4

362 29 2
                                    

Rabu ini sepulang kerja aku ada janji bertemu dengan seseorang dan aku berharap semuanya akan baik-baik saja. Dan sekarang aku sedang menunggu mamang ojek yang tadi kupesan. Lama-lama berdiri di depan kantor membuat kakiku terasa pegal. Seharusnya besok kantor ini menyediakan kursi untuk duduk. Capek aing tuh.

Tak berapa lama dari saat kumengeluh, mamang ojek yang alisnya terlihat tebal serta mukanya yang mulus kelimis itu bertanya apakah aku orang yang sudah memesannya. Aku mengangguk lalu ia memberiku helm berwarna hitam-kuning kepadaku.

"Sesuai aplikasi ya tujuannya, Mbak?" tanyanya ketika aku sudah siap diboncengan belakang.

"Iya, Pak."

Mungkin mamang ojol di depanku menolak dipanggil 'Pak'.

Setelah sekitar tigapuluh menit aku sampai di Easy Way Caffe.

Aku langsung masuk dan mencari keberadaan orang itu. Setelah mengedarkan pandanganku ke segala arah, aku melihat lambaian tangan seseorang. Sebuah senyuman terukir di wajahnya, aku ikut tersenyum membalasnya.

Aku menggeser kursi agar aku bisa duduk, dan menatap orang yang kini sedang menatapku dengan lembut.

"Apa kabar, Nay?" katanya pelan.

"As you see, gue baik lahir batin." Aku melempar senyum sebagai tanda keramahan yang abadi.

"Sori, tadi lama. Gue masih ngerjain kerjaan kantor," kataku sambil membaca menu.

"No prob. Gue juga baru nyampe."

"Udah pesen?" tanyaku padanya yang masih setia memandangiku dengan tatapan yang aku tak suka.

"Belom, nungguin lo. Gue pesen samain aja sama pesenan lo," jawabnya lagi.

Setelah memesan aku langsung kembali fokus menatap wajah yang dulu menjadi penyelamatku. Dia masih sama, memesona dengan segala yang ia punya. Senyumnya, tatapannya aku rindu, tapi sudahlah semua sudah berlalu. Aku juga tak mempunyai perasaan apapun lagi dengan, cowok yang bernama Abirama ini.

"Masih setia jadi honorer di dinas Pemerintahan, Nay?" katanya membuatku terhenyak.

Dia dulu sempat melarangku untuk bekerja di sana. Karena menurutnya ijazahku sayang kalau tidak dimanfaatkan, ia sempat menawariku untuk kerja di tempat Ares sekarang kerja. Tapi, aku menolaknya karena mungkin sudah takdirnya aku menolak itu. Hingga akhirnya aku masih terjebak menjadi Honorer yang gaji tak seberapa dan kerjaannya sangat tak terduga.

"Iya." Aku menjawab pelan.

Terlihat dari mimik wajahnya ia merasa bersalah setelah mengajukan pertanyaan itu. Pengusaha mana mau berurusan dengan Pegawai Abdi Negara.

"Akhir tahun katanya ada penerimaan CPNS, Nay."

Ia menatapku semangat. Iya aku tahu bahwa tahun ini ada CPNS, bahkan si Ares sudah menjejaliku dengan buku-buku CPNS yang entah didapatnya dari mana.

"Kamu coba deh," lanjutnya lagi.

"Iya, aku coba," kataku singkat.

Tiba-tiba aku merasakan getaran dari dalam tasku. Kulihat nama Ares di sana. Aku sedang tidak ingin mengangkat panggilannya, karena aku yakin aku harus menuruti permintaannya.

"Kok nggak diangkat?"

"Oh, nggak penting," kataku.

Aku benar-benar lapar saat ini, jadi kuingin menunggu pesananku agar bisa berpikir dengan waras, bahwa di depanku sekarang adalah Bima, seorang mantan yang sudah mencampakkanku karena status sosial. Sialnya, dia kembali entah apa maksudnya.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang