EPILOG

1.6K 58 13
                                    

[Sudah di revisi]

Semua orang, kini berduka. Langit pun sama, seolah-olah menangisi kepergian Destira. Cewek dengan sejuta senyuman manis yang terpatri diwajah cantiknya.

Menangis histeris, bahkan Gita sudah jatuh pingsan melihat anak bungsunya yang terbujur kaku dengan wajah pucat.

Ini terlalu tiba-tiba untuk semua. Bahkan, Destira tidak pernah mengeluh jika dirinya sedang sakit.

"Bangun Destira, gue tahu... hiks, lo denger gue... hiks," ujar Fany sambil mengguncang tubuh kaku Destira terisak kencang.

"Ayo bangun... hiks. Kita gapai mimpi kita bersama... hiks."

"LO LEMAH DESTIRA, AYO BANGUN! GUE TAHU LO KUAT, LO TANGGUH. DESTIRA YANG GUE KENAL ITU PANTANG MENYERAH BUKAN YANG LEMAH KAYA GINI!"

Fany berteriak histeris dengan tubuh yang merosot ke lantai. Kenyataan yang sangat sulit untuk dia terima. Dia tidak menyangka jika sahabatnya akan meninggalkannya secepat ini.

Kini Januarta yang mendekat, cowok itu menekuk kedua lututnya di samping brankar Destira yang terbujur kaku. Perlahan, Januarta menggenggam tangan kekasihnya itu yang sudah dingin.

"Hai Sayang," sapanya dengan senyum miris. "Aku sayang kamu, tolong bangun Princess, i need you," bisiknya di telinga Destira.

Januarta mengecup tangan yang ada di genggamannya dengan lembut. "Perasaan aku ke kamu gak akan bisa di ibaratkan. Rasanya baru kemarin kita berjumpa tapi secepat ini kita berpisah." Januarta menghela napasnya pelan, matanya menatap sendu Destira yang terbaring kaku dengan wajah pucat. "Jika waktu bisa di putar kembali, aku berjanji tidak akan pernah menyakitimu. Aku akan terus menjagamu sampai kita menua bersama."

"Namun takdir berkata lain, kamu meninggalkan ku terlebih dahulu. Bahkan, aku belum merasakan dicintai oleh mu." Januarta meneteskan air matanya, dadanya terasa sangat sesak. "Aku akan belajar ikhlas akan kepergianmu, semoga bahagia di alam surga," bisiknya lalu mengecup setiap inchi wajah Destira, termasuk bibir cewek itu.

Dia ingin first kiss nya di beri oleh orang yang pertama kali mengajaknya mengenal apa itu cinta.

Januarta berdiri sambil terus mengelus surai hitam Destira yang sangat indah. Dia mengulas senyum sedih saat melihat Destira meninggal dengan keadaan tersenyum. Sepertinya perempuan itu sangat ikhlas meninggalkannya.

"Destira!" teriak Devano sambil menghampiri ranjang Destira.

"Lo harus bangun! Gue akan berjuang untuk lo. Apapun yang lo inginkan pasti akan gue turuti!" Napas Devano tersengal-sengal. "Ayo bangun, gue sayang lo Destira, gue cinta lo! Bukannya ini yang lo mau? Gue balas perasaan lo? Ini gue udah balas, tapi kenapa lo malah pergi Destira?"

Devano bertekuk lutut di samping kanan brankar yang Destira tempati. “Maaf karena gue udah sering sakitin lo, gue nyesel. Gue... mencintai lo, Destira.” Devano menumpahkan air matanya sambil terus mengelus pipi cewek yang sudah terbujur kaku itu.

“Suatu kebodohan yang bikin gue menyesal adalah menyia-nyiakan lo.”

***

Suasana penuh duka dan tangis yang pecah sangat menyayat hati ketika jasad Destira akan dimakamkan. Gita menangis tersedu-sedu, begitu pun yang lainnya. Tidak ada yang tidak sedih disini, semua menangisi kepergian Destira.

Jasad Destira yang sudah terbungkus rapi dengan kain kapan putih, sudah siap untuk dikebumikan, namun teriakan dari Sang Ibu dari Almarhum membuat semuanya berhenti.

“Jangan kubur anak saya!” kata Gita dengan berjalan mendekat ke arah keranda.

“Nak, ayo bangun, Ibu masakin makanan kesukaan kamu dirumah nanti. Kita jalan-jalan sama Ayah, sama Kak Tari, sama Bang Hasby, sama Kak Milla juga.” Gita mengelus lembut pipi anaknya yang sudah tak bernyawa itu.

