapa cowok itu begitu cerewet? Destira juga ingat kali.

Destira
Iya, bawel

DevanoArselio
Takut lupa

Destira hanya melihat pesan yang dikirimkan Devano lalu memutar bola mata sebal. Dia mengecek jam beker yang ada di atas nakas. Belum berbunyi, berarti belum subuh.

Dirinya mengernyit bingung, mengapa ia bangun pagi banget hari ini. Terlalu bersemangat, mungkin iya. Karena hari ini giliran kelas Devano yang akan menjadi petugas upacara. Dan, Devano yang akan menjadi pemimpin upacaranya.

Jika kalian bertanya mengapa Devano tadi mengirimi pesan seperti itu kepada Destira. Karena, Devano menyuruh Destira untuk membawa peniti yang biasa digunakan untuk mengaitkan selempang yang dipakai oleh petugas upacara.

Kecil memang, tapi sangat penting.

Destira mengambil handuk serta pasta gigi kodomo rasa anggur yang dia simpan di laci meja belajar. Memang, Destira sering sekali dimarahi oleh Ibunya karena masih menggunakan pasta gigi anak–anak.

Setelah semua pasta gigi kodomo yang ia simpan di dalam almari kamar mandi di buang, Destira sekarang menyimpannya di laci meja belajar, agar Ibunya tidak tahu.

Lima belas menit di habiskan untuk mandi dan memakai baju, Destira keluar dari kamar mandi menggunakan hotpans dan tanktop saja. Karena dia mau menjalankan salat shubuh.

Tepat saat adzan yang berkumandang di masjid, jam beker yang ada di atas nakas Destira berbunyi. Cewek itu dengan cepat mematikannya.

Destira memakai mukenanya dan melaksanakan salat subuh, karena Ayahnya sedang pergi, jadi ia salat sendiri.

***

Devano berdiri gelisah di dalam ruang Osis, menunggu kedatangan seseorang. Upacara sudah akan di mulai, tetapi orang yang di tunggu oleh Devano itu belum juga sampai.

“Van, Ayo, udah mau mulai.” Rayhan mengajak Devano sambil melangkah mendekat.

“Lo duluan aja, gue lagi nunggu seseorang,” ujar Devano.

“Enggak bisa, Van. Lo pemimpin upacara hari ini, jadi gak boleh telat,” ujar Rayhan sambil menggelengkan kepalanya.

“Sebentar lagi Ray,” pinta Devano.

Rayhan menghela napas pelan. “Yaudah. Tapi ingat, jangan sampai telat,” peringat Rayhan yang di angguki oleh temannya itu.

“Kemana si Ra,” gumam Devano sambil mondar–mandir menggigit kuku.

“Van.” Suara khas perempuan membuat Devano menoleh. Harapan tak sesuai kenyataan, Destira yang Devano harapkan, Bella yang datang.

“Kenapa?” tanya Devano.

“Lo nunggu siapa?”

“Bukan urusan lo.” Mendengar nada ketus yang keluar dari mulut Devano, membuat Bella memejamkan matanya menahan sesak di dada.

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang