[Sudah di revisi]
Anggota osis datang untuk menjenguk Destira, hanya perwakilan sih, sekitar 8 orang saja, termasuk Devano dan Lala. Padahal Lala bukan anggota osis, tapi dia ingin ikut menjenguk.
Devano dan Lala memang sedang masa hukuman, tetapi ketika Devano membuka grub osis ada kabar bahwa Destira masuk rumah sakit, ia langsung bergerak cepat untuk ikut menjenguk dengan Lala.
Tidak ada yang berani membantah ataupun protes, karena percuma. Akan kalah dengan kemampuan debat yang sudah melekat dalam diri Devano.
Sedari tadi, Destira gelisah di atas brankar yang ia tempati. Pasalnya, Devano selalu memandangnya dengan.... ah entahlah, sulit untuk di deskripsikan.
Lala berdiri membuat Devano teralihkan lalu memandang tunangannya itu. “Mau kemana?” tanyanya.
“Apa? Lala mau duduk.”
“Ini kan udah duduk.”
“Bukan disitu, tapi di samping Destira.”
“Ngapain sih? Mending sini aja.”
Semua yang ada diruangan menoleh ke arah dua sejoli itu.
“Serah aku lah, orang pengen sama Destira.” Lala masih kekeh pada pendiriannya.
Devano kembali menahan Lala yang ingin melangkah. “Duduk!” titahnya sambil menekan bahu Lala agar kembali duduk di tempat semula.
“Vano! Lala gak mau di atur-atur!”
“Gue tunangan lo, berhak buat ngatur lo!” kata Devano tak mau mengalah.
Satu ruangan hening, hanya suara adu mulut mereka yang terdengar. Destira jadi tidak enak hati, mereka bertengkar karena dirinya yanng menjadi penyebab.
“Iya Lala tau, tapi Lala cuma pengen duduk di sebelah Destira! Gak macam-macam juga permintaannya!”
“Karena gue gak suka lo duduk bareng seorang pengkhianat, makanya gue larang lo.”
Deg
Ucapan Devano barusan membuat semuanya kaget, apalagi Destira. Pengkhianat? Dirinya memang sudah melakukan apa, sampai-sampai Devano berbicara seperti itu.
“Maksudnya?” tanya salah satu anggota osis.
“Dia seorang pengkhianat, munafik, cuma tampangnya aja yang polos tapi hatinya kaya medusa, jahat!” ujar Devano lagi.
“Vano maksudnya apa?! Gak boleh kaya gitu sama Destira!” kata Lala dengan nada dinaikan satu oktaf.
“Memang gitu faktanya.” Devano menggantungkan kalimatnya. “Kalian yang ada disini, jangan sampai ketipu dengan muka polos dia!” lanjutnya.
“Devan! Apa maksud lo jelek-jelekin gue di depan mereka?” tanya Destira yang sudah sangat penasaran.
Devano menatap balik Destira dengan tajam. “Enggak usah nanya ke gue, coba lo introspeksi diri lo sendiri,” kata Devano dengan nada dingin.
“Bagaimana bisa gue introspeksi diri kalo lo gak ngasih tau apa kesalahn gue? Gue enggak berbuat apa-apa!”
Semua diam, bahkan Devano ikut terdiam ketika Destira turun dari brankarnya sambil melepas selang infus secara kasar hingga darah segar mengalir dari sana, cewek itu berdiri dihadapannya.
“Ayo bilang, apa salah gue kali ini,” kata Destira memaksa.
Destira sengaja menyebutkan kata 'kali ini' seolah-olah dirinya sering berbuat salah terhadap Devano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendirian [Selesai]
Ficção AdolescenteSudah di revisi dan cerita sudah ending✔️ Selamat membaca kisah cinta 2D💜 Gimana si, rasanya mencintai tanpa dicintai balik? Sakit bukan? Begitulah yang di rasakan oleh cewek yang bernama lengkap Destira Kasavanya. Destira awalnya hanya kagum kepad...