“Katanya kamu mau jadi Pramugari, masa belum berjuang udah nyerah sih? Ayo dong bangun! Anak Ibu kan kuat.” Kali ini, Gita mencium kening Destira dengan lembut, air matanya masih menetes.

Semua orang memperhatikan pemandangan yang sangat menyayat hati itu. Suara tangis kembali terdengar, sangat pilu hingga membuat dada terasa sangat sesak.

Basri, Ayah Destira menenangkan sang Istri yang meraung-raung itu. “Sudah, ikhlaskan.”

“Lepas!” Gita memberontak minta di lepaskan dari dekapan suaminya. “Lepasin aku! Destira harus pulang ke rumah. Dia gak boleh dikubur, nanti kedinginan!

“Ayo Sayang kita pulang.”

“KAMU HARUS SADAR KALO DIA UDAH ENGGAK ADA!” bentak Basri dengan keras.

“KITA HARUS IKHLAS, INI SUDAH TAKDIR TUHAN!”

Mendengar bentakan dari suaminya, Gita langsung lemas dan kembali pingsan.

“Silahkan di makamkan.” Basri menggendong tubuh Gita lalu dimaksukkan ke dalam mobil.

***

Setelah selesai pengebumian, keluarga Brama di panggil oleh Dokter Lau untuk ke rumah sakit, terkecuali Gita.

Januarta dan Devano ikut, karena ingin mengetahui apa yang Dokter Lau bicarakan.

Mereka memasuki ruangan Dokter Lau, kehadiran mereka disambut baik oleh Dokter Lau.

Dokter Lau pun sama seperti mereka, berduka dan sedih atas kepergian Destira. Selama di rumah sakit, Destira tidak pernah mau diperiksa, dia memang cewek yang tangguh.

“Turut berduka cinta Pak Basri,” ujar Dokter Lau sembari mengusap punggung Ayah Destira.

“Terima kasih Dok.” Dokter Lau menganggukan kepala.

“Ini.” Dokter Lau memberikan diary biru laut milik Destira.

“Apa ini?” tanya Brama.

“Titipan dari Almarhumah.”

Sontak, ucapan Dokter Lau membuat semuanya terdiam dengan kebisuan.

“Dan juga ada yang ingin saya jelaskan,” ujar Dokter Lau.

“Tentang apa?”

“Penyakit yang di derita oleh Almarhumah Destira.”

Penyakit? Bukannya selama ini dia selalu terlihat sehat dan biasa-biasa saja.

“Apa yang diderita sama anak saya Dok,” ujar Basri bertanya.

“Beliau menderita kanker otak stadium lanjut. Memang belum lama, sekitar satu minggu lalu, tapi penyakit ini sangat ganas hingga menyerang organ bagian tubuh lain. Itu sebab beliau sering sakit kepala serta mimisan hingga akhirnya sering kali jatuh tak sadarkan diri.”

Pengakuan Dokter Lau barusan membuat semuanya terkejut sembari menutup mulut tak percaya. Tangis Tari sudah pecah mendengar itu, dia merasa menjadi kakak yang tidak berguna.

“Destira selalu kuat didepan kalian, dia tidak mau menjadi beban untuk keluarga dan orang-orang terdekatnya.” Dokter Lau menghela napas. “Waktu dia kekurangan darah kemarin, dia sempat sadarkan diri. Lalu, dia menitipkan ini kepada saya untuk cowok yang bernama lengkap Devano Arselio Prakasa.”

Seketika Devano menegang mendengar itu. Badannya terasa sangat lemas. “Dan juga Januarta, kekasih almarhumah,” lanjut Dokter Lau. Dokter itu menyerahkan amplop entah apa isinya kepada Devano dan Januarta.

“Juga untuk kedua kakaknya, bernama Tari dan Hasby, dia menitipkan ini.”

“Itu semua amanah yang dititipakn dari beliau untuk kalian. Selama beliau di rawat, dia selalu menyebutkan nama 'Devan' ketika sedang kesakitan. Saat sakaratul maut kemarin, Ibunya selalu selalu dipanggilkan olehnya, dan juga sahabatnya yang bernama Fany.”

Dokter Lau sudah mengetahui jika Fany adalah sahabat dari almarhumah, karena beliau sering menceritakan tentang Fany itu.

“Sebelum dia menghembuskan napas untuk terakhir kalinya, dia bilang jika dia sangat menyayangi kalian. Jadi, mohon ikhlaskan kepergiannya agar dia tenang.”

***

Mengandung bawang')

Kemungkinan akan ada ekstra part, tungguin aja yaw

Cinta Sendirian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang